ORANG PERCAYA ADALAH MANUSIA BIASA SAJA (bag.1)
Mungkin pertanyaan mengapa orang percaya juga terpapar oleh covid 19, bahkan banyak di antaranya yang meninggal, sudah tidak terlalu bergaung dalam pembicaraan di antara kita. Bisa saja karena saking banyaknya orang percaya yang terdampak sehingga seolah-olah sudah menjadi biasa.
Tetapi bisa jadi di dalam hati pertanyaan itu masih sering muncul, seperti sebuah gugatan terhadap nilai keimanan yang dimiliki oleh orang percaya, dan di sisi lain sebuah gugatan kepada Tuhan, mengapa Dia tidak meluputkan orang-orang percaya tersebut?
Jika hal itu merupakan sebuah hukuman saya menaruh percaya bahwa Tuhan tidak akan menghukum orang benar bersama-sama dengan orang yang tidak benar, Kej.18:25-33. Jika itu sebuah peringatan bagi orang percaya, mengapa “kelihatannya” justru orang-orang percaya yang sungguh-sungguh mengabdi kepada Tuhanlah yang kerap terdengar mengalami hal yang memilukan tersebut?
Suatu hari saya bertanya kepada Tuhan, dan Tuhan menaruh jawaban di hati saya. Mengapa orang percaya juga terpapar virus covid19 sampai meninggal?
1. Karena orang percaya adalah manusia biasa
Mazmur 90:5-6, mengatakan, Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu.
Ada prinsip-prinsip umum mengenai manusia dari ayat-ayat tersebut di atas. Ketika manusia lahir, maka ia langsung masuk ke dalam arus waktu yang menghanyutkan dirinya menuju kekekalan. Ya, begitu manusia lahir ke dalam dunia ini, ia masuk dalam proses menuju kekekalan, dan kematian fisik yang merupakan akibat dari dosa, sebagai sarananya. Arus waktu ini begitu kuat dan cepat sehingga manusia seperti mimpi saja di dunia ini. Belum selesai mengerjakan apa yang menjadi rencana hidupnya, tiba-tiba kematian datang. Waktu hidup manusia di dunia ini begitu singkat, seperti rumput yang pada waktu pagi berkembang dan bertumbuh, lalu di waktu petang lisut dan layu.
Prinsip-prinsip ini berlaku bagi semua orang tidak terkecuali. Manusia yang seperti rumput sangat rentan dengan sakit penyakit. Dan memang, penyakit adalah salah satu penyebab terbesar kematian manusia, tanpa memandang dia orang percaya atau bukan. Jadi, jika orang yang tidak percaya bisa terkena virus c19, maka orang percayapun bisa.
Di sinilah kita perlu belajar agar sebagai orang percaya kita tidak merasa lebih baik, lebih benar dari orang lain secara rohani, maupun merasa lebih kuat secara lahiriah. Sebagai orang percaya kita perlu menyadari bahwa kita adalah manusia biasa saja seperti manusia yang lain. Jika ada orang percaya yang tidak terdampak dengan virus ini dan masih sehat sampai sekarang, maka saya percaya itu bukan karena ia lebih baik dari orang percaya yang terpapar dan meninggal, tetapi semata-mata karena kemurahan Tuhan dalam hidupnya.
Dilihat dari aspek lahiriah, Alkitab tidak memberikan jaminan bahwa orang percaya pasti dan mutlak akan terlindung dari sakit penyakit. Filipi 2:25-27; 2 Tim.4:20. Bahkan jika orang percaya terkena penyakit tidak ada jaminan yang mutlak bahwa jika didoakan ia pasti akan sembuh. 2 Raja-raja 13:14. Sebuah kabar yang nampaknya kurang baik, namun sangat perlu untuk kita renungkan dan pahami. Sebab kesadaran bahwa kita adalah manusia biasa akan mendorong setidaknya beberapa hal di bawah ini :
1. Kita dihindarkan dari menilai diri sendiri lebih dari yang sesungguhnya atau menjadi sombong.
2. Tidak mencobai Tuhan dengan hidup secara serampangan melainkan tetap menjaga protocol kesehatan dimasa pandemi ini.
3. Melihat orang lain yang terpapar sebagai sesama manusia yang butuh untuk didoakan dan diberi pertolongan.
4. Menaruh harapan kita sepenuhnya kepada Tuhan.
BAIK DAN BURUK DI MATA MANUSIA DAN DI MATA TUHAN
Satu tahun sudah masa pandemi covid 19 kita lalui di Indonesia. Masih tersisa pertanyaan, “Mengapa banyak orang percaya ikut terdampak sama seperti orang yang tidak percaya? Bahkan tidak sedikit di antara mereka harus meninggal dunia? Bagaimana dengan janji penyertaan dan perlindungan Tuhan atas mereka? Mengapa nasib orang percaya sepertinya sama saja dengan orang yang tidak percaya?
Sebelum kita menjawabnya sesuai firman Tuhan, mari kita renungkan dua kenyataan di bawah ini :
1. Apa yang kelihatan buruk di pemandangan manusia, belum tentu benar-benar buruk di pemandangan Allah.
Kehidupan Ayub, orang saleh itu, sebagai contoh. Ayub mengalami peristiwa yang sangat-sangat buruk dalam kehidupan seorang anak manusia. Dalam satu hari dia kehilangan seluruh harta bendanya dan ke sepuluh anaknya, yang tewas bersamaan tertimpa rumah yang roboh ketika mereka sedang makan dan minum anggur. Dalam hal ini saja, adakah seseorang yang mengalami hal yang lebih buruk dari Ayub?
Belum cukup dengan semua itu, atas ijin Tuhan, Iblis menimpa Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kaki sampai ke batu kepalanya. Untuk menggaruk barah yang menimbulkan gatal-gatal yang luar biasa itu Ayub harus memakai sekeping beling untuk melakukannya.
Sahabat-sahabatnya yang memandang dari jauh tidak dapat mengenali lagi sosok Ayub. Mereka menangis dengan suara nyaring, mengoyak jubahnya dan menaburkan debu di atas kepala mereka sebagai tanda berkabung. Mereka duduk di tanah bersama Ayub selama tujuh hari tujuh malam dan tidak seorangpun dari mereka yang berkata-kata kepada Ayub, karena mereka melihat betapa beratnya penderitaan Ayub.
Secara kasat mata, apa yang di alami oleh Ayub, orang benar itu, adalah hal yang sangat buruk di pemandangan manusia, tetapi apakah hal itu benar-benar buruk di hadapan Allah? Sama sekali tidak! Mengapa dan apa buktinya? Buktinya adalah, respon Ayub yang ditujukannya kepada istrinya yang meminta dia mengutuki Allahnya.
Ayub 2:20, Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?"
Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.
Dalam penderitaan yang berat, Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. Inilah yang justru Allah mau buktikan kepada Iblis, bahwa ada orang yang tetap mencintai Tuhan dan tetap hidup dalam kesalehan sekalipun hidupnya menderita. Hidup Ayub kelihatan buruk di hadapan manusia tetapi tidak di hadapan Allah, karena ia tetap percaya kepada Allah.
2. Apa yang kelihatan baik dan mengagumkan di hadapan manusia, belum tentu benar-benar baik di hadapan Allah.
Kemujuran orang fasik adalah contohnya.
Mazmur 73:3-5, mengatakan :
Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik.
Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka;
mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain.
Sepertinya, orang-orang fasik tersebut tidak mengalami kesusahan manusia. Di pemandangan manusia keadaan mereka sangat baik. Tetapi bagaimana Allah memandang mereka? Mazmur 73:18-19,
Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur.
Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis oleh karena kedahsyatan!
Orang fasik itu kelihatan baik di hadapan manusia tetapi di pemandangan Allah mereka sedang berjalan kepada kebinasaan.
SEMUA DIBERIKAN KEPADA KITA TETAPI BUKAN UNTUK KITA. (bag.4)
Roma 11:36, mencatat : Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!
Kisah Para Rasul 17:25b mengatakan : “Karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.
Selanjutnya, 1 Korintus 8:6, menuliskan : namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup.
Dari ayat-ayat tadi kita diberitahu bahwa kita bukan hanya berasal dari Dia, dan hidup oleh karena Dia tetapi juga harus hidup bagi Dia yang telah memberikan hidup dan nafas kepada semua orang.
Saudaraku, semua yang baik telah diberikan-Nya kepada kita supaya segala sesuatu yang baik, yang ada pada kita dan semua yang kita kerjakan, kita persembahkan kepada Dia yang telah memberikan kehidupan itu kepada kita.
Jadi, hidup yang sesungguhnya adalah hidup sesuai dengan tujuan yang Allah berikan kepada kita, yakni hidup bagi Dia. Dimulai dari hidup dalam hubungan yang erat dengan Kristus, menjalankan misi-Nya di dunia ini dan bertumbuh menjadi serupa dengan diri-Nya.
Allah tidak pernah merancang hidup kita terpisah dari diri-Nya dan rencana-Nya yang kekal. Karena itu ketika manusia jatuh ke dalam dosa Ia tetap menganggap manusia itu berharga, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal untuk datang ke dunia menebusa kita dengan darah-Nya yang mahal.
Namun seperti Salomo membenci hidup dan akhirnya putus asa terhadap segala sesuatu yang dia lakukan, itulah yang akan kita alami jika kita hidup terpisah dari diri-Nya. Sehebat apapun prestasi yang kita raih, sebesar apapun kekayaan yang kita miliki dan seberapapun kenikmatan hidup yang kita nikmati. Terpisah dari Allah menjadikan semuanya berhenti di lubang kubur. Kita tidak diciptakan untuk hal itu.
Semua diberikan kepada kita tetapi bukan untuk kita, mengapa?
1. Kematian memberi tahu kita bahwa semua yang ada pada kita bukanlah milik kita.
2. Kematian menunjukkan dengan jelas, bahwa hidup kita sendiri juga bukan milik kita.
3. Kematian mengajarkan, bahwa semua yang terbaik diberikan kepada kita tetapi tujuan utamanya bukan untuk kita melainkan untuk kemuliaan Dia, Kristus, Tuhan kita
4. *Nilai dari hidup dan pekerjaan yang kita lakukan terletak pada apakah kita ada dalam persekutuan dengan Dia. Apakah kita menjalankan misi-Nya dan terus bertumbuh ke arah Dia.
Roma 14:7-8 mengatakan :
Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri.
Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.
Saudaraku, kita tidak perlu pusing dengan berapa banyak yang kita miliki di dunia ini, sebab kita telah dimiliki oleh Kristus. Itu jauh lebih bernilai dari memiliki apapun. Dimiliki oleh Kristus berarti memiliki semua yang ada di dalam Dia. Karena itu, kehormatan kita hanya satu, yakni hidup bagi Dia, dengan melayani Dia dalam pengabdian yang tulus, karena kita mengasihi Dia, yang telah terlebih dahulu mengasihi kita.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
SEMUA DIBERIKAN KEPADA KITA TETAPI BUKAN UNTUK KITA (bag.3)
Masih dari Kitab Pengkhotbah pasal 2, kita membaca ayat 20 dan 21 :
Dengan demikian aku mulai putus asa terhadap segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari Sebab, kalau ada orang berlelah-lelah dengan hikmat, pengetahuan dan kecakapan, maka ia harus meninggalkan bahagiannya kepada orang yang tidak berlelah-lelah untuk itu. Ini pun kesia-siaan dan kemalangan yang besar.
Salomo merasa putus asa dengan segala usaha yang dilakukannya dengan jerih payah di bawah matahari, sebab pada akhirnya harus meninggalkan bahagiannya kepada orang yang tidak bersusah payah untuk itu. Salomo bukan saja berlelah-lelah untuk meraih semuanya, melainkan berjerih lelah disertai hikmat, pengetahuan dan kecakapan, artinya dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Itu sebabnya ia menyebutnya sebagai kemalangan yang besar ketika harus meninggalkan bahagiannya kepada orang yang tidak bersusah payah untuk itu.
Saudaraku, pikirkanlah, seandainya kita ada di posisi Salomo, apakah kita juga akan berespons seperti dia? Bisa ya, bisa tidak, itu bergantung untuk siapa semua hal yang kita lakukan dan hasilkan di dalam dunia ini.
Jika semua yang kita kerjakan dan hasilkan dimaksudkan untuk diri kita sendiri, maka kita pasti akan putus asa seperti Salomo, tetapi jika itu dilakukan sebagai sebuah pengabdian, baik kepada Tuhan, pertama-tama, lalu kepada sesama, saya yakin kita akan melihat kenyataan tersebut di atas sebagai sesuatu yang patut untuk tetap disyukuri.
Dari sinilah saya mau mengajak kita untuk berpikir dan mengetahui apakah sesungguhnya tujuan hidup kita di dunia ini.
Kejadian 1:26a, mengatakan, Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, …”
Manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah, secara sederhana hal itu menunjukkan tujuan Allah menjadikan kita. Karena Allah kita adalah Allah Tritunggal yang berada dalam hubungan penuh kasih di antara tiga Pribadi ilahi tersebut, maka kita dijadikan juga dengan suatu kemampuan untuk membangun hubungan penuh kasih pertama-tama dengan Allah sendiri.
Jadi, kita dijadikan untuk berada dalam hubungan yang intim dengan Dia supaya bertumbuh menjadi serupa dengan diri-Nya. Serupa dengan Dia di dalam pikiran, kehendak dan perasaan kita. Tolok ukur serupa dengan diri Allah adalah Kristus. Itu sebabnya sebagai orang tebusan Allah kita dirancang untuk menjadi serupa dengan Kristus.
Itulah tujuan hidup orang percaya, berada dalam hubungan yang erat dengan Kristus dan bertumbuh menjadi serupa Kristus.
Jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, hidup dalam hubungan yang erat dengan Kristus berarti menjadikan Dia pusat kehidupan kita. Dan jika Dia adalah pusat kehidupan kita, maka apa saja yang kita lakukan, kita lakukan seperti untuk Dia dan untuk kemuliaan-Nya.
Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, kepada Dia, bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.
Saudaraku, kita ada dari Dia, oleh Dia, dan kepada Dia seluruh jiwa raga kita diarahkan, sebab memang bagi Dialah hidup kita.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
SEMUA DIBERIKAN KEPADA KITA TETAPI BUKAN UNTUK KITA (Bag.2)
Kemarin kita telah mendengar pernyataan Salomo di dalam Pengkhotbah 2:11, “Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.
Pernyataan di atas adalah kesimpulan dari Salomo setelah dia berusaha dengan segala jerih lelah untuk mengejar kesenangan indrawi. Semua sia-sia dan hanya usaha menjaring angin yang berakhir dengan kehampaan. Dia menandaskannya dengan kalimat, ”memang tak ada keuntungan di bawah matahari.”
Perkataan “di bawah matahari” menunjuk kepada hal-hal duniawi yang berkaitan dengan bumi, kekayaan, kehormatan, dan kesenangan masa kini. Juga menunjukkan semua keadaan dan aktivitas kehidupan yang dilakukan di bumi tanpa adanya hubungan dengan Allah.
Setelah pengakuan tersebut, Salomo masih berusaha untuk meninjau kembali hikmat, kebodohan dan kebebalan. Namun ia kembali mendapati, sekalipun seseorang itu berhikmat, yang jauh lebih berguna dari kebodohan, tetapi nasibnya di dunia ini sama saja dengan orang bodoh. Orang yang berhikmat mati juga seperti orang bodoh. Dan tidak ada kenang-kenangan yang kekal tentang mereka.
Hal-hal ini menyebabkan Salomo merasakan tiga hal,
1. DIA MEMBENCI HIDUP
Pengkhotbah 2:17 Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari, sebab segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
2. DIA MEMBENCI SEGALA USAHA YANG DILAKUKANNYA
Pengkhotbah 2:18 Aku membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari, sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku.
Dari ayat ini kita melihat bahwa apa yang dimiliki oleh Salomo sebagai hasil jerih payahnya akan ditinggalkannya kepada orang sesudah dia, atau yang akan menggantikannya sebagai raja. Dia menerima semua, tetapi semua yang dimilikinya itu pada akhirnya bukan lagi menjadi miliknya, bahkan juga bukan untuk dia.
3. DIA MULAI PUTUS ASA TERHADAP SEGALA YANG DILAKUKANNYA.
Pengkhotbah 2:20, Dengan demikian aku mulai putus asa terhadap segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari.
Saudaraku, semua yang kita usahakan, semua yang kita miliki, semua yang kita nikmati di bawah matahari ini dibatasi oleh waktu. Ada waktunya di mana kita tidak bisa mengusahakan apa-apa lagi, ada waktunya kita tidak bisa memiliki apa yang ada pada kita, dan ada waktunya semua yang ada pada kita tidak lagi berarti apa-apa karena semua itu akhirnya bukan untuk kita.
Inilah yang saya maksudkan, jika hidup ini hanya untuk mencari apa yang kita ingini, untuk apa yang kita senangi, untuk apa yang mendatangkan kemuliaan dan kehormatan kita sendiri, maka kita akan mengalami seperti yang di alami oleh Salomo. Kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
Inilah juga yang saya maksudkan, apa yang dilakukan Salomo bukanlah tujuan hidup yang Tuhan rancang, baik bagi Salomo maupun kita. Jadi, betapa kita perlu mengerti apa sesungguhnya tujuan hidup kita, supaya kita tidak terjebak pada kesia-siaan seperti yang dilihat dan dialami oleh Salomo.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
SEMUA DIBERIKAN KEPADA KITA TETAPI BUKAN UNTUK KITA (bag.1)
Sesungguhnya Salomo tidak pernah menemukan kebahagiaan atau kepuasan sejati melalui apa yang dia perbuat bagi dirinya sendiri.
Setidaknya ada 6 perkataan “bagiku”, yaitu, mendirikan bagiku, menanami bagiku, mengusahakan bagiku, menggali bagiku, mengumpulkan bagiku dan mencari bagiku.
Belum cukup dengan itu, ia juga tidak merintangi matanya dari apa yang dikehendakinya, dan tidak menahan hatinya dari sukacita apa pun yang bisa dia terima melalui panca inderanya.
Apakah yang kemudian Salomo alami? Apakah dia merasakan kepuasan atau kebahagiaan melalui semua itu. Ia menulis dalam
Pengkhotbah 2:11, Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.
Apa yang dilakukan Salomo sesungguhnya bukanlah tujuan hidup yang Tuhan berikan untuk dituruti atau dikejar. Allah tidak menciptakan kita supaya kita puas dengan segala sesuatu dikerjakan oleh kita, untuk kita dan bagi diri kita sendiri pula segala kemuliaannya.
Tidak ada kebahagiaan dan kepuasan, jika hidup dijalani di luar maksud dan tujuan yang Allah tetapkan bagi kita. Dari sini kita bertanya apakah tujuan hidup kita sesungguhnya?
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga, mulai dari rumah kita.
KEMENANGAN ITU DIAWALI DARI MENDENGAR
Kejadian 50:24, mencatat : Berkatalah Yusuf kepada saudara-saudaranya: "Tidak lama lagi aku akan mati; tentu Allah akan memperhatikan kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub."
Perkataan Yusuf di atas menunjukkan 3 hal penting bagi saya.
1. Yusuf mengetahui dengan pasti bahwa suatu saat Allah akan membawa Israel keluar dari tanah Mesir untuk membawa mereka ke negeri yang telah dijanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang mereka.
2. Yusuf sangat mempercayai bahwa janji tersebut akan ditepati.
3. Pengetahuan dan kepercayaan Yusuf tersebut berasal dari tradisi menceritakan janji-janji Allah oleh orang tua kepada anak-anaknya.
Di sinilah saya percaya Yusuf adalah seorang anak yang memiliki sikap mendengar yang sangat baik. Hal itulah yang membuatnya tumbuh menjadi seorang muda yang mempercayai Allah dan janji-Nya, sekaligus menolong dia hidup dalam takut akan Allah.
Dalam usianya yang relatif masih sangat muda, Yusuf tahu dan percaya bahwa berzinah atau berbuat cabul dengan istri orang lain adalah sebuah kejahatan yang sangat besar di mata Tuhan. Inilah yang membuat dia menang atas godaan dan bujukan dari isteri Potifar.
Mendengar, menyimpannya dalam hati dan tetap memegang firman Tuhan dalam segala situasi terutama ketika menghadapi pencobaan, telah membuat Yusuf pemenang atas dosa yang besar itu. Semua berawal dari mendengar.
Alangkah pentingnya hal mendengar, khususnya mendengar firman Tuhan. Jika firman Tuhan sering kita dengar, tetapi tidak membawa perubahan hidup yang nyata, maka kita perlu bertanya kepada diri kita sendiri, bagaimanakah sesungguhnya sikap kita ketika mendengar firman-Nya?!
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
YUSUF MENANG KARENA TIDAK MENDENGARKAN
Amsal 7:21, mengatakan, ”Ia merayu orang muda itu dengan berbagai-bagai bujukan, dengan kelicinan bibir ia menggodanya.”
Siapakah sesungguhnya perempuan jalang tersebut? Dia bukan sekadar sosok seorang wanita yang tidak bermoral seperti seorang pelacur, tetapi dia juga menggambarkan sesuatu yang lebih dari itu. Sesuatu yang selalu menggoda orang untuk berbuat dosa atau kejahatan.
Sebagai wanita yang amoral ia merayu orang muda itu dengan berbagai-bagai bujukan dan menggoda dengan perkataan bibirnya.
Di dalam KBBI kata “menggoda” berarti “mengajak” atau menarik-narik hati supaya berbuat dosa atau berbuat jahat. Di dalam Kejadian 39:10, ada catatan yang menarik mengenai Yusuf, : “Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia.”
Bujukan istri Potifar adalah bujukan dari Iblis.
Kita tidak mungkin menang menghadapi rayuan dan bujukan Iblis untuk berbuat dosa tanpa hati kita menyimpan kebenaran firman-Nya. Sebab kekuatan untuk tidak mendengarkan bujukan Iblis datang dari MENDENGARKAN terlebih dahulu dan menyimpan firman-Nya dalam hati kita. Yusuf tidak mendengarkan bujukan istri Potifar karena dia terlebih dahulu mendengar apa kata firman Tuhan.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
BERSAMA KELUARGA KITA MEMENANGKAN PEPERANGAN INI (bag.2)
Kemarin kita membaca tentang seorang teruna yang menyeberang dekat sudut jalan, lalu melangkah menuju rumah perempuan jalang. Jelas itu sebuah tindakan yang bodoh, sebuah tindakan yang dilakukan karena tidak berpengalaman dan tidak berakal budi.
Salah satu ciri dari tindakan orang yang tidak berakal budi adalah tidak menghiraukan nasihat yang telah diberikan kepadanya. Hal itulah yang dilakukan oleh teruna tadi. Nasihat itu tertulis dalam Amsal 5:7-9
Sebab itu, hai anak-anak, dengarkanlah aku, janganlah kamu menyimpang dari pada perkataan mulutku. Jauhkanlah jalanmu dari pada dia, dan janganlah menghampiri pintu rumahnya, supaya engkau jangan menyerahkan keremajaanmu kepada orang lain, dan tahun-tahun umurmu kepada orang kejam;
Dari ayat-ayat tersebut di atas ada tiga peringatan yang diberikan kepada anak-anak muda dan para teruna.
1. Jangan menyimpang dari perkataan atau nasihat firman Tuhan melalui orang tua.
2. Orang muda harus menjauhkan jalannya dari perempuan jalang itu.
3. Janganlah menghampiri pintu rumahnya.
Di dalam nasihat dan peringatan tersebut diberitahukan juga akibatnya jika tidak diindahkan, yakni, kehancuran masa depan anak muda atau teruna itu. Dengan menghampiri rumah perempuan jalang sebenarnya sama saja dengan menyerahkan segala sumber daya orang muda yang masih segar kepada orang kejam. Orang muda yang tidak mau mendengar nasihat dari orang tua sangat besar kemungkinannya mengalami kegagalan dalam hidupnya.
Sebaliknya dari pihak orang tua, perlu memperlengkapi diri dan dengan teladan dapat menolong anak-anaknya pada suatu saat nanti, menghadapi realita dunia dan peperangan rohani di dalamnya yang amat dahsyat. Melepas orang muda tanpa bekal hikmat dan takut akan Tuhan, sama seperti membiarkan kapal berlayar tanpa nakhoda dan kompas. Dia akan berlayar tanpa arah, hanya mengikuti kemana angin bertiup, dan ketika ombak menerjang, kapal itu segera tenggelam.
Anak-anak muda sering mengabaikan nasihat dari orang tua. 1 Raja-raja 12:6-8, mencatat, apa sebabnya Kerajaan Israel terpecah menjadi dua bagian. Dikatakan di sana :
Sesudah itu Rehabeam meminta nasihat dari para tua-tua yang selama hidup Salomo mendampingi Salomo, ayahnya, katanya: "Apakah nasihatmu untuk menjawab rakyat itu?"
Mereka berkata: "Jika hari ini engkau mau menjadi hamba rakyat, mau mengabdi kepada mereka dan menjawab mereka dengan kata-kata yang baik, maka mereka menjadi hamba-hambamu sepanjang waktu."
Tetapi ia mengabaikan nasihat yang diberikan para tua-tua itu, lalu ia meminta nasihat kepada orang-orang muda yang sebaya dengan dia dan yang mendampinginya,
Karena mengabaikan nasihat para tua-tua, maka terjadilah pemberontakan terhadap Rehabeam dan keluarga Daud sehingga Kerajaan Israel terpecah dua, menjadi Kerajaan Israel di bagian utara dan Kerajaan Yehuda di bagian selatan.
Amsal 30:17, mengatakan, Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali.
Anak muda yang tidak mendengarkan ayah dan ibunya sesungguhnya sedang bertindak keluar dari tudung perlindungan orang tua, sehingga mudah menjadi mangsa dari si jahat.
Oleh sebab itu, kiranya setiap orang tua, anak muda dan para remaja dapat bekerja sama menuruti setiap nasihat firman Tuhan untuk memenangkan peperangan rohani ini.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
BERSAMA KELUARGA KITA MEMENANGKAN PEPERANGAN INI (bag.1)
Amsal 7:7-9, mengatakan : kulihat di antara yang tak berpengalaman, kudapati di antara anak-anak muda seorang teruna yang tidak berakal budi, yang menyeberang dekat sudut jalan, lalu melangkah menuju rumah perempuan semacam itu, pada waktu senja, pada petang hari, di malam yang gelap.
Memperhatikan firman Tuhan ini dan kenyataan yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari anak-anak muda dan remaja sekarang, kita akan menjumpai setidaknya 3 kenyataan tentang kehidupan mereka.
1. Banyak anak muda yang tidak berakal budi dan tidak berpengalaman.
Sebagai contoh, banyak di antara mereka tidak mengetahui apa sesungguhnya tujuan hidup mereka. Jika ditanya, apakah tujuan hidup mereka, kebanyakan mereka akan menjawab meyangkut keinginan terbesar mereka atau cita-cita mereka.
Saudaraku, tujuan hidup berbeda dengan cita-cita. Cita-cita lebih berorientasi kepada keinginan dari manusia, mau menjadi seperti apa mereka itu. Tetapi jika berbicara tentang tujuan hidup manusia, maka seseorang harus bertanya kepada yang menciptakan hidup ini. Seperti sebuah laptop atau benda apa saja yang untuk pertama kali diciptakan. Untuk apa semua itu diciptakan, harus ditanyakan kepada yang pertama kali menciptakannya. Begitulah juga dengan kita manusia, untuk apa kita diciptakan? Jawabannya harus kita dapatkan dari Pencipta kita. Di sinilah banyak orang muda yang tidak memahaminya.
Mereka juga tidak berpengalaman dalam membedakan, antara cinta sejati dengan “perasaan jatuh cinta”. Banyak yang berpikir perasaan jatuh cinta adalah cinta sejati itu sendiri. Akibatnya banyak anak muda remaja yang terjebak dalam asmara yang memabukkan dan menenggelamkan mereka dalam dosa percabulan.
Ini baru dua hal mendasar yang orang muda perlu memahaminya. Belum lagi berbicara tentang bagaimana menghadapi pergaulan buruk yang ada di sekeliling hidup mereka.
2. Banyak di antara mereka tinggal di dalam keluarga yang “tidak sehat”.
Saudaraku, tidak ada keluarga yang sempurna memang, namun setidaknya ada keluarga yang sehat, di mana praktik saling mengasihi di antara suami istri, di antara orang tua dengan anak-anak serta sebaliknya, dapat dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Di dalam keluarga yang 'tidak sehat" anak-anak sering tidak yakin bahwa papa mamanya sungguh-sungguh mencintai satu sama lain.
Tidak sedikit anak-anak yang merasa tidak aman karena mereka tidak percaya bahwa papa mereka akan tetap setia kepada mama mereka, begitu pula sebaliknya. Keluarga seperti ini sesungguhnya sedang menanam “benih” ketidaksetiaan atau ketidakpercayaan dalam kehidupan anak-anak mereka.
3. Banyak di antara mereka yang “gugur imannya” di tewaskan oleh wanita jalang.
Dari keadaan yang tidak berakal budi dan keluarga yang tidak sehat, muncul anak-anak muda yang tidak siap menghadapi medan peperangan rohani yang dahsyat.
Itu digambarkan melalui anak muda yang menyeberang menuju rumah perempuan jalang. Tanpa hikmat, tanpa pengalaman dan tanpa takut akan Tuhan, anak-anak muda kita akan menjadi mangsa yang empuk bagi perempuan jalang.
Saudaraku, tidak ada yang bisa membendung kejatuhan-kejatuhan seperti ini, kecuali setiap kita orang tua dan anak-anak muda bekerja sama untuk memenangkan peperangan yang besar ini.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita..
JANGAN JUAL KEBENARAN ITU (bag.2)
Dalam upayanya tiga kali mencobai Yesus, saya melihat satu usaha dari si Iblis yang perlu kita waspadai yakni, ia selalu berusaha untuk menukar kebenaran yang bernilai kekal dengan sesuatu yang bersifat manusiawi dan duniawi.
Pertama, Iblis mau menukar pengakuan Bapa bahwa Yesus adalah Anak yang dikasihi-Nya dengan pengakuan dari Iblis dan manusia. Pengakuan Bapa bahwa Kristus adalah Anak-Nya, sesungguhnya berdasarkan hubungan kesatuan mereka dalam kekekalan. Bapa dan Yesus adalah satu, satu kesatuan. Sebagaimana adanya Bapa, demikian jugalah Anak. Bahkan Yesus sendiri mengatakan, jika seseorang melihat Dia, sesungguhnya orang itu telah melihat Bapa.
Tetapi Iblis mau menukar kebenaran ini dengan pengakuan dari manusia melalui sebuah prestasi membuat mujizat. Itu sebabnya Iblis mencobai Yesus untuk menjadikan batu-batu itu roti.
Matius 4:3-4 mengatakan, Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti." Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."
Iblis berpikir, seperti Esau yang tergoda oleh sepiring makanan ketika dia lapar, mungkin Yesuspun akan tergoda dan akan memenuhi permintaannya untuk membuat mujizat, batu menjadi roti. Tetapi Yesus bergeming, sebab manusia hidup bukan dari roti saja melainkan dari setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah.
Kedua, Iblis mau menukar ketaatan Yesus kepada kehendak Bapa-Nya dengan memerintahkan Dia melakukan hal spektakuler, yakni menjatuhkan diri dari bubungan Bait Allah. Jika ini dilakukan barangkali Yesus akan mendapat pujian dari banyak orang karena Ia akan ditatang oleh Malaikat sehingga tidak akan terjatuh. Tetapi Yesus sangat menyadari, bahwa apa yang ditawarkan Iblis bukanlah kehendak Bapa. Jika Ia menurutinya sama saja Ia akan mencobai Allah untuk melakukan sesuatu yang bukan kehendak-Nya. Yesus dengan tegas menolak. Dia tidak mau menukar ketaatan kepada kehendak Bapa dengan melakukan perbuatan spektakuler yang bisa menimbulkan kekaguman banyak orang, tetapi tidak berasal dari Bapa. Ia tidak mau menjual kebenaran itu.
Akhirnya, yang ketiga, sekali lagi Iblis mau menukar penyembahan kepada Allah dengan penyembahan terhadap dirinya dengan menawarkan semua kerajaan dunia dan segala kemegahannya kepada Yesus.
Matius 4:8-10 mencatat : Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!"
Sampai di sini Yesus benar-benar tidak mau berkompromi, Dia mengusir Iblis dan menegaskan bahwa hanya kepada Allah sajalah manusia harus berbakti.
Saudaraku, dibutuhkan pertolongan dari Roh Allah sendiri dan pengetahuan akan kebenaran untuk dapat mengalahkan pencobaan dari Iblis. Pengetahuan akan kebenaran yang menstranformasi pikiran dan hati kita sehingga kita menyadari, bahwa sekali kebenaran itu telah kita terima dan menjadi milik kita, maka pantang untuk kita menjualnya lagi. Jangan tukar kebenaran dengan prestasi, sanjungan manusia dan kemegahan dunia ini. Jangan tukar kebenaran yang kekal dengan perkara-perkara yang fana.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
JANGAN JUAL KEBENARAN ITU (bag.1)
Kembali kita membaca Amsal 23:23a, Belilah kebenaran dan jangan menjualnya.
Setelah kita belajar mengenai makna membeli kebenaran dan dengan cara bagaimana kebenaran itu kita beli supaya menjadi milik kita selamanya, maka nasihat berikutnya adalah jangan menjualnya. Ya, jangan pernah menjual kebenaran itu.
Di dalam Injil Lukas, ada catatan yang menarik tentang Martha yang sibuk melayani Tuhan Yesus dengan tangannya, dan Maria yang melayani melalui duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya.
Lukas 10:41-42
Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya."
Sikap Maria yang duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, adalah sikap seorang hamba yang sangat menghormati tuannya, dan siap menerima dengan hati terbuka perkataan tuannya serta sedia untuk melakukannya. Sebuah sikap hati yang teramat indah, yang seharusnya kita pun sangat menginginkannya. Sikap ini juga menunjukkan bagaimana cara “membeli atau membayar harga” untuk sebuah kebenaran.
Menghargai sikap Maria tersebut Tuhan mengatakan bahwa, Maria sesungguhnya telah memilih bagian yang terbaik, yakni firman-Nya, yang tidak akan diambil dari padanya. Perkataan Tuhan ini menunjukkan, bahwa jika seseorang dengan hati yang terbuka menerima firman-Nya dan siap mentaatinya, maka firman itu tidak akan pernah diambil lagi dari padanya. Firman itu akan menjadi miliknya. Menjadi hartanya yang sangat berharga. Dan tidak ada seorangpun bisa mengambilnya, kecuali dirinya sendiri yang “menjualnya”.
Menjual, berarti menukar dengan sesuatu, entah sesuatu yang lebih berharga atau sebaliknya. Jika yang dijual adalah kebenaran, jelas ia ditukar dengan sesuatu yang lebih rendah nilainya, sebab adakah sesuatu yang lebih bernilai dari kebenaran?
Yesaya 32:17, mengingatkan kita, Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.
Hanya kebenaran yang menghasilkan ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya. Adakah yang lebih berharga dari ketenangan dan ketenteraman yang dihasilkan oleh kebenaran?
Karena itulah ketika seseorang menjual kebenaran, sesungguhnya dia sedang menukarnya ketenangan hidupnya dengan perkara-perkara dunia yang lebih banyak menggellisahkan hati.
Pertanyaannya, bagaimana seseorang bisa menjual kebenaran? Belajar dari sikap Esau terhadap hak kesulungannya, seseorang bisa saja menganggap ringan firman Tuhan karena tergoda oleh suatu keinginan yang bersifat badani.
Jadi ada dua situasi di mana seseorang bisa menjual kebenaran, yakni, sikapnya yang memandang ringan kebenaran dan godaan yang datang dari luar. Esau, terpicu oleh rasa lapar dan bau masakan kacang merah dari Yakub, maka untuk sesaat dia lupa bahwa hak kesulungannya tidaklah pantas untuk ditukar dengan sepiring makanan. Alkitab mengatakan bahwa itu adalah nafsu yang rendah, menukar hak kesulungan dengan sepiring makanan.
Saudaraku, berapa banyak orang Kristen menukar kebenaran, misalnya, tentang hal bersekutu intim dengan Tuhan, dengan cara duduk dekat kaki Tuhan, berdoa dan mendengarkan firman-Nya hanya karena sepiring makanan? Untuk sesuatu yang sangat prinsip dalam kehidupan orang percaya ini, mereka seperti tidak punya waktu.
Banyak orang Krsten yang tanpa sadar sedang menunjukkan melalui cara hidup mereka, bahwa sepiring makanan jauh lebih berharga dari pada menyediakan waktu untuk bersekutu intim dengan Tuhan. Bagaimana dengan Saudara?
BELILAH KEBENARAN (Bag.6)
Cara ketiga dalam membeli kebenaran adalah melalui ketaatan kita. Saudaraku, kebenaran tidak pernah menjadi milik kita atau bagian hidup kita tanpa kita bersedia untuk mentaatinya. Mengetahui kebenaran secara akaliah dengan mentaati kebenaran adalah dua hal yang jauh berbeda.
Yakobus 1:23-25, mengatakan :
Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin.
Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya
Ada dua hal menyangkut ketaatan yang bisa kita pelajari dari ayat di atas :
1. Mereka yang mendengar tetapi tidak melakukannya sama dengan orang yang bercermin sebentar lalu pergi sehingga lupa bagaimana rupanya atau keadaan dirinya. Artinya, firman yang diibaratkan cermin tidak memberikan pengertian apapun tentang keadaan sesungguhnya dari hidupnya. Firman itu hanya dia pandang sebentar lalu dtinggalkannya sehingga dia tidak mengetahui keadaan rohaninya seperti apa. Firman itu tidak mendatangkan faedah bagi dirinya, karena tidak pernah menjadi miliknya. Akibatnya, firman itu tidak mengubah sedikitpun jalan hidupnya.
2. Mereka yang meneliti atau menyelidiki firman Allah yaitu hukum yang memerdekakan dan bertekun dalam melakukannya, dan bukan hanya mendengar untuk melupakannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya tersebut.
Jelas sekali, ketaatan kepada Allah akan mendatangkan kebahagiaan dalam hidup kita.
Kita perlu berhati-hati dengan kebiasaan berpikir dan berbicara kita yang sering mengatakan, bahwa mentaati firman Tuhan itu sulit sekali. Memang tidak bisa disangkal, bahwa ada kesulitan untuk mentaati firman Tuhan. Tetapi bukankah kita harus berpikir bahwa jika Allah menghendaki kita untuk mentaati firman-Nya, Dia pasti akan menolong kita agar mampu melakukannya? Jadi, marilah berpikir benar, terkadang memang sangat tidak mudah untuk mentaatai firman-Nya dalam segala situasi dan kondisi yang kita hadapi, tetapi Allah pasti menolong dan memampukan kita. Ya, Dia bahkan sudah menolong melalui Roh Kudus yang ditempatkan-Nya dalam hati kita.
Akhirnya, apakah ketaatan tersebut? Ketaatan adalah, menuruti tanpa syarat segala perintah-Nya. Ketaatan adalah, tetap berpegang kepada kebenaran, dalam segala situasi, baik diwaktu susah maupun diwaktu senang.
Jadi, kita bisa simpulkan, ketaatan adalah menuruti segala perintah-Nya secara konsisten. Dan motif utamanya adalah karena kita mengasihi Dia.
Saudaraku, Tuhan lebih memperhatikan dan mengharapkan ketaatan kita dari pada kesuksesan kita. Maksudnya, dalam hidup ini kita bisa saja dianggap sebagai orang yang berhasil dalam pendidikan, dalam pekerjaan, dalam usaha dan sebagainya, tetapi apakah Tuhan menganggap kita sebagai orang yang taat kepada-Nya?
Mereka yang taat akan menjadi orang percaya yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Rumah yang ketika dilanda hujan, angin dan banjir tidak roboh melainkan tetap kokoh. Benar, mereka yang taat adalah orang yang bijaksana dan kuat. Karena itu belilah kebenaran melalui ketaatan kita dan jangan menjualnya lagi.
Saya, Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
BELILAH KEBENARAN (bag.5)
Cara kedua kita membeli kebenaran dan hidup di dalamnya adalah dengan mempergunakan seluruh waktu kita sebagai bayarannya.
Efesus 5:16, mengatakan, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
Saudaraku, kita hidup di dalam waktu, kita hidup dengan mempergunakan waktu dan jangan lupa hidup kita di dunia ini juga dibatasi oleh waktu. Mempergunakan seluruh waktu kita untuk membeli kebenaran berarti kita memprioritaskan waktu tersebut untuk kita pakai sebagai "uang" pembayarannya.
Kita ambil contoh Yesus Kristus, Tuhan kita dalam mempergunakan waktu-Nya untuk berdoa.
Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana. Tetapi Simon dan kawan-kawannya menyusul Dia; waktu menemukan Dia mereka berkata: "Semua orang mencari Engkau." Markus 1:35-37
Kita tidak tahu berapa lama waktunya Yesus berdoa, tetapi jika kita memperhatikan bahwa Simon dan kawan-kawannya menyusul Dia, berhubung dengan banyaknya orang yang mencari Dia, dan kemungkinan besar sudah menunggu Dia, maka kita tahu bahwa cukup lama Tuhan Yesus berdoa, sebab Dia memulainya pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap.
Saya mempunyai teman seorang missionaris dari Amerika yang tinggal di suatu dusun terpencil di Mentawai, tepatnya di daerah Siberut Barat Daya. Dia biasa bangun dan memulai aktivitas doanya dan belajar menyelidiki firman Tuhan mulai dari jam 4 pagi sampai selesai nanti jam 8 pagi.
Oleh kemurahan Tuhan sejak awal tahun ini saya berlatih untuk belajar memperkatakan firman Tuhan setiap satu jam satu kali. Itu saya lakukan mulai dari jam 8 pagi sampai dengan jam 10 malam. Saya setel alarm di smartphone saya untuk berdering setiap satu jam satu kali. Setiap alarm berdering, maka untuk sesaat saya mulai memuji Tuhan, berterima kasih untuk hari dan waktu yang Dia sudah berikan kepada saya, lalu saya mulai memperkatakan firman-Nya yang saya hafalkan. Sering saya akhiri dengan mendoakan satu keluarga jemaat lalu saya tutup dengan mengatakan,”Terima kasih Tuhan, firman-Mu hidup, firman-Mu berkuasa, firman-Mu ajaib, firman-Mu memberi aku kemenangan. Amin!
Saudaraku aktivititas itu biasanya berlangsung tidak lebih dari 1 sampai dengan 1 setengah menit. Saya mencoba mempegunakan waktu sedemikian rupa supaya saya dapat mengingat, merenungkan dan memperkatakan firman Tuhan sesering mungkin. Hasilnya, firman itu bekerja luar biasa dan menolong saya untuk tetap bersukacita di tengah segala tantangan di dalam hidup maupun pelayanan yang Tuhan percayakan.
Waktu yang Tuhan beri hanya bisa kita pergunakan, karena itu pergunakanlah waktu sebagai bayaran termahal agar kita selalu terhubung secara nyata dengan Tuhan dan firman-Nya.
Saudaraku, sebelum kita mengenal Tuhan, betapa banyaknya waktu kita sia-siakan dengan memakainya 100 persen untuk perkara-perkara yang fana. Sekarang kita perlu menebusnya dengan sungguh-sungguh menggunakannya untuk melakukan kehendak-Nya. Waktu yang telah kita lewati tak bisa diulang, sementara besok belum tentu kita jelang, karena itu gunakanlah waktu kita sekarang, sebagai bayaran untuk membeli kebenaran.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan sorga mulai dari rumah kita.
BELILAH KEBENARAN (bag.4)
Saudaraku, bagaimanakah caranya kita membeli kebenaran tersebut?
1. Kita membelinya melalui hati yang sedia terbuka menerima firman itu.
Dalam 1 Tesalonika 1:6, rasul Paulus menulis :
Dan kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan; dalam penindasan yang berat kamu telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus,
Sekalipun jemaat di Tesalonika mengalami penindasan yang berat, mereka tetap menerima firman itu dengan sukacita, sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Menerima firman dalam penindasan yang berat menunjukkan kesediaan hati mereka untuk membeli firman tersebut berapapun harga yang harus mereka bayar.
Sebagai akibatnya ayat selanjutnya mengatakan, “sehingga kamu telah menjadi teladan untuk semua orang yang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya. Karena dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah, sehingga kami tidak usah mengatakan apa-apa tentang hal itu. 1 Tes.1:7-8
Ada sedikitnya dua hal penting di catat dalam dua ayat tersebut, yakni mereka menjadi teladan bagi semua orang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya. Mengapa? Karena dari antara mereka firman Tuhan bergema ke seantero dunia, dalam wujud iman yang disertai perbuatan.
Jika memakai bahasa Amsal 4:23, dari dalam hati jemaat di Tesalonika terpancar kehidupan yang dapat dilihat dan didengar oleh banyak orang.
Jika membandingkanya dengan perumpamaan empat macam tanah hati yang ditaburi benih, maka hati jemaat di Tesalonika adalah jenis tanah hati yang ke empat, yakni tanah hati yang baik.
Dalam Injil lukas 8: 15, Tuhan Yesus mengatakan :
Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan."
Hati yang mendengar – ya, kita harus mendengar dengan hati, dan bukan hanya dengan telinga – dan yang menyimpan firman itu dalam hati yang baik, artinya menjadikan firman itu pegangan dalam hidupnya, dia akan mengeluarkan buah. Apakah buah itu? Buah itu adalah kehidupan Yesus yang terpancar melalui kehidupan mereka. Ya, mereka yang sedia menerima firman itu dan menyimpannya dalam hati.
Sebagai catatan tambahan yang sangat penting adalah, buah itu dikeluarkan di dalam ketekunan, artinya melalui sebuah proses, tidak instan. Ketekunan itu juga bagian dari harga yang harus dibayar agar kebenaran itu menghasilkan buah yang banyak dan matang.
Jadi, kita membeli kebenaran tersebut dengan menyediakan hati kita menerima firman itu, menyimpannya dalam hati dan melakukannya dengan tekun.
Saudaraku, bukan dengan harta dunia kita membayarnya tetapi pertama-tama melalui kesediaan hati kita untuk menerimanya dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Kebenaran jauh lebih bernilai dari perak, emas ataupun permata. Mereka yang membeli dan tidak pernah menjualnya lagi akan berbahagia dengan perbuatannya.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
BELILAH KEBENARAN (bag.3)
1 Tim. 4:13, Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar.
Bertekun dalam membaca Kitab-kitab suci adalah sebuah disiplin penting di dalam upaya “membayar harga” agar kita beroleh pengetahuan akan kebenaran dan hidup di dalamnya. Jemaat yang mula-mula pun setiap hari bertekun dalam pengajaran rasul-rasul. Ini hanya contoh bahwa untuk beroleh pengetahuan akan kebenaran dan hidup di dalam kebenaran kita perlu membeli atau membayar harganya. Roh Kudus memberi dorongan yang kuat dalam hati kita untuk mentaati kebenaran dan kita bertindak melakukannya.
Saudaraku, mengapa kita harus membelinya?
1. Karena kebenaran melepaskan orang dari maut.
Amsal 11:4, mengatakan : Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut.
Banyak orang berusaha keras untuk mengumpulkan harta walaupun pada hari kemurkaan harta tersebut sama sekali tidak berguna. Harta tidak dapat melepaskan kita dari maut, dari ancaman neraka. Hanya kebenaranlah yang dapat melakukannya. Kebenaran yang menuntun kita kepada pertobatan dan kesetiaan kita mengiring Tuhan.
2. Kebenaran sejati membawa orang menuju hidup.
Amsal 11:19 mengatakan : Siapa berpegang pada kebenaran yang sejati, menuju hidup, tetapi siapa mengejar kejahatan, menuju kematian.
Kebenaran manusia seperti kain larah, seperti kain kotor, kata firman Allah. Kebenaran manusia sudah tercemar karena dosa. Hanya kebenaran Allah atau kebenaran dari Allah saja adalah kebenaran sejati. Kebenaran dari Allah membawa seseorang menuju hidup. Hidup yang berkelimpahan selama di bumi ini dan dalam kekekalan kelak bersama dengan Tuhan.
3. Kebenaran meninggikan derajat manusia bahkan sebuah bangsa.
Amsal 14:34, “Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa.
Derajat atau martabat sebuah bangsa ditentukan oleh nilai-nilai kehidupan yang dipegangnya. Jika nilai-nilai yang dipegangnya adalah firman Tuhan, maka kebenaran firman Tuhan itu akan meninggikan derajatnya. Jangan pernah membangun derajat kita atau derajat bangsa kita di atas harta, kepandaian atau sanjungan manusia, hal-hal yang mudah berubah dan tidak tahan uji. Mari kita bangun derajat kita sendiri dan martabat bangsa kita di atas kebenaran firman Allah saja.
4. Kebenaran adalah firman-Nya menguduskan kita.
Yohanes 17:17, mengatakan, ”Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.”
Dikuduskan berarti dipisahkan dari dunia dan segala keduniawiannya. Dipisahkan dari nilai-nilainya yang bertentangan dengan firman Tuhan.Inilah bagian yang Allah rindukan dalam hidup kita. Sesudah kita menerima Kristus maka hal yang paling Dia rindukan adalah kita terus menerus dikuduskan melalui pembaharuan pikiran kita. Sebab mereka yang dibaharui atau dikuduskan pikirannya oleh firman akan dikuduskan juga seluruh kehidupannya.
Saudaraku, belilah kebenaran, karena hanya kebenaran yang dapat menghantar kita kepada kekekalan bersama dengan Kristus, kekasih jiwa kita.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
BELILAH KEBENARAN (bag.2)
Saudaraku, kita diselamatkan karena anugerah oleh iman. Dikatakan sebagai anugerah semata karena sesungguhnya kita tidak pantas untuk menerimanya, sebagai akibat dari segala pemberontakan kita. Sementara dari pihak Allah sendiri tidak memiliki kewajiban untuk memberikan keselamatan itu kepada kita.
Jika Ia tidak memberikan Anak-Nya sendiri sebagai korban pendamaian bagi kita, maka kita tidak dapat menuntut atau menyalahkan diri-Nya. Ia berhak memutuskan segala sesuatu berdasarkan kehendak-Nya sendiri. Namun di dalam kasih-Nya yang besar Ia memutuskan untuk melanjutkan rencana-Nya yang kekal bagi kita manusia dengan mengutus Anak-Nya sebagai korban pengganti untuk menebus hutang dosa kita.
Jadi, keselamatan memang kita terima dengan cuma-cuma berdasarkan korban Kristus di kayu salib, tetapi untuk memperoleh pengetahuan akan kebenaran dan hidup dalam kebenaran tersebut dibutuhkan hasrat yang kuat dan pengorbanan kita untuk membayarnya. Kata “belilah kebenaran” menunjukkan dua hal tersebut.
1. Dibutuhkan hasrat yang kuat untuk beroleh pengetahuan akan kebenaran dan hidup di dalamnya. Hal ini dikerjakan oleh Allah Roh Kudus sendiri di dalam hidup kita.
Filipi 2:12-13, mengatakan :
Haisaudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir,
karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.
Allah yang menyelamatkan kita telah menempatkan Roh-Nya di dalam diri kita agar kita senantiasa taat untuk mengerjakan keselamatan tersebut dengan takut dan gentar. Roh Allah itulah yang memberikan dorongan dan hasrat yang kuat agar kita merindukan kebenaran firman Allah dan mentaatinya. Dialah yang memberikan kehausan itu kepada kita seperti seorang anak haus akan air susu yang murni dari ibunya. Kehausan akan firman Allah ini juga merupakan bukti otentik bahwa seseorang telah mengalami proses kelahiran baru di dalam hidupnya.
2. Harga yang kita sendiri harus sedia untuk membayarnya.
Kisah Para Rasul 17:11, mengatakan: Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.
Dokter Lukas mencatat, bahwa hati orang-orang Yahudi di Berea lebih baik dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika. Mereka bukan hanya menerima firman Tuhan dengan segala kerelaan hati tetapi – inilah yang sangat penting untuk dicatat – setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui atau membuktikan bahwa apa yang dikabarkan oleh para rasul itu benar demikian. Maksudnya, apakah benar-benar sesuai dengan Kitab Suci.
Alangkah indahnya sikap hati orang-orang Yahudi di Berea tersebut. Saya percaya, Roh Kuduslah yang memberikan dorongan kepada mereka untuk menerima firman Tuhan dan kehausan untuk menyedikinya. Dan mereka menuruti dorongan Roh Kudus dengan membayar harganya, yaitu menyelidiki Kitab Suci setiap hari. Ya, menyelidiki Kitab Suci setiap hari!
Saudaraku, hasrat yang dikerjakan oleh Roh Kudus dan kesediaan kita membayar harga dengan menyelidiki Kitab Suci setiap hari akan membawa kita beroleh pengetahuan akan kebenaran dan hidup dalam kebenaran tersebut.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
BELILAH KEBENARAN (bag.1)
Amsal 23:23 mengatakan, ”Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian.
Saudaraku, apakah kita pernah berpikir, bahwa untuk apa yang namanya kebenaran kita perlu membelinya? Apakah kita juga pernah berpikir bahwa kita bisa “menjual” kebenaran tersebut? Sehingga penulis Amsal mengatakan, ”Belilah kebenaran dan jangan menjualnya”. Saya menegaskan, belilah kebenaran dan jangan pernah sekali-kali kita menjualnya. Mengapa?
Karena dalam hidup ini ada satu hal yang kita hanya boleh membelinya dan tidak boleh sama sekali untuk menjualnya. Sebab jika kita menjualnya, maka sesungguhnya kita sedang menjual hidup kita ke dalam tangan si Pencoba.
Apakah yang dimaksud dengan kebenaran di sini?
1. Pengetahuan akan kebenaran.
Di dalam 1 Timotius 2:3-4, dikatakan, ”Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.
Saudaraku, adalah kehendak Allah supaya semua orang diselamatkan, tetapi tidak berhenti sampai di situ. Setelah diselamatkan Allah menghendaki agar semua orang juga memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Jadi, Allah ingin semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.
Yang dimaksud pengetahuan akan kebenaran di sini bukanlah penngetahuan yang diterima berdasarkan kesanggupan otak kita untuk memahaminya, atau menjadi sekadar pengetahuan saja, melainkan pengetahuan yang mendatangkan perubahan hidup melalui pembaharuan pikiran. Sebagaimana yang ditulis dalam Roma 12:2,
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
Pengetahuan akan kebenaran akan mendatangkan pembaharuan dalam pikiran dan akan mengubah kehidupan kita.
2. Kebenaran yang dimaksud adalah : hidup dalam kebenaran.
Tidak cukup memperoleh pengetahuan akan kebenaran, kita juga harus menyatakan perubahan yang dihasilkan melalui pengetahuan tersebut, dengan hidup di dalam kebenaran, bahkan tetap hidup dalam kebenaran.
Rasul Yohanes mengatakan dalam suratnya, 3 Yohanes 1:3-4,
Sebab aku sangat bersukacita, ketika beberapa saudara datang dan memberi kesaksian tentang hidupmu dalam kebenaran, sebab memang engkau hidup dalam kebenaran. Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran.
Rasul Yohanes sebagai seorang penatua, sangat bersukacita mendengar kesaksian dari beberapa saudara yang datang kepada dirinya mengenai Gayus, anak rohaninya, yang hidup dalam kebenaran, yang dia sendiri telah tahu sebelumnya bahwa Gayus memang hidup dalam kebenaran. Inilah sukacita seorang hamba Tuhan, sukacita seorang gembala sidang bahkan sukacita Tuhan Yesus sendiri ketika jemaat hidup dalam kebenaran. Sungguh, tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa orang-orang yang kita layani hidup dalam kebenaran.
Saudaraku, belilah pengetahuan akan kebenaran dan hiduplah dalam kebenaran tersebut. Itu adalah hidup yang indah dan penuh makna di tengah arus zaman di mana banyak orang meninggalkan kebenaran, hanya demi kekayaan materi atau kesenangan duniawi.
Saya Theo Barahama, mari gemakan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.
Renungan pagi : ULAM DAN ANAK-ANAKNYA
1 Tawarikh 8: 38-40, Azel mempunyai enam orang anak, dan inilah nama-nama mereka: Azrikam, Bokhru, Ismael, Searya, Obaja dan Hanan. Itulah sekaliannya anak-anak Azel.
Anak-anak Esek, saudaranya, ialah Ulam, anak sulungnya, lalu Yeush, anak yang kedua, dan Elifelet, anak yang ketiga.
Anak-anak Ulam itu adalah orang-orang berani, pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, pemanah-pemanah; anak dan cucu mereka banyak: seratus lima puluh orang. Mereka semuanya itu termasuk bani Benyamin.
Siapakah yang mengenal nama Ulam? Siapakah Esek, ayah dari Ulam? Ada juga nama Azel, saudara dari Esek. Nama-nama yang sangat asing bagi kita. Sekalipun demikian catatan mengenai Ulam sangat membanggakan, karena anak-anaknya adalah orang-orang yang berani, para pahlawan yang gagah perkasa.
Saya percaya anak-anak yang berani, pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa tidak terbentuk dengan sendirinya. Ini bicara karakter yang tidak selalu bisa dijumpai di dalam diri anak-anak di dalam setiap keluarga. Mereka juga pemanah-pemanah, yang sangat handal, sehingga hal itu disebutkan untuk memberitahu kita, betapa mereka memiliki keahlian yang mumpuni.
Anak-anak Ulam adalah anak-anak yang memiliki karakter sekaligus keahlian yang patut dibanggakan. Apakah yang dapat kita katakan tentang hal ini? Seorang hamba Tuhan pernah membuat sebuah pernyataan, ”Keahlian bisa membawa orang ke puncak tetapi hanya karakter yang dapat mempertahankannya.”
Sangat penting bagi kita orang tua untuk memahami bahwa tidak cukup menolong anak-anak memiliki kepandaian, kecerdasan, pengetahuan yang tinggi dan keahlian yang mumpuni. Lebih dari semua itu anak-anak kita memerlukan karakter yang kuat agar keahlian mereka berguna bagi banyak orang dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan.
Salah satu karakter Kristus yang perlu kita teladankan kepada anak-anak kita adalah kerendahan hati. Filipi 2:3b, mengatakan : “Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri.”
Orang yang rendah hati adalah mereka yang menganggap orang lain lebih utama dari dirinya sendiri. Mereka mencari dan mendahulukan kepentingan orang lain. Saya yakin, dasar dari karakter yang terpuji ini adalah kasih akan Allah!
Saudaraku, tidak perlu berusaha menjadi orang yang dikenal oleh banyak orang, tetapi berusahalah untuk menghasilkan buah kehidupan yang dapat dirasakan oleh orang banyak melalui anak-anak kita. Sebab anak-anak kita membawa nama kita sebagai orang tua, entah nama baik yang mendatangkan rasa hormat atau nama buruk yang membusukkan nama kita.
Mazmur 127 :3-5; mengatakan : _Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.
Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.
Ulam, sangat tidak dikenal, tetapi ia adalah orang yang berbahagia karena telah membuat anak-anaknya seperti anak-anak panah di tangan pahlawan.
Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga dari rumah kita.
Renungan pagi : SYEMA ISRAEL
Orang Israel menyebut Ulangan 6:4-9 sebagai syema. Kata syema berarti “mendengar dengan sungguh-sungguh dan menaatinya”. Syema ini begitu penting, sehingga mereka menuliskannya dalam potongan-potongan kecil perkamen, lalu dimasukan ke dalam kotak kulit kecil yang disebut teffilin. Teffilin ini diikatkan di lengan kanan dan dahi saat seorang pria Israel berdoa pada pagi hari dan ditempelkan di tiang pintu rumah.
Alkitab merumuskan pengakuan iman umat Allah dengan rumusan yang diungkapkan demikian: “Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” Pengakuan iman ini bukanlah rumusan Musa sebagai hasil pemikirannya, melainkan didasarkan atas pengalaman-pengalaman Musa dan pengalaman-pengalaman umat Israel sendiri, sejak Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya kepada Israel dan melepaskan Israel dari tanah perhambaan di Mesir. Di sepanjang sejarah, dari Mesir hingga di dataran Moab itu, yang kira-kira 40 tahun lamanya, Tuhan Allah telah memperkenalkan diri-Nya kepada Israel dan telah membuktikan kepada mereka dengan firman dan karya-Nya, siapa diri-Nya. Di sini diakui, bahwa Allah Israel adalah TUHAN atau YHVH.
Dengan nama ini Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai sekutu Israel. Sebagai sekutu Israel, Tuhan Allah adalah Allah yang setia, yang memenuhi segala janji-Nya. Dengan mengingatkan kepada nama itu, Musa bermaksud menekankan, bahwa TUHAN adalah setia, yang benar-benar telah memegang teguh kepada apa yang telah difirmankan dan diperbuat-Nya.
“Dengarlah hai orang Israel, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa! Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
Ayat ini merupakan suatu pengakuan iman yang wajib dilakukan setiap pagi dan malam, sesuai dengan tradisi Yudaisme.
Perkataan “kasihilah Tuhan Allahmu”, berarti menuruti segala perintah-Nya dengan tekad yang bulat, menaruh perhatian secara penuh kepada kepentingan-kepentingan Tuhan, dengan mengutamakan apa yang Tuhan kehendaki.
Perkataan “dengan segenap hati”, berarti menyerahkan segala proses pemikiran, perasaan, keputusan kita kepada Tuhan, untuk dituntun dan dimanfaatkan demi tercapainya kehendak Tuhan.
Perkataan “dengan segenap jiwamu”, berarti menundukkan serta mengabdikan segala perkara dan keinginan kita kepada kehendak Tuhan, sehingga segenap potensi serta perasaan yang ada di dalam diri kita menjadi sarana terlaksananya kehendak Tuhan.
Sedangkan perkataan “dengan segenap kekuatanmu” berarti bertindak sekuat tenaga untuk menegakkan hal-hal yang dituntut oleh firman Tuhan, serta tidak berbuat hal-hal yang dilarang olehNya.
Pengertian-pengertian ini menunjukkan bahwa bangsa Israel diminta oleh Tuhan untuk mengasihi, melayani, dan menaati Tuhan dengan segenap hati dan jiwa mereka. Melalui syema, Israel diajar untuk memilih persekutuan yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama. Seluruh aspek kehidupan Israel didasari oleh hubungan cintanya dengan Tuhan. Di dalam cinta ini terkandung komitmen dan kesetiaan yang menyeluruh dan total.
Syema ini:
1. Harus tertanam dalam hati orang Israel (ay. 6);
2. Harus tertanam dalam hati anak-anak Israel (ay. 7);
3. Harus menjadi bagian hidup sehari-hari mereka (ay. 7);
4. Harus menjadi identitas pribadi mereka (ay. 8); dan
5. Menjadi identitas keluarga serta masyarakat Israel (ay. 9).