Membaca dan jalan2 adalah dua hobi yg diminati oleh penulis buku traveling Amanda Setiorini. Keduanya tumbuh sejak masih imut2.
Minat membacanya timbul pada saat kelas 1 SD. Ketika itu orangtuanya mengajak dia ke dokter gigi. Agar giginya mau dicabut dijanjikan akan dibelikan buku. "Buku yg dikasih adalah Lima Sekawan. Sejak itu aku suka baca," kenang anak sulung dari 3 bersaudara ini.
Dia pun jatuh cinta pada kisah petualangan karya Enid Mary Blyton. Selain mengoleksi lengkap buku2 Lima Sekawan, Amanda pun sejak anak2 membeli buku2 lain.
Sementara, setiap kali mengikuti karya wisata di SD, Amanda dan teman2 mendapat tugas menuliskan pengalaman mereka. "Tulisanku selalu juara," tambahnya.
Setelah bekerja sebagai editor dan wartawan kesempatan berpetualang ke luar negeri terbentang luas. Namun perempuan yg kini berprofesi sebagai dosen ini mengaku, paling banyak bepergian karena mengikuti tugas suami.
Buku travelingnya berangkat dari karakternya yg pelupa. Maka setiap kali traveling ke puluhan negara, dia selalu mencatat. Dari situlah muncul ide untuk menulis buku "My Travel Notes".
Bagaimana proses kreatif menulis Amanda? Bagaimana cara dia mengabadikan petualangannya jadi buku? Mengapa dalam bukunya selalu ada 'lesson learned'? Lalu, penulis siapa yg berpengaruh dlm karya2nya?
Membaca dan jalan2 adalah dua hobi yg diminati oleh penulis buku traveling Amanda Setiorini. Keduanya tumbuh sejak masih imut2.
Minat membacanya timbul pada saat kelas 1 SD. Ketika itu orangtuanya mengajak dia ke dokter gigi. Agar giginya mau dicabut dijanjikan akan dibelikan buku. "Buku yg dikasih adalah Lima Sekawan. Sejak itu aku suka baca," kenang anak sulung dari 3 bersaudara ini.
Dia pun jatuh cinta pada kisah petualangan karya Enid Mary Blyton. Selain mengoleksi lengkap buku2 Lima Sekawan, Amanda pun sejak anak2 membeli buku2 lain.
Sementara, setiap kali mengikuti karya wisata di SD, Amanda dan teman2 mendapat tugas menuliskan pengalaman mereka. "Tulisanku selalu juara," tambahnya.
Setelah bekerja sebagai editor dan wartawan kesempatan berpetualang ke luar negeri terbentang luas. Namun perempuan yg kini berprofesi sebagai dosen ini mengaku, paling banyak bepergian karena mengikuti tugas suami.
Buku travelingnya berangkat dari karakternya yg pelupa. Maka setiap kali traveling ke puluhan negara, dia selalu mencatat. Dari situlah muncul ide untuk menulis buku "My Travel Notes".
Bagaimana proses kreatif menulis Amanda? Bagaimana cara dia mengabadikan petualangannya jadi buku? Mengapa dalam bukunya selalu ada 'lesson learned'? Lalu, penulis siapa yg berpengaruh dlm karya2nya?
Membaca dan jalan2 adalah dua hobi yg diminati oleh penulis buku traveling Amanda Setiorini. Keduanya tumbuh sejak masih imut2.
Minat membacanya timbul pada saat kelas 1 SD. Ketika itu orangtuanya mengajak dia ke dokter gigi. Agar giginya mau dicabut dijanjikan akan dibelikan buku. "Buku yg dikasih adalah Lima Sekawan. Sejak itu aku suka baca," kenang anak sulung dari 3 bersaudara ini.
Dia pun jatuh cinta pada kisah petualangan karya Enid Mary Blyton. Selain mengoleksi lengkap buku2 Lima Sekawan, Amanda pun sejak anak2 membeli buku2 lain.
Sementara, setiap kali mengikuti karya wisata di SD, Amanda dan teman2 mendapat tugas menuliskan pengalaman mereka. "Tulisanku selalu juara," tambahnya.
Setelah bekerja sebagai editor dan wartawan kesempatan berpetualang ke luar negeri terbentang luas. Namun perempuan yg kini berprofesi sebagai dosen ini mengaku, paling banyak bepergian karena mengikuti tugas suami.
Buku travelingnya berangkat dari karakternya yg pelupa. Maka setiap kali traveling ke puluhan negara, dia selalu mencatat. Dari situlah muncul ide untuk menulis buku "My Travel Notes".
Bagaimana proses kreatif menulis Amanda? Bagaimana cara dia mengabadikan petualangannya jadi buku? Mengapa dalam bukunya selalu ada 'lesson learned'? Lalu, penulis siapa yg berpengaruh dlm karya2nya?
Membaca dan jalan2 adalah dua hobi yg diminati oleh penulis buku traveling Amanda Setiorini. Keduanya tumbuh sejak masih imut2.
Minat membacanya timbul pada saat kelas 1 SD. Ketika itu orangtuanya mengajak dia ke dokter gigi. Agar giginya mau dicabut dijanjikan akan dibelikan buku. "Buku yg dikasih adalah Lima Sekawan. Sejak itu aku suka baca," kenang anak sulung dari 3 bersaudara ini.
Dia pun jatuh cinta pada kisah petualangan karya Enid Mary Blyton. Selain mengoleksi lengkap buku2 Lima Sekawan, Amanda pun sejak anak2 membeli buku2 lain.
Sementara, setiap kali mengikuti karya wisata di SD, Amanda dan teman2 mendapat tugas menuliskan pengalaman mereka. "Tulisanku selalu juara," tambahnya.
Setelah bekerja sebagai editor dan wartawan kesempatan berpetualang ke luar negeri terbentang luas. Namun perempuan yg kini berprofesi sebagai dosen ini mengaku, paling banyak bepergian karena mengikuti tugas suami.
Buku travelingnya berangkat dari karakternya yg pelupa. Maka setiap kali traveling ke puluhan negara, dia selalu mencatat. Dari situlah muncul ide untuk menulis buku "My Travel Notes".
Bagaimana proses kreatif menulis Amanda? Bagaimana cara dia mengabadikan petualangannya jadi buku? Mengapa dalam bukunya selalu ada 'lesson learned'? Lalu, penulis siapa yg berpengaruh dlm karya2nya?
Membaca dan jalan2 adalah dua hobi yg diminati oleh penulis buku traveling Amanda Setiorini. Keduanya tumbuh sejak masih imut2.
Minat membacanya timbul pada saat kelas 1 SD. Ketika itu orangtuanya mengajak dia ke dokter gigi. Agar giginya mau dicabut dijanjikan akan dibelikan buku. "Buku yg dikasih adalah Lima Sekawan. Sejak itu aku suka baca," kenang anak sulung dari 3 bersaudara ini.
Dia pun jatuh cinta pada kisah petualangan karya Enid Mary Blyton. Selain mengoleksi lengkap buku2 Lima Sekawan, Amanda pun sejak anak2 membeli buku2 lain.
Sementara, setiap kali mengikuti karya wisata di SD, Amanda dan teman2 mendapat tugas menuliskan pengalaman mereka. "Tulisanku selalu juara," tambahnya.
Setelah bekerja sebagai editor dan wartawan kesempatan berpetualang ke luar negeri terbentang luas. Namun perempuan yg kini berprofesi sebagai dosen ini mengaku, paling banyak bepergian karena mengikuti tugas suami.
Buku travelingnya berangkat dari karakternya yg pelupa. Maka setiap kali traveling ke puluhan negara, dia selalu mencatat. Dari situlah muncul ide untuk menulis buku "My Travel Notes".
Bagaimana proses kreatif menulis Amanda? Bagaimana cara dia mengabadikan petualangannya jadi buku? Mengapa dalam bukunya selalu ada 'lesson learned'? Lalu, penulis siapa yg berpengaruh dlm karya2nya?
Membaca dan jalan2 adalah dua hobi yg diminati oleh penulis buku traveling Amanda Setiorini. Keduanya tumbuh sejak masih imut2.
Minat membacanya timbul pada saat kelas 1 SD. Ketika itu orangtuanya mengajak dia ke dokter gigi. Agar giginya mau dicabut dijanjikan akan dibelikan buku. "Buku yg dikasih adalah Lima Sekawan. Sejak itu aku suka baca," kenang anak sulung dari 3 bersaudara ini.
Dia pun jatuh cinta pada kisah petualangan karya Enid Mary Blyton. Selain mengoleksi lengkap buku2 Lima Sekawan, Amanda pun sejak anak2 membeli buku2 lain.
Sementara, setiap kali mengikuti karya wisata di SD, Amanda dan teman2 mendapat tugas menuliskan pengalaman mereka. "Tulisanku selalu juara," tambahnya.
Setelah bekerja sebagai editor dan wartawan kesempatan berpetualang ke luar negeri terbentang luas. Namun perempuan yg kini berprofesi sebagai dosen ini mengaku, paling banyak bepergian karena mengikuti tugas suami.
Buku travelingnya berangkat dari karakternya yg pelupa. Maka setiap kali traveling ke puluhan negara, dia selalu mencatat. Dari situlah muncul ide untuk menulis buku "My Travel Notes".
Bagaimana proses kreatif menulis Amanda? Bagaimana cara dia mengabadikan petualangannya jadi buku? Mengapa dalam bukunya selalu ada 'lesson learned'? Lalu, penulis siapa yg berpengaruh dlm karya2nya?
Membaca dan jalan2 adalah dua hobi yg diminati oleh penulis buku traveling Amanda Setiorini. Keduanya tumbuh sejak masih imut2.
Minat membacanya timbul pada saat kelas 1 SD. Ketika itu orangtuanya mengajak dia ke dokter gigi. Agar giginya mau dicabut dijanjikan akan dibelikan buku. "Buku yg dikasih adalah Lima Sekawan. Sejak itu aku suka baca," kenang anak sulung dari 3 bersaudara ini.
Dia pun jatuh cinta pada kisah petualangan karya Enid Mary Blyton. Selain mengoleksi lengkap buku2 Lima Sekawan, Amanda pun sejak anak2 membeli buku2 lain.
Sementara, setiap kali mengikuti karya wisata di SD, Amanda dan teman2 mendapat tugas menuliskan pengalaman mereka. "Tulisanku selalu juara," tambahnya.
Setelah bekerja sebagai editor dan wartawan kesempatan berpetualang ke luar negeri terbentang luas. Namun perempuan yg kini berprofesi sebagai dosen ini mengaku, paling banyak bepergian karena mengikuti tugas suami.
Buku travelingnya berangkat dari karakternya yg pelupa. Maka setiap kali traveling ke puluhan negara, dia selalu mencatat. Dari situlah muncul ide untuk menulis buku "My Travel Notes".
Bagaimana proses kreatif menulis Amanda? Bagaimana cara dia mengabadikan petualangannya jadi buku? Mengapa dalam bukunya selalu ada 'lesson learned'? Lalu, penulis siapa yg berpengaruh dlm karya2nya?
Membaca dan jalan2 adalah dua hobi yg diminati oleh penulis buku traveling Amanda Setiorini. Keduanya tumbuh sejak masih imut2.
Minat membacanya timbul pada saat kelas 1 SD. Ketika itu orangtuanya mengajak dia ke dokter gigi. Agar giginya mau dicabut dijanjikan akan dibelikan buku. "Buku yg dikasih adalah Lima Sekawan. Sejak itu aku suka baca," kenang anak sulung dari 3 bersaudara ini.
Dia pun jatuh cinta pada kisah petualangan karya Enid Mary Blyton. Selain mengoleksi lengkap buku2 Lima Sekawan, Amanda pun sejak anak2 membeli buku2 lain.
Sementara, setiap kali mengikuti karya wisata di SD, Amanda dan teman2 mendapat tugas menuliskan pengalaman mereka. "Tulisanku selalu juara," tambahnya.
Setelah bekerja sebagai editor dan wartawan kesempatan berpetualang ke luar negeri terbentang luas. Namun perempuan yg kini berprofesi sebagai dosen ini mengaku, paling banyak bepergian karena mengikuti tugas suami.
Buku travelingnya berangkat dari karakternya yg pelupa. Maka setiap kali traveling ke puluhan negara, dia selalu mencatat. Dari situlah muncul ide untuk menulis buku "My Travel Notes".
Bagaimana proses kreatif menulis Amanda? Bagaimana cara dia mengabadikan petualangannya jadi buku? Mengapa dalam bukunya selalu ada 'lesson learned'? Lalu, penulis siapa yg berpengaruh dlm karya2nya?
Membaca dan jalan2 adalah dua hobi yg diminati oleh penulis buku traveling Amanda Setiorini. Keduanya tumbuh sejak masih imut2.
Minat membacanya timbul pada saat kelas 1 SD. Ketika itu orangtuanya mengajak dia ke dokter gigi. Agar giginya mau dicabut dijanjikan akan dibelikan buku. "Buku yg dikasih adalah Lima Sekawan. Sejak itu aku suka baca," kenang anak sulung dari 3 bersaudara ini.
Dia pun jatuh cinta pada kisah petualangan karya Enid Mary Blyton. Selain mengoleksi lengkap buku2 Lima Sekawan, Amanda pun sejak anak2 membeli buku2 lain.
Sementara, setiap kali mengikuti karya wisata di SD, Amanda dan teman2 mendapat tugas menuliskan pengalaman mereka. "Tulisanku selalu juara," tambahnya.
Setelah bekerja sebagai editor dan wartawan kesempatan berpetualang ke luar negeri terbentang luas. Namun perempuan yg kini berprofesi sebagai dosen ini mengaku, paling banyak bepergian karena mengikuti tugas suami.
Buku travelingnya berangkat dari karakternya yg pelupa. Maka setiap kali traveling ke puluhan negara, dia selalu mencatat. Dari situlah muncul ide untuk menulis buku "My Travel Notes".
Bagaimana proses kreatif menulis Amanda? Bagaimana cara dia mengabadikan petualangannya jadi buku? Mengapa dalam bukunya selalu ada 'lesson learned'? Lalu, penulis siapa yg berpengaruh dlm karya2nya?
Apa jadinya kalau punya ayah seorang ahli bahasa? Pastinya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi keseharian dalam keluarga. Rizal Badudu mengalami hal itu. Ayahnya, Jus Badudu, adalah pakar bahasa Indonesia. Jus Badudu membiasakan penggunaan bahasa Indonesia yang baku di dalam keluarga. "Dalam keadaan santai atau marah sekalipun, ayah saya menggunakan bahasa baku. Kami, anak2nya, terbawa menjadi penutur dan pengguna bahasa Indonesia yang baku juga," aku Rizal Badudu.
Meski ayahnya ahli bahasa Indonesia, Rizal tidak mengikuti jejak ayahnya. Mulanya dia bekerja di bank. Setelah 10 tahun banting stir menjadi konsultan di bidang peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan karakter. Profesi itu pun dijalaninya selama 25 tahun.
Sejak awal tahun 2000, Rizal memelajari karakter dan menjadi 'associate trainer' dari Character First yg berpusat di Oklahoma, Amerika. Bersama istrinya, Rizal menggunakan kurikulum itu untuk mendidik karakter empat anak mereka dg program 'homeschooling'. "Waktu SMP bacaan anak saya banyak sekali. Maka ketika mengambil S1 dan S2 mereka sudah terbiasa," ujar pria kelahiran Bandung, Jawa Barat ini. Rizal menghidupkan berbagai pengalaman dan gagasannya di dalam buku2. "Dengan banyak membaca kita bisa menulis dengan baik," paparnya lagi.
Apa jadinya kalau punya ayah seorang ahli bahasa? Pastinya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi keseharian dalam keluarga. Rizal Badudu mengalami hal itu. Ayahnya, Jus Badudu, adalah pakar bahasa Indonesia. Jus Badudu membiasakan penggunaan bahasa Indonesia yang baku di dalam keluarga. "Dalam keadaan santai atau marah sekalipun, ayah saya menggunakan bahasa baku. Kami, anak2nya, terbawa menjadi penutur dan pengguna bahasa Indonesia yang baku juga," aku Rizal Badudu.
Meski ayahnya ahli bahasa Indonesia, Rizal tidak mengikuti jejak ayahnya. Mulanya dia bekerja di bank. Setelah 10 tahun banting stir menjadi konsultan di bidang peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan karakter. Profesi itu pun dijalaninya selama 25 tahun.
Sejak awal tahun 2000, Rizal memelajari karakter dan menjadi 'associate trainer' dari Character First yg berpusat di Oklahoma, Amerika. Bersama istrinya, Rizal menggunakan kurikulum itu untuk mendidik karakter empat anak mereka dg program 'homeschooling'. "Waktu SMP bacaan anak saya banyak sekali. Maka ketika mengambil S1 dan S2 mereka sudah terbiasa," ujar pria kelahiran Bandung, Jawa Barat ini. Rizal menghidupkan berbagai pengalaman dan gagasannya di dalam buku2. "Dengan banyak membaca kita bisa menulis dengan baik," paparnya lagi.
Apa jadinya kalau punya ayah seorang ahli bahasa? Pastinya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi keseharian dalam keluarga. Rizal Badudu mengalami hal itu. Ayahnya, Jus Badudu, adalah pakar bahasa Indonesia. Jus Badudu membiasakan penggunaan bahasa Indonesia yang baku di dalam keluarga. "Dalam keadaan santai atau marah sekalipun, ayah saya menggunakan bahasa baku. Kami, anak2nya, terbawa menjadi penutur dan pengguna bahasa Indonesia yang baku juga," aku Rizal Badudu.
Meski ayahnya ahli bahasa Indonesia, Rizal tidak mengikuti jejak ayahnya. Mulanya dia bekerja di bank. Setelah 10 tahun banting stir menjadi konsultan di bidang peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan karakter. Profesi itu pun dijalaninya selama 25 tahun.
Sejak awal tahun 2000, Rizal memelajari karakter dan menjadi 'associate trainer' dari Character First yg berpusat di Oklahoma, Amerika. Bersama istrinya, Rizal menggunakan kurikulum itu untuk mendidik karakter empat anak mereka dg program 'homeschooling'. "Waktu SMP bacaan anak saya banyak sekali. Maka ketika mengambil S1 dan S2 mereka sudah terbiasa," ujar pria kelahiran Bandung, Jawa Barat ini. Rizal menghidupkan berbagai pengalaman dan gagasannya di dalam buku2. "Dengan banyak membaca kita bisa menulis dengan baik," paparnya lagi.
Apa jadinya kalau punya ayah seorang ahli bahasa? Pastinya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi keseharian dalam keluarga. Rizal Badudu mengalami hal itu. Ayahnya, Jus Badudu, adalah pakar bahasa Indonesia. Jus Badudu membiasakan penggunaan bahasa Indonesia yang baku di dalam keluarga. "Dalam keadaan santai atau marah sekalipun, ayah saya menggunakan bahasa baku. Kami, anak2nya, terbawa menjadi penutur dan pengguna bahasa Indonesia yang baku juga," aku Rizal Badudu.
Meski ayahnya ahli bahasa Indonesia, Rizal tidak mengikuti jejak ayahnya. Mulanya dia bekerja di bank. Setelah 10 tahun banting stir menjadi konsultan di bidang peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan karakter. Profesi itu pun dijalaninya selama 25 tahun.
Sejak awal tahun 2000, Rizal memelajari karakter dan menjadi 'associate trainer' dari Character First yg berpusat di Oklahoma, Amerika. Bersama istrinya, Rizal menggunakan kurikulum itu untuk mendidik karakter empat anak mereka dg program 'homeschooling'. "Waktu SMP bacaan anak saya banyak sekali. Maka ketika mengambil S1 dan S2 mereka sudah terbiasa," ujar pria kelahiran Bandung, Jawa Barat ini. Rizal menghidupkan berbagai pengalaman dan gagasannya di dalam buku2. "Dengan banyak membaca kita bisa menulis dengan baik," paparnya lagi.
Apa jadinya kalau punya ayah seorang ahli bahasa? Pastinya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi keseharian dalam keluarga. Rizal Badudu mengalami hal itu. Ayahnya, Jus Badudu, adalah pakar bahasa Indonesia. Jus Badudu membiasakan penggunaan bahasa Indonesia yang baku di dalam keluarga. "Dalam keadaan santai atau marah sekalipun, ayah saya menggunakan bahasa baku. Kami, anak2nya, terbawa menjadi penutur dan pengguna bahasa Indonesia yang baku juga," aku Rizal Badudu.
Meski ayahnya ahli bahasa Indonesia, Rizal tidak mengikuti jejak ayahnya. Mulanya dia bekerja di bank. Setelah 10 tahun banting stir menjadi konsultan di bidang peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan karakter. Profesi itu pun dijalaninya selama 25 tahun.
Sejak awal tahun 2000, Rizal memelajari karakter dan menjadi 'associate trainer' dari Character First yg berpusat di Oklahoma, Amerika. Bersama istrinya, Rizal menggunakan kurikulum itu untuk mendidik karakter empat anak mereka dg program 'homeschooling'. "Waktu SMP bacaan anak saya banyak sekali. Maka ketika mengambil S1 dan S2 mereka sudah terbiasa," ujar pria kelahiran Bandung, Jawa Barat ini. Rizal menghidupkan berbagai pengalaman dan gagasannya di dalam buku2. "Dengan banyak membaca kita bisa menulis dengan baik," paparnya lagi.
Apa jadinya kalau punya ayah seorang ahli bahasa? Pastinya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi keseharian dalam keluarga. Rizal Badudu mengalami hal itu. Ayahnya, Jus Badudu, adalah pakar bahasa Indonesia. Jus Badudu membiasakan penggunaan bahasa Indonesia yang baku di dalam keluarga. "Dalam keadaan santai atau marah sekalipun, ayah saya menggunakan bahasa baku. Kami, anak2nya, terbawa menjadi penutur dan pengguna bahasa Indonesia yang baku juga," aku Rizal Badudu.
Meski ayahnya ahli bahasa Indonesia, Rizal tidak mengikuti jejak ayahnya. Mulanya dia bekerja di bank. Setelah 10 tahun banting stir menjadi konsultan di bidang peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan karakter. Profesi itu pun dijalaninya selama 25 tahun.
Sejak awal tahun 2000, Rizal memelajari karakter dan menjadi 'associate trainer' dari Character First yg berpusat di Oklahoma, Amerika. Bersama istrinya, Rizal menggunakan kurikulum itu untuk mendidik karakter empat anak mereka dg program 'homeschooling'. "Waktu SMP bacaan anak saya banyak sekali. Maka ketika mengambil S1 dan S2 mereka sudah terbiasa," ujar pria kelahiran Bandung, Jawa Barat ini. Rizal menghidupkan berbagai pengalaman dan gagasannya di dalam buku2. "Dengan banyak membaca kita bisa menulis dengan baik," paparnya lagi.
Apa jadinya kalau punya ayah seorang ahli bahasa? Pastinya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi keseharian dalam keluarga. Rizal Badudu mengalami hal itu. Ayahnya, Jus Badudu, adalah pakar bahasa Indonesia. Jus Badudu membiasakan penggunaan bahasa Indonesia yang baku di dalam keluarga. "Dalam keadaan santai atau marah sekalipun, ayah saya menggunakan bahasa baku. Kami, anak2nya, terbawa menjadi penutur dan pengguna bahasa Indonesia yang baku juga," aku Rizal Badudu.
Meski ayahnya ahli bahasa Indonesia, Rizal tidak mengikuti jejak ayahnya. Mulanya dia bekerja di bank. Setelah 10 tahun banting stir menjadi konsultan di bidang peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan karakter. Profesi itu pun dijalaninya selama 25 tahun.
Sejak awal tahun 2000, Rizal memelajari karakter dan menjadi 'associate trainer' dari Character First yg berpusat di Oklahoma, Amerika. Bersama istrinya, Rizal menggunakan kurikulum itu untuk mendidik karakter empat anak mereka dg program 'homeschooling'. "Waktu SMP bacaan anak saya banyak sekali. Maka ketika mengambil S1 dan S2 mereka sudah terbiasa," ujar pria kelahiran Bandung, Jawa Barat ini. Rizal menghidupkan berbagai pengalaman dan gagasannya di dalam buku2. "Dengan banyak membaca kita bisa menulis dengan baik," paparnya lagi.
Apa jadinya kalau punya ayah seorang ahli bahasa? Pastinya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi keseharian dalam keluarga. Rizal Badudu mengalami hal itu. Ayahnya, Jus Badudu, adalah pakar bahasa Indonesia. Jus Badudu membiasakan penggunaan bahasa Indonesia yang baku di dalam keluarga. "Dalam keadaan santai atau marah sekalipun, ayah saya menggunakan bahasa baku. Kami, anak2nya, terbawa menjadi penutur dan pengguna bahasa Indonesia yang baku juga," aku Rizal Badudu.
Meski ayahnya ahli bahasa Indonesia, Rizal tidak mengikuti jejak ayahnya. Mulanya dia bekerja di bank. Setelah 10 tahun banting stir menjadi konsultan di bidang peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan karakter. Profesi itu pun dijalaninya selama 25 tahun.
Sejak awal tahun 2000, Rizal memelajari karakter dan menjadi 'associate trainer' dari Character First yg berpusat di Oklahoma, Amerika. Bersama istrinya, Rizal menggunakan kurikulum itu untuk mendidik karakter empat anak mereka dg program 'homeschooling'. "Waktu SMP bacaan anak saya banyak sekali. Maka ketika mengambil S1 dan S2 mereka sudah terbiasa," ujar pria kelahiran Bandung, Jawa Barat ini. Rizal menghidupkan berbagai pengalaman dan gagasannya di dalam buku2. "Dengan banyak membaca kita bisa menulis dengan baik," paparnya lagi.
Apa jadinya kalau punya ayah seorang ahli bahasa? Pastinya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi keseharian dalam keluarga. Rizal Badudu mengalami hal itu. Ayahnya, Jus Badudu, adalah pakar bahasa Indonesia. Jus Badudu membiasakan penggunaan bahasa Indonesia yang baku di dalam keluarga. "Dalam keadaan santai atau marah sekalipun, ayah saya menggunakan bahasa baku. Kami, anak2nya, terbawa menjadi penutur dan pengguna bahasa Indonesia yang baku juga," aku Rizal Badudu.
Meski ayahnya ahli bahasa Indonesia, Rizal tidak mengikuti jejak ayahnya. Mulanya dia bekerja di bank. Setelah 10 tahun banting stir menjadi konsultan di bidang peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan karakter. Profesi itu pun dijalaninya selama 25 tahun.
Sejak awal tahun 2000, Rizal memelajari karakter dan menjadi 'associate trainer' dari Character First yg berpusat di Oklahoma, Amerika. Bersama istrinya, Rizal menggunakan kurikulum itu untuk mendidik karakter empat anak mereka dg program 'homeschooling'. "Waktu SMP bacaan anak saya banyak sekali. Maka ketika mengambil S1 dan S2 mereka sudah terbiasa," ujar pria kelahiran Bandung, Jawa Barat ini. Rizal menghidupkan berbagai pengalaman dan gagasannya di dalam buku2. "Dengan banyak membaca kita bisa menulis dengan baik," paparnya lagi.
Taufiq Amir, anak kedua dari empat bersaudara ini lahir di Dumai, Riau, 13 Juli 1969. Sejak kecil orangtuanya membelikan buku-buku. Taufiq juga rajin ke perpustakaan yang dikelola oleh ibu-ibu di komplek perumahannya di Duri. Kala itu, ia suka membaca buku Mahabharata, Ramayana, dan karya-karya Enid Blyton.
Taufiq yang hobi alat musik sempat berkeinginan menjadi musikus saat remaja. Saat kuliah, ia menjadi pemimpin redaksi newsletter kampus dan sempat menjadi wartawan majalah ekonomi, Prospek, sebelum tamat kuliah. KOMPAS banyak berpengaruh dalam menumbuhkan minat baca. Taufiq menyukai rubrik cerpen, opini, dan juga analisa ekonomi Kwik Kian Gie yang menumbuhkan minatnya dalam bidang manajemen. Setelah tujuh tahun berkarier di bidang business development, dia akhirnya memutuskan fulltime sebagai akademisi sejak tahun 2003 dan bergabung dengan Universitas Bakrie mulai 2007.
Buku pertamanya ditolak oleh sebuah penerbit setelah menunggu selama 3 bulan. Namun Taufiq tidak patah semangat sehingga bukunya dapat diterbitkan oleh penerbit lain. Di sela-sela tugas utamanya, Taufiq telah menghasilkan berbagai tulisan jurnal ilmiah dan 15 buku. Tema tentang manajemen menjadi perhatiannya sejak mahasiswa dan rajin mengikuti artikel analisis ekonomi di KOMPAS.
Taufiq Amir, anak kedua dari empat bersaudara ini lahir di Dumai, Riau, 13 Juli 1969. Sejak kecil orangtuanya membelikan buku-buku. Taufiq juga rajin ke perpustakaan yang dikelola oleh ibu-ibu di komplek perumahannya di Duri. Kala itu, ia suka membaca buku Mahabharata, Ramayana, dan karya-karya Enid Blyton.
Taufiq yang hobi alat musik sempat berkeinginan menjadi musikus saat remaja. Saat kuliah, ia menjadi pemimpin redaksi newsletter kampus dan sempat menjadi wartawan majalah ekonomi, Prospek, sebelum tamat kuliah. KOMPAS banyak berpengaruh dalam menumbuhkan minat baca. Taufiq menyukai rubrik cerpen, opini, dan juga analisa ekonomi Kwik Kian Gie yang menumbuhkan minatnya dalam bidang manajemen. Setelah tujuh tahun berkarier di bidang business development, dia akhirnya memutuskan fulltime sebagai akademisi sejak tahun 2003 dan bergabung dengan Universitas Bakrie mulai 2007.
Buku pertamanya ditolak oleh sebuah penerbit setelah menunggu selama 3 bulan. Namun Taufiq tidak patah semangat sehingga bukunya dapat diterbitkan oleh penerbit lain. Di sela-sela tugas utamanya, Taufiq telah menghasilkan berbagai tulisan jurnal ilmiah dan 15 buku. Tema tentang manajemen menjadi perhatiannya sejak mahasiswa dan rajin mengikuti artikel analisis ekonomi di KOMPAS.