Home
Categories
EXPLORE
True Crime
Comedy
Society & Culture
Business
TV & Film
Sports
Health & Fitness
About Us
Contact Us
Copyright
© 2024 PodJoint
00:00 / 00:00
Sign in

or

Don't have an account?
Sign up
Forgot password
https://is1-ssl.mzstatic.com/image/thumb/Podcasts116/v4/44/33/16/443316a9-1f5c-ca10-dd8c-011d4410bd07/mza_9857513872187143203.png/600x600bb.jpg
Radio Rodja 756 AM
Radio Rodja 756AM
9 episodes
19 hours ago
Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.
Show more...
Islam
Religion & Spirituality
RSS
All content for Radio Rodja 756 AM is the property of Radio Rodja 756AM and is served directly from their servers with no modification, redirects, or rehosting. The podcast is not affiliated with or endorsed by Podjoint in any way.
Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.
Show more...
Islam
Religion & Spirituality
Episodes (9/9)
Radio Rodja 756 AM
Bahaya Mengikuti Jalan Ahli Bid’ah

Bahaya Mengikuti Jalan Ahli Bid’ah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Syarhus Sunnah karya Imam Al-Barbahari Rahimahullah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Iqbal Gunawan, M.A Hafidzahullah pada Rabu, 21 Jumadil Awal 1447 H / 12 November 2025 M.







Kajian Islam Tentang Bahaya Mengikuti Jalan Ahli Bid’ah



Imam Al-Barbahari Rahimahullah memperingatkan bahaya mengikuti para penyeru kepada kebid’ahan dan penyeru kepada penyimpangan. Beliau mengatakan, “Ketahuilah bahwasanya bid’ah itu tidak datang kecuali dari orang-orang bodoh, orang-orang yang jauh dari ilmu, jauh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, jauh dari jalan para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum, para tabi’in, para tabi’ut tabi’in, dan para imam yang mengikuti jejak para sahabat.



Mereka adalah orang-orang yang mengikuti arus, ke mana arus berjalan. Mereka adalah pengikut hawa nafsu dan hamba dunia, maka yang demikian sangat jauh dari agama.



Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:



…وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ…



“Dan tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, melainkan setelah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 19).



Perselisihan ini terjadi setelah datangnya keterangan dan ilmu. Hal ini terjadi karena sikap melampaui batas dan kedengkian di antara mereka. Mereka adalah ulama su’ (ulama yang buruk), yaitu orang-orang yang tamak terhadap dunia dan ahli bid’ah.



Maka, Imam Al-Barbahari Rahimahullah mengingatkan bahwa tidak boleh bagi siapapun di antara kaum Muslimin untuk mengikuti orang-orang tersebut. Mereka adalah orang-orang yang menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sangat murah, menjual agama mereka, dan berfatwa sesuai dengan pesanan pengikut hawa nafsu.



Mereka berfatwa tetapi tidak mengambil ilmu dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka menyelisihi Kitabullah dan menyelisihi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di semua bab agama, baik itu bab Asma’ wa Shifat, bab Al-Wa’du wa Al-Wa’id—di mana kelompok-kelompok tersesat dalam hal ini, seperti:




* Al-Khawarij: Kelompok yang mengafirkan pelaku dosa besar dan meyakini mereka kekal di neraka tidak akan keluar selama-lamanya, meskipun mereka masih punya tauhid. Mereka meyakini siapapun yang masuk neraka tidak akan keluar selama-lamanya.



* Al-Murji’ah: Kelompok yang mengatakan bahwasanya amal itu bukan bagian dari iman.



* Al-Qadariyyah: Kelompok yang mengingkari takdir Allah ‘Azza wa Jalla, yang mengatakan bahwasanya Allah tidak punya campur tangan dalam perbuatan manusia.




Mereka adalah orang-orang yang bodoh dan jauh dari ilmu. Para ulama mengatakan bahwa sesungguhnya ahli bid’ah bukanlah orang yang berilmu. Meskipun mereka punya ilmu, tetapi ilmunya adalah ilmu yang rusak dan merusak, sehingga mereka tidak terhitung sebagai ulama. Meskipun mereka banyak berbicara, banyak menulis, dan banyak mengarang kitab, ilmu yang mereka sebarkan adalah ilmu yang menyelisihi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Show more...
19 hours ago
1 hour 18 minutes 10 seconds

Radio Rodja 756 AM
Menjaga Kedudukan Para Ulama

Menjaga Kedudukan Para Ulama adalah kajian Fiqih Do’a dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 6 Jumadil Awal 1447 H / 28 Oktober 2025 M.







Kajian Tentang Menjaga Kedudukan Para Ulama



Asy-Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr Hafidzahullah menjelaskan, telah banyak keterangan dari salafush shalih tentang keutamaan ilmu.



Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri Rahimahullahu Ta’ala berkata:



مَا يُرَادُ اللّٰهُ بِشَيْءٍ أَفْضَلُ مِنْ طَلَبِ الْعِلْمِ، وَمَا طُلِبَ الْعِلْمُ فِيْ زَمَانٍ أَفْضَلَ مِنْهُ الْيَوْمَ



“Tidaklah diraih keridhaan Allah pada sesuatu yang lebih utama daripada menuntut ilmu. Dan tidaklah ilmu dicari di suatu waktu yang paling utama selain hari ini.”



Pernyataan ini menegaskan bahwa menuntut ilmu, jika diniatkan benar-benar mengharap keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan amal yang paling utama. Ketika Sufyan Ats-Tsauri, di zamannya yang banyak ulama, menyatakan menuntut ilmu itu sangat utama, maka bagaimana dengan zaman sekarang? Mengingat kini kebodohan merajalela, menuntut ilmu lebih ditekankan lagi urgensinya.



Oleh karena itu, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah pernah berpendapat bahwa jihad yang paling agung di zaman ini adalah menuntut dan menyebarkan ilmu.



Perbandingan Ilmu dan Amal di Dua Zaman



Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abdil Barr dalam kitab Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadlih, disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:



إِنَّكُمْ فِي زَمَانٍ كَثِيرٌ فُقَهَاؤُهُ، قَلِيلٌ خُطَبَاؤُهُ، كَثِيرٌ مُعْطُوهُ، قَلِيلٌ سُؤَّالُهُ، الْعَمَلُ فِيهِ خَيْرٌ مِنَ الْعِلْمِ، وَسَيَأْتِي زَمَانٌ كَثِيرٌ خُطَبَاؤُهُ، قَلِيلٌ فُقَهَاؤُهُ، كَثِيرٌ سُؤَّالُهُ، قَلِيلٌ مُعْطُوهُ، فَالْعِلْمُ فِيهِ خَيْرٌ مِنَ الْعَمَلِ



“Sesungguhnya kalian berada di suatu zaman yang ulamanya banyak, penceramahnya sedikit, yang memberi banyak, yang minta-minta sedikit. Beramal di zaman itu lebih baik daripada berilmu. Dan nanti akan datang zaman yang penceramahnya banyak, ulamanya sedikit, yang minta-minta banyak, yang memberi sedikit. Maka, berilmu di zaman itu lebih baik dari beramal.” (HR. Tirmidzi)



Semakin ilmu dibutuhkan, semakin besar pahala menuntut ilmu saat itu.



Maimun bin Mihran Rahimahullah berkata:



إِنَّ مَثَلَ الْعَالِمِ فِي الْبَلَدِ كَمَثَلِ عَيْنٍ عَذْبَةٍ فِي الْبَلَدِ



“Sesungguhnya perumpamaan seorang ulama di suatu tempat itu bagaikan mata air segar di tempat tersebut.”



Sebagaimana mata air adalah sumber air minum, pengairan, dan kehidupan, demikian pula keberadaan ulama adalah sumber kehidupan hati, karena ilmu menghidupkan hati dan membimbing kepada kebaikan. Kehadiran seorang alim ulama di suatu tempat adalah rezeki (ghanimah) bagi masyarakat di sekitarnya.



Keutamaan Ulama Dibanding Ahli Ibadah



Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah, seorang tabi’in, berkata:



اَلْعَالِمُ خَيْرٌ مِنْ زَاهِدٍ فِي الدُّنْيَا مُجْتَهِدٍ فِي الْعِبَادَةِ، يَنْشُرُ حِكْمَةَ اللّٰهِ، فَإِنْ قُبِلَتْ حَمِدَ اللّٰهَ، وَإِنْ رُدَّتْ حَمِدَ اللّٰهَ

Show more...
4 days ago
43 minutes 58 seconds

Radio Rodja 756 AM
Tarbiyah Jinsiyyah: Pendidikan Seksual Bagi Anak

Tarbiyah Jinsiyyah: Pendidikan Seksual Bagi Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Tarbiyah Jinsiyyah (Pendidikan Seksual Untuk Anak Dan Remaja Dalam Islam). Kajian ini disampaikan pada Selasa, 20 Jumadil Awal 1447 H / 11 November 2025 M.







Kajian Tentang Tarbiyah Jinsiyyah: Pendidikan Seksual Bagi Anak



Pada kajian ini, dibahas buku baru berjudul Tarbiyah Jinsiyyah: Pendidikan Seksual Bagi Anak dan Remaja Dalam Islam. Buku ini membahas pengenalan jenis kelamin dalam Islam, yaitu laki-laki dan perempuan. Diuraikan bagaimana seorang laki-laki menjadi pribadi yang sejati dan bagaimana perempuan menjadi seorang perempuan yang sesuai dengan kodratnya. Kemudian, dibahas pula hubungan antara keduanya.



Islam menjaga batas-batas hubungan antara laki-laki dan wanita, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Itulah isi dari buku Tarbiyah Jinsiyyah. Jinsiyyah artinya jenis kelamin atau gender, dan buku ini menguraikan bagaimana Islam mengatur semua hal tersebut menurut kacamata syariat.



Pembahasan di dalam buku ini mencakup beberapa poin penting, salah satunya adalah pengenalan gender, bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan. Masing-masing Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan dengan kodratnya yang berbeda.



Menjaga Hubungan Antar Jenis Kelamin



Beberapa hal yang dibahas juga berkaitan dengan cara menjaga hubungan antara keduanya. Misalnya, anjuran untuk memisahkan tempat tidur atau kamar laki-laki dan perempuan.



Kemudian, dibicarakan pula tentang adab meminta izin yang perlu diperhatikan untuk menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan.



Salah satu hal penting dalam tarbiyah jinsiyyah adalah menjaga pandangan mata. Oleh karena itu, dibahas juga masalah gadhul bashar (menundukkan pandangan).



Selain itu, akan dibicarakan tentang adab-adab pergaulan dengan lawan jenis. Laki-laki dan wanita berinteraksi, sehingga perlu diperhatikan batas-batasnya, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.



Adab Berpenampilan dan Bersolek



Dibahas juga tentang penampilan, yaitu adab berpenampilan menurut kacamata Islam. Penampilan yang islami berarti menutup aurat. Menjaga aurat adalah perkara penting karena aurat merupakan kehormatan manusia. Islam menjelaskan dengan rinci batas-batas aurat dan bagaimana seorang Muslim dan Muslimah dapat menutup aurat dengan baik, termasuk apa saja yang pantas dan tidak pantas dalam berpenampilan.



Pembahasan selanjutnya adalah tentang bersolek atau berhias. Allah ‘Azza wa Jalla adalah indah dan menyukai keindahan, sebagaimana dalam sebuah hadits:



إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ



“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.” (HR. Muslim)



Hanya saja, terdapat batas-batas dalam Islam mengenai apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang dalam hal bersolek.



Mahram, Pubertas, dan Pacaran



Pembahasan yang sangat penting adalah tentang mahram. Mahram adalah orang-orang yang haram dinikahi. Akan diuraikan siapa saja yang termasuk kategori mahram dan yang bukan mahram, serta ketentuan-ketentuan mengenai aurat. Termasuk dibahas apa saja bagian aurat yang boleh dinampakkan kepada mahram dan apa saja yang dilarang kepada yang bukan mahram.



Terakhir,
Show more...
5 days ago
50 minutes 55 seconds

Radio Rodja 756 AM
Mendamaikan Muslim Yang Berselisih

Mendamaikan Muslim Yang Berselisih adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 20 Jumadil Awal 1447 H / 11 November 2025 M.



Kajian sebelumnya: Tiga Golongan yang Tidak Diajak Bicara oleh Allah di Hari Kiamat







Kajian Tentang Mendamaikan Muslim Yang Berselisih



Dari Auf bin Malik bin ath-Thufail Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha diberitahu bahwa Abdullah bin Zubair Radhiyallahu ‘Anhuma berkata mengenai suatu penjualan atau pemberian yang dilakukan oleh ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:



“Demi Allah, ‘Aisyah benar-benar harus berhenti (dari perbuatan itu), atau saya akan membatasi (mengambil alih) urusan hartanya.”



‘Aisyah bertanya: “Apakah dia (Abdullah bin Zubair) yang mengatakan ini?”



Mereka (para pembawa berita) menjawab: “Ya.”



‘Aisyah kemudian berkata: “Kalau begitu, demi Allah, saya bernazar tidak akan berbicara dengan Ibnu Zubair (Abdullah bin Zubair) selamanya.”



Maka, Ibnu Zubair berusaha mencari perantara (untuk berbicara kepada ‘Aisyah) ketika masa pemutusan pembicaraan itu telah lama.



Namun, ‘Aisyah berkata: “Tidak, demi Allah, saya tidak akan berbicara dengan Abdullah bin Zubair selamanya, dan saya tidak akan melanggar nazar saya (dengan membayar kafarat).”



Ketika hal itu menjadi berkepanjangan bagi Ibnu Zubair, ia berbicara kepada Al-Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Al-Aswad bin ‘Abdi Yaghuts, dan berkata kepada keduanya: “Saya meminta kalian berdua atas nama Allah untuk membawaku masuk menemui ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, karena tidak halal baginya untuk bernazar memutus hubunganku.”



Maka, Al-Miswar dan Abdurrahman membawa Ibnu Zubair sampai mereka meminta izin kepada ‘Aisyah.



Keduanya berkata: “Assalamu ‘alaiki wa rahmatullahi wa barakatuh, bolehkah kami masuk?”



‘Aisyah menjawab: “Masuklah.”



Mereka bertanya: “Semuanya?”



‘Aisyah menjawab: “Ya, masuklah kalian semua.” (Saat itu ‘Aisyah tidak mengetahui bahwa Ibnu Zubair bersama mereka).



Ketika mereka masuk, Ibnu Zubair langsung menerobos hijab (tabir), lalu memeluk ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, dan ia mulai memohon serta menangis.



Sementara itu, Al-Miswar dan Abdurrahman juga turut memohon kepada ‘Aisyah agar mau berbicara kepadanya (Ibnu Zubair) dan menerima permohonan maafnya.



Mereka berkata: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang pemutusan hubungan (pemboikotan) yang telah engkau ketahui. Dan tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga malam.”



Ketika mereka semakin mendesak ‘Aisyah dengan peringatan dan teguran, ‘Aisyah mulai menangis seraya berkata: “Sesungguhnya saya telah bernazar,
Show more...
6 days ago
1 hour 14 minutes 51 seconds

Radio Rodja 756 AM
Kaedah-Kaedah Kematian

Kaedah-Kaedah Kematian adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 19 Jumadil Awal 1447 H / 10 November 2025 M.



Kajian sebelumnya: Meninggalnya Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam







Kajian Tentang Kaedah-Kaedah Kematian



1. Kematian yang pasti dan tiba-tiba



Yang pertama, kematian itu akan datang secara tiba-tiba. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya mengenai waktu kematian, entah itu sebulan lagi, sepuluh tahun lagi, atau nanti malam. Kematian datang tiba-tiba pada waktu yang tidak pernah terpikirkan. Ini sudah dibahas pada pertemuan yang lalu.



2. Kematian tidak dapat dihalangi



Kedua, kita harus meyakini bahwa kematian tidak dapat dihalangi oleh apa pun. Kematian tidak terhalang oleh kewibawaan seseorang, kekuasaan, kerajaan, bahkan tembok atau benteng yang kuat.



Kematian pasti akan menembus penghalang apa pun. Nabi Daud ‘Alaihis Salam, ayah dari Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam, meninggal dunia dalam keadaan sehat dan melakukan aktivitas seperti biasanya.



Pada hari itu, Nabi Daud keluar rumah dan menutup rapat semua pintu karena Beliau sangat menjaga privasi keluarganya. Kemudian datanglah Malaikat Maut. Malaikat pencabut nyawa itu masuk ke rumah Nabi Daud, mengubah dirinya menjadi seorang manusia.



Ketika istri Nabi Daud memeriksa rumah, didapatinya seseorang di tengah rumah. Istri Nabi Daud lantas bertanya kepada orang-orang di rumah, yang menurut ulama adalah para pembantu. Tiba-tiba, Nabi Daud datang dan bertanya, “Siapa engkau?”



Malaikat Maut menjawab, “Aku adalah seseorang yang tidak pernah takut kepada para raja dan tidak ada yang bisa menghalangiku.”



Nabi Daud, yang merupakan seorang raja besar, memahami sifat tersebut. Beliau langsung menyadari bahwa orang itu adalah Malaikat Maut. Nabi Daud pun mengucapkan, “Selamat datang dengan perintah Allah ‘Azza wa Jalla.”



Akhirnya, Nabi Daud ‘Alaihis Salam diwafatkan di tempat itu. Bahkan seorang raja yang luar biasa seperti Beliau pun tetap meninggal dunia, dan kerajaannya kemudian diwariskan oleh Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam.



Kisah ini mengandung hikmah bahwa kematian tidak dapat dihalangi oleh apa pun dan oleh siapa pun. Jika waktunya tiba, kematian akan menjemput orang tersebut secara tiba-tiba.



3. Kematian disertai sekarat



Hal ketiga yang perlu diingat adalah bahwa kematian itu disertai sakaratul maut (sekarat). Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:



لا إله إلا اللهُ ، إنَّ للموتِ سَكَراتٍ



“Sesungguhnya kematian itu memiliki rasa sekarat.” (HR. Bukhari)



Seorang sahabat pernah menggambarkan sakaratul maut dengan berkata, “Seakan-akan langit ditimpakan ke bumi dan aku dihimpit di antara keduanya.” Saking beratnya, jiwanya seakan keluar dari lubang jarum, dan seolah-olah ada ranting berduri yang ditarik dari kepala hingga kaki. Itu adalah gambaran betapa beratnya sakaratul maut. Kita memohon semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kematian kita semua ketika nyawa diambil.
Show more...
1 week ago
52 minutes 56 seconds

Radio Rodja 756 AM
Mendidik Anak Memanfaatkan Waktu Luang

Mendidik Anak Memanfaatkan Waktu Luang ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Pendidikan Anak yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 19 Jumadil Awal 1447 H / 10 November 2025 M.







Kajian Tentang Mendidik Anak Memanfaatkan Waktu Luang



Kajian ini kembali mengangkat tema fikih pendidikan anak, dan serial yang ke-220 ini membahas mendidik anak memanfaatkan waktu luang. Tema ini penting diangkat karena waktu luang merupakan sebuah karunia dan nikmat yang sangat besar yang dianugerahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada umat manusia.



Namun, disayangkan bahwa nikmat yang besar itu sering disia-siakan. Oleh sebab itu, wajar jika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, secara gamblang bersabda:



 نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ



“Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu (merugi) di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)



Realita pahitnya adalah bahwa orang-orang tua atau yang sudah dewasa juga sering menyia-nyiakan waktu luang, bukan hanya anak-anak. Ini adalah realita yang pahit, sepahit kopi tanpa gula. Kondisi ini menyedihkan karena seseorang yang sudah berusia tua seharusnya tidak seperti anak-anak. Hal itu disebabkan karena akal orang yang sudah tua sudah sempurna dan lebih matang, berbeda dengan akal anak kecil yang masih mentah.



Bermain terus-menerus adalah hal yang wajar bagi anak kecil. Akan tetapi, jika orang yang sudah tua atau dewasa masih menghabiskan waktu dengan bermain terus-menerus, hal itu menjadi tidak pantas. Meskipun demikian, kenyataan menyedihkan itu terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak.



Sungguh menyedihkan jika melihat anak-anak yang pulang sekolah pada siang hari lantas menghabiskan waktu luang mereka dengan bermain hingga larut malam. Permainan yang banyak dilakukan adalah menggunakan gawai (HP). Berapa jam waktu luang yang terbuang sia-sia? Dalam sekian jam mereka bermain gawai, sulit untuk mendapatkan pahala; bahkan, bisa jadi yang didapat adalah dosa.



Perlu dicermati bahwa tontonan di YouTube pada gawai anak-anak, baik putra maupun putri, minimal adalah permainan (game) dan jarang sekali yang berupa pengajian atau kajian agama.



Yang lebih parah, na’udzubillah min dzalik, adalah menonton konten-konten pornografi. Konten semacam ini bukan hanya merusak kehidupan dunia, tetapi juga merusak akhirat. Kenyataan ini disaksikan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, orang tua yang bijaksana dan baik adalah mereka yang mendidik putra-putrinya untuk memanfaatkan waktu luang dengan baik.



Terdapat tiga langkah yang dapat dilakukan:



1. Memberikan Teladan



Langkah pertama adalah memberikan teladan dari orang tua (ayah dan ibu). Teladan ini penting karena mengajak dengan memberikan contoh nyata biasanya lebih mengena dibandingkan mengajak hanya dengan perkataan. Hal ini terutama jika perkataan yang disampaikan hanyalah omong kosong (omdo), seperti mengatakan, “Nak, hendaknya waktu diisi dengan kegiatan yang bermanfaat,” sementara orang tua sendiri setelah berkata demikian justru menghabiskan waktu dengan menonton televisi atau bermain gawai.



Sangat banyak dijumpai orang yang menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol t...
Show more...
1 week ago
44 minutes 48 seconds

Radio Rodja 756 AM
Hadits Berlomba dalam Kebaikan

Hadits Berlomba dalam Kebaikan merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 18 Jumadil Awal 1447 H / 9 November 2025 M.







Kajian Hadits Tentang Berlomba dalam Kebaikan



Diriwayatkan dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa beberapa orang dari Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tergolong fakir berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:



“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya itu pergi membawa pahala yang besar. Mereka salat sebagaimana kami salat, mereka puasa (saum) sebagaimana kami puasa, tetapi mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka, sedangkan kami tidak.”



Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:



أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ



“Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan untuk kalian sesuatu yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya, setiap tasbih itu sedekah, setiap takbir itu sedekah, setiap tahmid itu sedekah, setiap tahlil itu sedekah, menyuruh kepada yang makruf sedekah, melarang dari yang mungkar sedekah, dan bahkan pada kemaluan salah seorang dari kalian itu sedekah.”



Para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya (istrinya) dan ia mendapat pahala?”



Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab:



 أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا في حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا في الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْر



“Bagaimana pendapat kalian kalau ia meletakkan kemaluannya di tempat yang haram, bukankah itu dosa? Demikian pula apabila ia letakkan kemaluannya di tempat yang halal, maka itu adalah pahala.” (HR. Muslim)



Hadits lain yang serupa diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa kaum fakir miskin dari Muhajirin datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata:



“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi membawa derajat yang sangat tinggi dan kenikmatan yang abadi.”



Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya, “Apa itu?”



Mereka menjelaskan, “Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa. Mereka sedekah, tetapi kami tidak bisa sedekah. Mereka bisa memerdekakan budak, sementara kami tidak bisa.”



Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:



أَفَلَا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ وَلَا يَكُونُ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلَّا مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ؟



“Maukah aku beritahu kepada kalian suatu amalan yang dengannya kalian bisa menyusul orang-orang kaya yang sudah mendahului kalian, dan kalian bisa mendahului orang-orang setelah kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama dari kalian kecuali orang yang melakukan sama dengan yang kalian lakukan?”



Mereka menjawab, “Mau,
Show more...
1 week ago
45 minutes 10 seconds

Radio Rodja 756 AM
Muru’ah (Menjaga Kehormatan Diri)

Muru’ah (Menjaga Kehormatan Diri) merupakan kajian Islam yang disampaikan oleh: Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Amalan-Amalan Hati. Kajian ini disampaikan pada Jumat, 16 Jumadil Awal 1447 H / 7 November 2025 M.







Kajian Tentang Muru’ah (Menjaga Kehormatan Diri)



Pada kesempatan yang mulia ini, dijelaskan mengenai apa yang disebutkan oleh Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah di antara tingkatan-tingkatan ’ubudiyah (penghambaan) yang semua hal itu akan memengaruhi hati dan jiwa seorang hamba, yaitu kedudukan muru’ah.



Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata muru’ah diterjemahkan sebagai kehormatan diri, harga diri, dan nama baik. Sesungguhnya, makna muru’ah lebih luas dari terjemahan tersebut. Ia berkaitan dengan bagaimana seorang hamba menjaga harga diri dan kehormatan dirinya, serta nama baiknya, yang paling utama adalah dalam pandangan Allah ’Azza wa Jalla, bukan semata-mata di pandangan manusia.



Hakikat Muru’ah



Menurut Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah, hakikat dari muru’ah adalah:




“Jiwa yang memiliki sifat kemanusiaan, yang membedakan dia dari sifat binatang dan setan.”




Apabila seseorang memiliki sifat yang pantas bagi manusia dan membedakan dia dari binatang atau setan yang terkutuk, itulah hakikat muru’ah.



Tiga Dorongan dalam Jiwa



Beliau menyebutkan bahwa di dalam jiwa manusia terdapat tiga dawa’in (dorongan) yang selalu memotivasi untuk melakukan sesuatu dan ketiganya selalu tarik-menarik:




* Dorongan Mengikuti Sifat Setan: Dorongan ini mengajak untuk mengikuti akhlak setan, seperti sombong, hasad (dengki), membanggakan diri, menzalimi, berbuat jahat, mengganggu, membuat kerusakan, dan menipu. Semua ini adalah akhlak dan perilaku setan.



* Dorongan Mengikuti Akhlak Hewan: Dorongan ini mengajak untuk melakukan perbuatan atau memiliki akhlak kebinatangan, yaitu yang didominasi oleh syahwat dan hawa nafsu. Hewan ternak hanya memikirkan perut dan kemaluan. Apabila seseorang dalam hidup ini tujuannya hanya bagaimana makan, minum, dan melampiaskan syahwat nafsunya, itulah perilaku hewan.



* Dorongan Mengikuti Akhlak Malaikat: Dorongan ini mengajak untuk memiliki akhlak para malaikat, seperti berbuat kebaikan, memberikan nasihat, kebajikan, berilmu, ketaatan, dan semua hal-hal yang baik.




Definisi Muru’ah



Hakikat muru’ah yang sesungguhnya adalah:




* Membenci dua perilaku atau dorongan yang tercela, yaitu akhlak setan dan perilaku hewan.



* Mengikuti dorongan yang ketiga, yaitu akhlak para malaikat.




Dengan demikian, seseorang akan menjaga kehormatan dirinya, nama baiknya, dan harga dirinya. Seseorang yang sombong, angkuh, hasad, dengki, menzalimi, berbuat kekejian, dan merusak adalah orang yang tidak memiliki harga diri dan nama baik.



Begitu pula meninggalkan perilaku hewan yang hanya memikirkan syahwat dan nafsunya, seperti makan, minum, dan memuaskan kebutuhan biologisnya saja. Perilaku orang-orang kafir pun digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai perilaku hewan:



وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَتَمَتَّعُوْنَ وَيَأْكُلُوْنَ كَمَا تَأْكُلُ الْاَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ



“Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan sebagaimana hewan-hewan makan, dan nerakalah tempat tinggal bagi mereka.” (QS.
Show more...
1 week ago
1 hour 10 minutes 28 seconds

Radio Rodja 756 AM
Mengobati Hati Yang Keras

Mengobati Hati Yang Keras adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Shahih Jami’ Ash-Shaghir. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Kamis, 15 Jumadil Awal 1447 H / 6 November 2025 M.







Kajian Islam Tentang Mengobati Hati Yang Keras



Orang yang memiliki kelembutan hati adalah pribadi yang ideal dan sempurna. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dipuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala karena akhlak dan kelemahlembutannya.



فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ…



“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 159)



Kelemahlembutan merupakan sebuah anugerah, sementara hati yang kaku dan keras adalah sifat tercela. Oleh karena itu, kelembutan hati harus diupayakan. Syariat Islam telah memberikan cara untuk mengobati hati yang keras.



Cara Melembutkan Hati



Hadits pertama dan kedua mengenai hal ini diriwayatkan dari sahabat Abu Darda Radhiyallahu ‘Anhu melalui jalur At-Tabarani dengan sanad yang shahih.



Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:



 أتُحِبُّ أنْ يَلِينَ قَلْبُكَ وتُدْرِكَ حاجَتَكَ؟ ارْحَمِ اليَتِيمَ وامْسَحْ رَأسَهُ وأطْعِمْهُ مِنْ طَعامِكَ يَلِنْ قَلْبُكَ وتُدْرِكْ حاجَتَكَ



“Apakah kamu ingin agar hatimu lunak (lembut) dan kamu mendapatkan kebutuhanmu? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah dia makan dari makananmu, niscaya hatimu akan lunak dan kamu akan mendapatkan kebutuhanmu.” (HR. Ath-Thabrani)



1. Mengasihi dan Membelai Anak Yatim



Dalam sebuah riwayat disebutkan seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengeluhkan hatinya yang keras. Hal ini menunjukkan bahwa hati terkadang kaku dan perlu dilembutkan. Buktinya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan trik dan cara yang menunjukkan bahwa hati dapat dilunakkan dengan cara yang diridhai oleh Pembuat hati, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla.



Jantung hati semua hamba berada di jari-jari Allah ‘Azza wa Jalla, dan Allah akan membolak-balikkan hati itu sesuai dengan kehendak-Nya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:



إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ، يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ



“Sesungguhnya hati semua anak Adam berada di antara dua jari dari jari-jari Allah Yang Maha Pengasih, seperti satu hati yang Dia bolak-balikkan sesuai dengan kehendak-Nya.” (HR. Muslim)



Oleh karena itu, cara melembutkan hati harus melalui syariat dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Cara pertama adalah dengan mengasihi anak-anak yatim dan membelai kepalanya.



Para ulama seperti Al-Munawi Rahimahullah dan At-Taibi Rahimahullah menjelaskan bahwa membelai kepala anak yatim dapat berarti membelai rambutnya atau mengusap kepalanya, yang dapat diartikan juga dengan memberinya minyak atau perhatian. Intinya, hal ini dilakukan untuk memberikan kesan kasih sayang dan perhatian karena anak tersebut merindukan kasih sayang ...
Show more...
1 week ago
1 hour 24 minutes 31 seconds

Radio Rodja 756 AM
Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.