Home
Categories
EXPLORE
History
Business
News
Society & Culture
Education
True Crime
Technology
About Us
Contact Us
Copyright
© 2024 PodJoint
Loading...
0:00 / 0:00
Podjoint Logo
UA
Sign in

or

Don't have an account?
Sign up
Forgot password
https://is1-ssl.mzstatic.com/image/thumb/Podcasts116/v4/44/33/16/443316a9-1f5c-ca10-dd8c-011d4410bd07/mza_9857513872187143203.png/600x600bb.jpg
Radio Rodja 756 AM
Radio Rodja 756AM
9 episodes
4 days ago
Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.
Show more...
Islam
Religion & Spirituality
RSS
All content for Radio Rodja 756 AM is the property of Radio Rodja 756AM and is served directly from their servers with no modification, redirects, or rehosting. The podcast is not affiliated with or endorsed by Podjoint in any way.
Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.
Show more...
Islam
Religion & Spirituality
Episodes (9/9)
Radio Rodja 756 AM
Takbir Intiqal (Perpindahan Gerakan dalam Shalat)

Takbir Intiqal (Perpindahan Gerakan dalam Shalat) ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 18 Muharram 1447 H / 14 Juli 2025 M.



Kajian sebelumnya: Disyariatkannya Membaca Suratan Setelah Al-Fatihah







Kajian Tentang Takbir Intiqal (Perpindahan Gerakan dalam Shalat)



Sebagaimana yang kita ketahui bersama, shalat adalah sebuah ibadah yang menggabungkan beberapa unsur aktivitas, yaitu aktivitas lisan, gerakan tubuh dan juga hati.



Unsur Yang pertama adalah aktivitas lisan. Contohnya, mengucapkan Allahu akbar, membaca doa iftitah, membaca Surah Al-Fatihah, dan membaca surah lainnya setelahnya. Ini disebut sebagai aktivitas lisan (dalam shalat).



Unsur yang kedua adalah aktivitas gerakan tubuh. Contohnya berdiri, mengangkat tangan ketika takbiratul ihram, rukuk, i’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud. Inilah yang disebut sebagai aktivitas gerak tubuh (dalam shalat).



Unsur yang ketiga adalah aktivitas hati. Contohnya ikhlas, dan khusyuk di dalam shalat.



Ketika tubuh bergerak, berpindah dari satu gerakan ke gerakan lain, disunahkan untuk mengucapkan Allahu akbar. Contohnya, ketika akan rukukdari posisi berdiri kemudian berpindah ke posisi rukuk maka disunahkan untuk mengucapkan Allahu akbar. Inilah yang diistilahkan dengan takbīr al-intiqāl (تَكْبِيرُ الإِنْتِقَال), yang berarti takbir saat perpindahan gerakan.



Ketika mengucapkan takbir ini, apakah suaranya dikeraskan atau tidak? Jika dalam posisi sebagai makmum, maka yang terpenting adalah mulut bergerak dan ucapan takbir terdengar oleh diri sendiri. Namun, jika dalam posisi sebagai imam baik saat shalat jahriah maupun sirriah maka imam disunahkan untuk mengeraskan takbir. Tujuannya agar makmum dapat mengikuti (perpindahan gerakan shalat dengan tepat). Itulah yang dicontohkan oleh Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam . Sebagaimana dituturkan oleh seorang sahabat yang dikenal dengan julukan Abu Saʿid al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau berkata:



“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengeraskan takbir saat mengangkat kepalanya dari sujud, saat sujud, saat bangkit dari sujud, dan ketika bangkit dari dua rakaat.” (HR. Bukhari)



Jadi, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengeraskan bacaan takbir. Mengapa? Karena beliau dalam posisi sebagai imam. Mengeraskan suara ketika menjadi imam juga melihat situasi dan kondisi apabila suara imam kurang keras makan boleh menggunakan alat bantu speaker agar suara bisa menjadi lebih keras sehingga dapat didengar oleh makmum.



Kemudian, ketika mengucapkan takbir, hendaklah disertai dengan gerakan tangan. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seperti yang dituturkan oleh sahabat beliau, ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu.



Beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  mengangkat kedua tangannya sejajar dengan pundaknya (ketika shalat), ketika rukuk, saat bangkit dari rukuk.” (HR. Bukhari dan Muslim)



Dalam riwayat lain disebutkan:



“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika memulai shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan telinganya.” (HR. Muslim)



Show more...
4 days ago
39 minutes 15 seconds

Radio Rodja 756 AM
Menuntut Ilmu adalah Akar Dakwah Salaf

Muqaddimah Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah adalah ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada Sabtu, 16 Muharram 1447 H / 12 Juli 2025 M.







Kajian Tentang Sebab Utama Penulisan Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah



Pokok-pokok dakwah salaf disebutkan oleh Abdul Karim Rahimahullahu Ta‘ala. Beliau berkata: “Perhatian terhadap menuntut ilmu syar‘i dan belajar agama ini adalah pokok dakwah salaf.”



Mengapa demikian? Karena dakwah adalah ajakan kepada umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan hadits dengan pemahaman para Salafush Shalih, ototmatis dakwahnya mengajak kepada ilmu syar‘i berdasarkan Al-Qur’an dan hadits. Dengan demikian, pokok pertama dari dakwah salaf adalah perhatian yang besar terhadap menuntut ilmu syar‘i dan memahami agama.



Di mana saja dakwah salaf muncul, maka harus ada perhatian terhadap penuntutan ilmu syar‘i. Kelompok-kelompok yang mengaku mengikuti dakwah salaf wajib memberikan perhatian besar terhadap belajar agama Islam. Bukan sekadar berkumpul, membentuk komunitas demi komunitas, lalu membuat kelompok-kelompok baru, tetapi tidak memiliki kaitan erat dengan menuntut ilmu syar‘i dan belajar agama. Apabila demikian, maka pengakuan itu adalah dusta.



Penulis berkata: “Maka Ketika kebanyakan dari jamaah-jamaah Islam pada zaman ini, terpisah dari ilmu syar‘i. Dan juga ketika mayoritas pengikutnya terpisah dari ilmu syar‘i, maka sesungguhnya dakwah salaf mendahulukan penuntutan ilmu syar‘i dan memberikan perhatian besar terhadap menuntut ilmu syar’i dengan perhatian yang sangat besar. Karena dia adalah landasan yang kokoh, yang dibangun di atasnya dakwah dan ditegakkan atasnya ibadah, dan tidak akan tegak keimanan (Aqidah) kecuali dengan ilmu syar’i. Bukan sekedar ibadah tapi yang benar sehingga diterima oleh Allah.



Ajakan kepada umat islam untuk ajakan kepada umat Islam untuk mentauhidkan Allah untuk beribadah sesuai dengan sunnah untuk bermuamalah berdasarkan Islam untuk beradab dan berakhlak sesuai dengan syariat yang dibawa oleh Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, itu semua tidak bisa didapatkan kecuali landasannya adalah ilmu syar’i.



Ini adalah sebab yang pertama: seseorang tidak bisa berdakwah tanpa ilmu. Orang yang tidak memiliki sesuatu tidak bisa memberi apa-apa. Maka, jangan pernah berdakwah tanpa ilmu. Barang siapa yang tidak berilmu, jangan berdakwah. Karena dakwah yang benar adalah dakwah dengan ilmu syar‘i, berdasarkan Al-Qur’an dan hadits yang dipahami oleh para salafus shalih. Itulah landasan yang kokoh tempat dakwah dibangun. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:



قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ۝١٠٨



“Katakanlah (Wahai Muhammad), ‘Ini adalah jalanku aku berdakwah kepada Allah, mengajak manusia untuk mengikuti jalan Allah di atas basirah (Ilmu Syar’i). Itulah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku. Mahasuci Allah dan aku tidak termasuk golongan orang-orang musyrik.’” (QS. Yusuf [12]: 108)



Kemudian diatas ilmu syar’i itulah ditegakkan ibadah. Karena ibadah adalah kewajiban kita. Tidaklah Allah menciptakan kita, kecuali dengan tujuan agar kita beribadah kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala:



Show more...
4 days ago

Radio Rodja 756 AM
Masbuk Saat Shalat Jum’at

Masbuk Saat Shalat Jum’at ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 18 Muharram 1447 H / 14 Juli 2025 M.







Kajian Tentang Masbuk Saat Shalat Jum’at



Shalat Jum’at itu dua rakaat. Ia bukan empat rakaat yang diringkas menjadi dua, tetapi memang pada asalnya merupakan shalat yang jumlah rakaatnya hanya dua. Hal ini berdasarkan hadits dari sahabat ‘Umar bin al-Khattab Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau berkata:



صَلَاةُ الْأَضْحَىٰ رَكْعَتَانِ، وَصَلَاةُ الْفِطْرِ رَكْعَتَانِ، وَصَلَاةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ، وَصَلَاةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ، تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَىٰ لِسَانِ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ



“Shalat Idul Adha dua rakaat, shalat Idul Fitri dua rakaat, shalat Jum’at dua rakaat, shalatnya seseorang yang sedang safar dua rakaat, shalat jumat dua rakaat, semuanya adalah shalat yang sempurna, bukan shalat yang diqasar, berdasarkan lisan Nabi kalian Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. An Nasa’i)



Di sini disebutkan lafaz “تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ”, yang artinya: shalat yang sempurna, bukan shalat yang diqasar.



Apa yang dianjurkan untuk dibaca dalam shalat Jum’at bagi seorang imam?



Terdapat dua pilihan. Pilihan pertama adalah membaca Surah Al-Jumu‘ah pada rakaat pertama, kemudian membaca Surah Al-Munafiqun pada rakaat kedua.



Hal ini berdasarkan hadis dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Suatu ketika, Abu Rafi‘ shalat Jum’at di belakang sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Ia mendengar bahwa Abu Hurairah membaca Surah Al-Jumu‘ah pada rakaat pertama, kemudian membaca Surah Al-Munafiqun pada rakaat kedua.



Setelah shalat, Abu Rafi‘ menemui Abu Hurairah saat beliau keluar dari masjid, lalu berkata: “Sungguh engkau telah membaca dua surah yang juga dibaca oleh ‘Ali bin Abi Thalib di Kufah.”



Maka Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu menjawab:



إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ بِهِمَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ



“Sungguh aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca kedua surah itu pada hari Jum’at.” (HR. Muslim)



Dalam shalat Jum’atnya, dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca Surah Al-Jumu‘ah pada rakaat pertama dan Surah Al-Munafiqun pada rakaat kedua. Hal ini berdasarkan penuturan sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, serta diamalkan pula oleh sahabat Abu Hurairah dan sahabat ‘Ali bin Abi Ṭalib Radhiyallahu ‘Anhum ajma‘in.



Di dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘Anhu, beliau beerkata:



كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَقْرَأُ في العِيدَيْنِ وفي الجُمُعَةِ بـ{سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى}، وَ{هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ}



“Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa membaca dalam shalat 2 Id (Idul Adha dan Idul Fitri) dan shalat Jum’atnya dengan membaca surah {Sabbihisma Rabbikal-A‘la} dan {Hal Ataka Haditsul-Ghasyiyah}.” (HR. Muslim)



Jadi, pilihan yang pertama ketika seorang imam memimpin shalat jum’at adalah membaca surah Al Jum’ah dan Al Munafiqun. Kemudian, pilihan yang kedua adalah membaca Surah Al A’la dan Al Ghasiyah. Namun,
Show more...
4 days ago
1 hour 6 minutes 50 seconds

Radio Rodja 756 AM
Keikhlasan

Keikhlasan merupakan kajian Islam yang disampaikan oleh: Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Amalan-Amalan Hati. Kajian ini disampaikan pada Jum’at, 15 Muharram 1447 H / 11 Juli 2025 M.







Kajian Tentang Keikhlasan



Begitu banyak dalam Al-Qur’an ayat yang memerintahkan untuk ikhlas. Begitu juga dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam . Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah menjelaskan dalil-dalil yang berbicara tentang masalah keikhlasan. Kemudian beliau menukil dari perkataan sebagian ulama salaf yang menjelaskan hakikat keikhlasan.



Di antara dalil yang beliau sebutkan, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala  dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:



وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ…



“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5)



حُنَفَآءَ dalam kondisi di mana mereka selalu mengarah kepada keikhlasan dan meninggalkan berbagai hal yang akan menudai keikhlasan itu. Inilah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.



Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:



قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ‎﴿١٦٢﴾‏ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ‎﴿١٦٣﴾



“Katakanlah  (Wahai Muhammad), ‘Sesungguhnya shalatku, penyembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (kepada-Nya).'” (QS. Al-An‘am [6]: 162–163)



Semua ibadah itu hanya untuk Allah. Karena Dialah Rabb yang menciptakan alam semesta ini, maka Dialah yang berhak untuk diibadahi. Tiada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana tiada sekutu dalam penciptaan langit dan bumi serta pengaturan seluruh urusan alam semesta, maka tidak ada sekutu bagi-Nya dalam ibadah. Itu adalah perintah Allah kepada Nabi-Nya. Maka, itulah hakikat keikhlasan.



Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:



الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ ‎﴿٢﴾‏



“Yaitu (Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang terbaik amalnya. Dia Maha perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2)



Kemudian Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah menukil perkataan Imam Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah yang menjelaskan makna dari firman Allah “أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا” (siapa di antara kalian yang terbaik amalnya). Kata beliau Rahimahullah, “Yang terbaik amalannya adalah yang paling ikhlas dan paling benar.” Beliau juga ditanya, “Apa itu amalan yang paling ikhlas?”



Beliau menjawab, “Sesungguhnya amalan apabila ikhlas, tulus, namun tidak benar, maka amalan tersebut tidak diterima. Apabila amalannya benar, tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Keikhlasan itu adalah bahwa amalan dilakukan semata-mata karena Allah. Sedangkan yang benar adalah amalan yang berlandaskan sunnah.”



Kemudian beliau membacakan firman Allah dalam surah Al-Kahfi ayat 110:



قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ‎﴿١١٠﴾‏



Show more...
5 days ago
1 hour 21 minutes 31 seconds

Radio Rodja 756 AM
Sebab Utama Penulisan Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah

Muqaddimah Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah adalah ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada Sabtu, 12 Dzulqa’dah 1446 H / 10 Mei 2025 M.







Kajian Tentang Sebab Utama Penulisan Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah



Penulis kitab, Syaikh Dr. Abdus Salam bin Barjas Al Abdul Karim, memulai dengan menyatakan, “Sungguh, dakwah salaf telah dibangun di atas beberapa landasan pokok yang memisahkannya dari kelompok-kelompok lain yang menyimpang dari jalan yang lurus.” Ini adalah sebuah permasalahan penting. Apabila pokok-pokok dakwah salaf ini menjadi pembeda antara dakwah salaf dengan dakwah-dakwah lainnya, maka menjadi penting untuk mengenalinya.



Penulis melanjutkan, “Telah mendorongku untuk mengumpulkan pokok-pokok dakwah salaf ini dua sebab yang sangat jelas.”



Sebab Pertama: Keterikatan Kelompok Menyimpang dengan Nama Salaf



Perkara pertama yang menjadi sebab penulisan kitab ini adalah adanya ketergantungan sebagian kelompok Islam yang bersifat hizbi (fanatik golongan) dan jauh dari manhaj salaf, dengan nama “salaf” yang suci dan mulia. Meskipun mereka bukan pengikut dakwah salaf, mereka menggunakan nama tersebut karena kemuliaannya.



Untuk memahaminya, perlu diketahui makna “salaf”. Secara bahasa, salaf berarti orang-orang yang mendahului dari para orang tua dan kerabat dalam hal usia dan keutamaan. Adapun secara istilah syariat, salaf adalah para sahabat, para tabi’in, dan para tabi’ut tabi’in, di mana generasi mereka berakhir pada abad ketiga Hijriah.



Istilah “salaf” ini bukanlah istilah baru, melainkan telah ada di dalam Al-Qur’an dan hadits. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



فَجَعَلْنَاهُمْ سَلَفًا وَمَثَلًا لِلْآخِرِينَ



“Maka Kami jadikan mereka sebagai salaf (pendahulu) dan permisalan bagi orang-orang yang datang kemudian.” (QS. Az-Zukhruf[43]: 56)



Begitu pula dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada putrinya, Fatimah radhiyallahu ‘anha:



نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ



“Sungguh, aku adalah salaf (pendahulu) yang terbaik bagimu.” (HR. Muslim)



Bahkan istilah “salafush shalih” (salaf yang shalih) juga terdapat dalam hadits. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menguburkan putra beliau, Ibrahim, beliau bersabda:



الْحَقْ بِسَلَفِنَا الصَّالِحِ



“Susullah salaf kita yang shalih (yaitu Utsman bin Mazh’un radhiyallahu ‘anhu).” (HR. Ath-Thayalisi)



Makna Hizbi dan Praktiknya



Yang dimaksud dengan hizbi adalah kepanatikan terhadap sebuah pemikiran tertentu yang menyelisihi Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu membangun loyalitas dan permusuhan di atas pemikiran tersebut. Seorang hizbi akan berkorban demi pemikiran tersebut, meskipun ia bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah.



Inilah sebab utama yang mendorong Syaikh Abdus Salam bin Barjas untuk menulis buku ini. Adanya kelompok-kelompok hizbi yang fanatik pada pemikiran menyimpang, namun menggunakan nama “salaf” untuk menarik pengikut.
Show more...
6 days ago

Radio Rodja 756 AM
Landasan Hidayah dalam Al-Fatihah

Landasan Hidayah dalam Al-Fatihah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Al-Fawaid. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A. pada Kamis, 14 Muharram 1447 H / 10 Juli 2025 M.







Kajian Islam Tentang Landasan Hidayah dalam Al-Fatihah



Surah Al-Fatihah merupakan sebaik-baik surah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan dalam Al-Qur’an. Seluruh kebaikan yang diperlukan untuk menyempurnakan kedudukan dan kemuliaan manusia telah terkandung secara sempurna dalam surah yang agung ini. Perhatikan firman Allah Subhanahu wa Taʿala pada awal Surah Al-Fatihah berikut ini:



﴿الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ۝ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ۝ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ﴾



“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Maha Pengasih, Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan.” (QS. Al-Fatihah [1]: 2–4)







Dalam tiga ayat pertama ini terkandung landasan pertama dari hidayah, landasan yang paling utama yaitu mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Dzat Maha Pencipta, Maha Pengatur alam semesta, serta mengenal nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Inilah puncak dari ilmu.



Tentu saja, inilah ilmu yang paling agung dan paling mulia dalam Islam secara mutlak. Sebab, ilmu ini menjadikan kita mengenal Dzat Yang Maha Agung, Maha Tinggi, dan Maha Besar. Inilah ilmu yang paling dibutuhkan oleh hati manusia untuk menjaga kehidupan dirinya, agar hati tetap hidup dan senantiasa memperoleh limpahan kebaikan. Mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sumber utama kehidupan hati. Karena itu, tiga ayat pertama dalam Surah Al-Fatihah ini mengandung landasan utama dari hidayah.



Bahkan, nama-nama Allah yang disebutkan dalam tiga ayat pertama Surah Al-Fatihah merupakan pokok dari nama-nama-Nya yang Maha Indah. Allah memiliki nama-nama yang Maha Indah. Di dalam hadits dikatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki 99 Asmaul Husna. Namun dalam hadits shahih yang lain disebutkan bahwa Allah memiliki nama-nama lain yang Dia khususkan pada ilmu gaib yang ada di sisi-Nya. Maka, nama-nama Allah lebih dari 99, dan setiap nama mengandung sifat. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak terbatas semuanya adalah sifat-sifat yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna.



Jadi, dasar dari nama-nama Allah disebutkan dalam tiga ayat pertama Surah Al-Fatihah. Seluruh makna dari nama-nama dan sifat-sifat Allah kembali kepada tiga nama-Nya yang Maha Agung, yaitu:



اللّٰهُ Allah



Nama اللّٰهُ (Allah) mengandung makna uluhiyyah, yaitu bahwa hak untuk diibadahi dan disembah secara mutlak hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.



الرَّبُّ Ar-Rabb



الرَّبُّ (Ar-Rabb) mengandung makna rububiyyah, yaitu bahwa Allah Subhanahu wa Taʿala adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan alam semesta, mengaturnya, memberikan rezeki kepada seluruh makhluk, menghidupkan, mematikan, dan membangkitkan pada hari kiamat. Karena itu, hanya Dia yang pantas disembah, satu-satunya, tanpa sekutu bagi-Nya.



الرَّحْمٰنُ Ar-Rahman



الرَّحْمٰنُ (Ar-Rahman) mengandung makna kasih sayang,
Show more...
1 week ago
47 minutes 13 seconds

Radio Rodja 756 AM
Membaca Al-Qur’an Dzikir Yang Paling Utama

Membaca Al-Qur’an Dzikir Yang Paling Utama adalah kajian Fiqih Do’a dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 12 Muharram 1447 H / 8 Juli 2025 M.







Kajian Tentang Membaca Al-Qur’an Dzikir Yang Paling Utama



Kata Syaikh Abdur Razzaq Hafidzahullah, sebaik-baiknya yang selayaknya seorang hamba berdzikir kepada Allah dengannya adalah membaca firman-firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena firman Allah itu adalah sebaik-baik ucapan. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  bersabda:



فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ



“Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah.” (HR. An-Nasa’i )



Allah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  berfirman:



لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ ۖ



“Tidak ada dalam Al-Qur’an kebatilan dari awal sampai akhir.” (QS. Fussilat [41]: 42)



Firman Allah itu adalah yang terbaik, yang paling bagus, yang paling benar, dan yang paling bermanfaat. Dia adalah wahyu Allah yang Allah turunkan, dan tidak ada padanya kebatilan, dari awal sampai akhir, dari depan sampai belakang. Al-Qur’an adalah kitab suci yang paling utama yang Allah turunkan kepada rasul yang paling utama.



Allah berfirman menjelaskan tentang kemuliaan Al-Qur’anul Karim dan keutamaannya. Dan tidaklah mereka mendatangkan perumpamaan kecuali kami datangkan dengan kebenaran dan penafsiran yang paling baik. Allah Subhanahu wa Ta’ala :



نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ



“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.” (QS. Yusuf [12]: 3)



Berkata Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “Itu merupakan perhatian yang besar terhadap kemuliaan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di mana beliau didatangi oleh Malaikat Jibril membawa Al-Qur’an, baik di waktu pagi maupun petang, saat safar maupun mukim. Setiap kali didatangi oleh Malaikat Jibril untuk membawa Al-Qur’an, maka tata caranya tidak sama dengan diturunkannya kitab-kitab suci sebelumnya. Dan tentunya, kedudukan ini lebih tinggi, lebih mulia, dan lebih agung dibandingkan seluruh para nabi dan rasul.”



Maka Al-Qur’an adalah kitabullah yang paling mulia dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam nabi Allah yang paling utama. Sesungguhnya keutamaan Al-Qur’an, kemuliaannya, dan ketinggian kedudukannya adalah perkara yang tidak tersembunyi bagi kaum muslimin. Setiap muslim, dan setiap orang yang di dalam hatinya terdapat keimanan, pasti akan memuliakan Al-Qur’anul Karim serta meyakini, dengan keyakinan yang sempurna, bahwa Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.



Al-Qur’an adalah kitab Allah Pencipta alam semesta. Ia merupakan firman-firman dari Pencipta seluruh alam semesta ini. Maka seharusnya kita mengagungkannya seagung-agungnya di dalam hati kita, dan memuliakannya semulia-mulianya.



Di dalam Al-Qur’an terdapat berita dan kisah tentang orang-orang sebelum kita. Allah menceritakan kisah-kisah yang penuh hikmah, penuh pelajaran, yang penting untuk kita petik. Dalam Al-Qur’an juga terdapat pengabaran tentang apa yang akan terjadi setelah kita, seperti munculnya di akhir zaman Yajuj dan Majuj.
Show more...
1 week ago

Radio Rodja 756 AM
Mendoakan Anak Yang Melakukan Kesalahan

Mendoakan Anak Yang Melakukan Kesalahan merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 12 Muharram 1447 H / 8 Juli 2025 M.







Kajian Tentang Mendoakan Anak Yang Melakukan Kesalahan



Di antara hal yang harus ditempuh dalam menyikapi perilaku negatif remaja adalah dengan mendoakan. Mendoakan jauh lebih baik daripada melontarkan kata-kata yang menyudutkan, merendahkan, atau menghinakan mereka. Kata-kata yang merendahkan akan membekas di hati, dan dampaknya bisa sangat buruk, terlebih jika kata-kata dari orang tua menyakiti hati anak. Boleh jadi, anak akan membalas dengan sikap serupa. Karena itu, ketika orang tua mengeluhkan kedurhakaan anaknya, bisa jadi tanpa disadari, merekalah yang sebenarnya telah ‘mendesain’ semua itu. Karena kesalahan orang tua dalam mendidik, maka seperti itulah balasan yang diterima.



Sebagaimana dikatakan, barangsiapa menabur angin, dialah yang akan menuai badai. Maka, di sini perlu kita tegaskan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh anak mungkin masih bisa dimaklumi, mengingat segala keterbatasan yang dimilikinya. Namun, ketika orang tua yang berbuat salah, hal itu jauh lebih sulit untuk dimaklumi.



Orang tua memiliki kematangan akal yang lebih dibandingkan anak-anak remaja. Oleh karena itu, orang tua harus berusaha meminimalisir kesalahan, bahkan sebisa mungkin menghindarinya, karena kesalahan yang dilakukan bisa berdampak fatal. Bisa jadi, kitalah yang akan menuai akibatnya di kemudian hari.



Maka, dalam upaya memperbaiki atau meluruskan perilaku negatif atau penyimpangan, yaitu dengan menempuh cara-cara yang berdampak positif, salah satunya dengan mendoakannya. Selain karena kata-kata doa dapat meluluhkan dan menjinakkan hati anak, kita juga berharap agar doa tersebut dikabulkan oleh Allah. Maka, ucapkanlah doa-doa yang baik, bukan doa-doa yang buruk seperti kutukan, laknat, atau sejenisnya. Doa yang dimaksud di sini adalah doa-doa positif, misalnya memohon agar anak diberi kemudahan dalam memahami ilmu, dibukakan hatinya untuk menerima kebenaran, dan dilembutkan hatinya agar cenderung kepada kebaikan. Doa orang tua untuk anak adalah salah satu doa yang mustajab. Maka, doakanlah mereka dengan kebaikan.



Kita perlu memperbaiki perilaku anak. Anak harus diberi pemahaman bahwa ia telah berbuat salah. Semua orang pasti pernah berbuat salah. Justru sangat keliru jika seseorang merasa dirinya tidak pernah bersalah. Sikap merasa selalu benar dan tidak pernah salah menunjukkan kedangkalan, bahkan kekerdilan akal, bila seseorang memiliki pandangan seperti itu. Maka, jadilah kita pribadi yang santun dan mau mendengarkan nasihat. Sebagaimana firman Allah:



ٱلَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ



“Yaitu orang-orang yang mendengarkan nasihat, lalu mengikuti yang terbaik darinya.” (QS. Az-Zumar (39): 18)



Maka, Anak-anak kita pun perlu kita bimbing agar tumbuh menjadi pribadi yang seperti itu. Agar Ia mau mendengarkan nasihat dan mengikuti yang terbaik darinya. Bagaimana caranya? Yaitu dengan meluruskan kesalahannya secara baik, melalui nasihat yang lembut, dengan cara yang penuh hikmah dan kebijaksanaan bukan dengan kemarahan atau pendekatan negatif lainnya.



Berusaha Untuk Memiliki Rasa Saling Percaya



Yang perlu dibangun adalah rasa saling percaya antara kita dan anak remaja.
Show more...
1 week ago
48 minutes 42 seconds

Radio Rodja 756 AM
Pelajaran dari Kisah Nabi Dawud

Pelajaran dari Kisah Nabi Dawud adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 11 Muharram 1447 H / 7 Juli 2025 M.



Kajian sebelumnya: Keutamaan Nabi Dawud







Kajian Tentang Pelajaran dari Kisah Nabi Dawud



Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah Nabi Dawud ‘Alaihis Salam:



Pertama, Kerajaan, hukum, dan kekhilafahan semua perkara ini berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala . Allah memberikan kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surah Shad ayat ke-26:



يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ…



“Wahai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan engkau khalifah di atas muka bumi.” (QS. Shad [38]: 26)



Allah berfirman kepada Nabi Dawud bahwa Dialah yang menjadikan Nabi Dawud sebagai khalifah di muka bumi. Maka yang dapat mengangkat seseorang menjadi raja atau pemimpin adalah Allah. Semua kembali kepada-Nya. Allah juga berfirman dalam Surah Shad:



وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ



“Dan Kami kuatkan kerajaannya. Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perkara.” (QS. Shad [38]: 20)



Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



قَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ



“Dawud membunuh Jalut. Lalu Allah memberinya kerajaan (kekuasaan) dan menganugerahkan hikmah, serta mengajarkannya apa yang Allah  kehendaki.” (QS. Al-Baqarah [2]: 251)



Kemudian, jika kita perhatikan Surah Ali ‘Imran ayat ke-26, sangat jelas bahwa Allah memberikan kerajaan kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ بِيَدِكَ ٱلْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ



Katakanlah: “Wahai Allah, raja dari segala kerajaan. Engkau menganugerahkan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan mencabut kerajaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau menghinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 26)



Dari sini kita mengetahui bahwa kerajaan, hukum, kekuasaan, dan kekhilafahan adalah perkara-perkara yang kembali kepada kehendak Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan tidak memberikan kepada siapa yang Dia kehendaki pula. Kerajaan, kekuasaan, hukum, dan kekhilafahan adalah nikmat dari Allah. Allah memberikannya kepada hamba-Nya. Nikmat itu akan tetap kekal, bahkan dapat bertambah dengan kesyukuran, dengan bersyukur kepada Allah. Sebaliknya, nikmat itu akan hilang dan lenyap apabila dikufuri.



Bentuk syukur seorang pemimpin ketika diangkat, dan Allah menghendakinya menjadi pemimpin, adalah dengan menunaikan hak-hak rakyat. Serta memahami hak rakyat atas pemimpin. Ada empat hak rakyat yang harus diketahui dan ditunaikan oleh seorang pemimpin.
Show more...
1 week ago
51 minutes 52 seconds

Radio Rodja 756 AM
Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.