
JANGAN JUAL KEBENARAN ITU (bag.1)
Kembali kita membaca Amsal 23:23a, Belilah kebenaran dan jangan menjualnya.
Setelah kita belajar mengenai makna membeli kebenaran dan dengan cara bagaimana kebenaran itu kita beli supaya menjadi milik kita selamanya, maka nasihat berikutnya adalah jangan menjualnya. Ya, jangan pernah menjual kebenaran itu.
Di dalam Injil Lukas, ada catatan yang menarik tentang Martha yang sibuk melayani Tuhan Yesus dengan tangannya, dan Maria yang melayani melalui duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya.
Lukas 10:41-42
Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya."
Sikap Maria yang duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, adalah sikap seorang hamba yang sangat menghormati tuannya, dan siap menerima dengan hati terbuka perkataan tuannya serta sedia untuk melakukannya. Sebuah sikap hati yang teramat indah, yang seharusnya kita pun sangat menginginkannya. Sikap ini juga menunjukkan bagaimana cara “membeli atau membayar harga” untuk sebuah kebenaran.
Menghargai sikap Maria tersebut Tuhan mengatakan bahwa, Maria sesungguhnya telah memilih bagian yang terbaik, yakni firman-Nya, yang tidak akan diambil dari padanya. Perkataan Tuhan ini menunjukkan, bahwa jika seseorang dengan hati yang terbuka menerima firman-Nya dan siap mentaatinya, maka firman itu tidak akan pernah diambil lagi dari padanya. Firman itu akan menjadi miliknya. Menjadi hartanya yang sangat berharga. Dan tidak ada seorangpun bisa mengambilnya, kecuali dirinya sendiri yang “menjualnya”.
Menjual, berarti menukar dengan sesuatu, entah sesuatu yang lebih berharga atau sebaliknya. Jika yang dijual adalah kebenaran, jelas ia ditukar dengan sesuatu yang lebih rendah nilainya, sebab adakah sesuatu yang lebih bernilai dari kebenaran?
Yesaya 32:17, mengingatkan kita, Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.
Hanya kebenaran yang menghasilkan ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya. Adakah yang lebih berharga dari ketenangan dan ketenteraman yang dihasilkan oleh kebenaran?
Karena itulah ketika seseorang menjual kebenaran, sesungguhnya dia sedang menukarnya ketenangan hidupnya dengan perkara-perkara dunia yang lebih banyak menggellisahkan hati.
Pertanyaannya, bagaimana seseorang bisa menjual kebenaran? Belajar dari sikap Esau terhadap hak kesulungannya, seseorang bisa saja menganggap ringan firman Tuhan karena tergoda oleh suatu keinginan yang bersifat badani.
Jadi ada dua situasi di mana seseorang bisa menjual kebenaran, yakni, sikapnya yang memandang ringan kebenaran dan godaan yang datang dari luar. Esau, terpicu oleh rasa lapar dan bau masakan kacang merah dari Yakub, maka untuk sesaat dia lupa bahwa hak kesulungannya tidaklah pantas untuk ditukar dengan sepiring makanan. Alkitab mengatakan bahwa itu adalah nafsu yang rendah, menukar hak kesulungan dengan sepiring makanan.
Saudaraku, berapa banyak orang Kristen menukar kebenaran, misalnya, tentang hal bersekutu intim dengan Tuhan, dengan cara duduk dekat kaki Tuhan, berdoa dan mendengarkan firman-Nya hanya karena sepiring makanan? Untuk sesuatu yang sangat prinsip dalam kehidupan orang percaya ini, mereka seperti tidak punya waktu.
Banyak orang Krsten yang tanpa sadar sedang menunjukkan melalui cara hidup mereka, bahwa sepiring makanan jauh lebih berharga dari pada menyediakan waktu untuk bersekutu intim dengan Tuhan. Bagaimana dengan Saudara?