Bindhe kiki, atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan ‘jagung kecil’ merupakan varietas tanaman jagung lokal yang ada di Gorontalo. Namun, keberadaannya kini semakin tergerus akibat banyaknya jagung-jagung hibrida yang mulai menguasai pasar jagung di Gorontalo. Padahal, di tahun 1990-an jagung lokal ini seperti menjadi bintang di pasaran. Binde kiki dengan mudahnya ditemui di rumah-rumah warga yang biasanya menjual binde biluhuta. PKEPKL (Pusat Kajian Ekologi Pesisir dan Kearifan Lokal) Jurusan Biologi Universitas Negeri Gorontalo (UNG) bersama masyarakat dusun Tumba juga mengembangkan kembali kearifan lokal jagung lokal termasuk Bindhe Kiki yaitu jenis Motoro Kiki dan Momala.
Yuk kita dengarkan kembali cerita akar rumput masyarakat Indonesia, Seri kali ini kita akan mendengarkan cerita dari Pulau Semau, Kabupaten Kupang tentang Perburuan Harta Karun : Mencari, Menemukan, Mengumpulan Pengetahuan yang Hilang Bersama Mbak Ning Palupi penulis buku Sangia, Hui, Sang Hyang Dollar dan Pembaca Bintang : Dokumentasi Pengetahuan Lokal dalam Pengelolaan Kekayaan alam. Buku ini bercerita tentang penggalian ‘Treasure Hunt’ atau Berburu Harta karun budaya di wilayah GEF SGP Phase VI (Gorontalo, Wakatobi, Nusa Penida dan Pulau Semau).
Yuk kita dengarkan kembali cerita akar rumput masyarakat Indonesia, Seri kali ini kita akan mendengarkan cerita dari Pulau Nusa Penida tentang Cerita Desa Adat Mujaning Tembeling, Nusa Penida dari Bapak I Made Wistawan, Bendesa Desa Adat Mujaning Tembeling.
Dusun Tumba adalah para petani yang menerapkan sistem pertanian kebun campur atau tumpang sari. Letak Dusun Tumba yang merupakan bagian dari kawasan penyangga Suaka Margasatwa Nantu-Boliyohuto menuntut agar penyelenggaraan sistem pertaniannya harus berbasis pada sistem pertanian berkelanjutan. Sistem pertanian berkelanjutan dimaksudkan untuk menjamin keberlangsungan penghasilan petani dan peningkatkan kesejahteraannya, peningkatkan mutu produk, menjamin keutuhan dan kelesatrian sumberdaya alam dan lingkungan, serta menjaga ketersedian dan ketahanan pangan.
Yuk dengarkan podcast Suara Dari Teras : Menggagas Agroeduwisata di Dusun Tumba
Nene Dua Reni adalah Molapo di Dusun Tamilo, Desa Saritani, Gorontalo. MOLAPO membantu warga khususnya petani dalam mencegah dan menjaga tanamannya dari kemungkinan serangan hama. Hama yang dihalau dengan cara MOLAPO yakni babi, monyet, dan berbagai jenis lain yang berpotensi merugikan atau membuat petani gagal dalam produksi. Dengan MOLAPO petani meyakini hama-hama seperti disebutkan itu akan menjauh dan tidak mengganggu tanaman. MOLAPO di Tamilo dijalankan oleh Nenek Dua Reni. Perempuan renta umur 70 tahun. Secara sukarela nenek ini banyak dimintakan jasanya oleh petani yang menanam jagung dilahan pinggir hutan. Biasanya praktek Molapo dilakukan waktu pagi. Nenek Dua Reni akan menuju kebun dan setibanya dilahan akan membakar kemenyan, sarang lebah madu, dan daun sereh. Tidak lama setelah asap dan api terbakar, doa-doa dipanjatkan.
Yuk dengarkan podcast Suara Dari Teras : Suara dari Gorontalo I - Molappo : Nenek Penjaga Kearifan Lokal bersama Petani di Gorontalo
Teknik cubang air tradisional sebagai solusi adaptif ramah lingkungan sudah mulai ditinggalkan yang mulai tergantikan oleh teknik modern dan instan yang tidak ramah lingkungan sekitarnya. - (Robert Hutabarat - Konsultan dan Peneliti bidang Pertanian & Permakultur)
Selain itu secara adat masyarakat Barata Kahedupa juga mengenal aturan yang disebut Galua yakni pohon kelapa ataupun pohon-pohon yang ditanam sepanjang kiri kanan jalan poros yang memiliki fungsi sosial bagi setiap orang yang membutuhkan untuk dapat memetik.
Sementara di laut beberapa contoh aturan pemanfaatan sumber daya alam yang diatur secara adat antara lain :
Banyak ritual adat yang hingga saat ini masih terus dilakukan oleh masyarakat adat Barata Kahedupa salah satunya Festival Adat Barate Kahedupa. Dalam acara ini ada beragam prosesi yang melibatkan semua masyarakat Kahedupa antara lain aqiqah massal, sunatan massal, pingitan bagi anak-anak gadis. Dibutuhkan waktu 40 hari dalam menggelar acara ini.
Kerajaan Barata Kehedupa ini memiliki Pengelolaan sumber daya alam dalam wilayah Barata Kahedupa diatur secara adat baik yang di laut maupun yang di darat yang disebut Sara Barata Kahedupa. Contoh pengelolaan sumber daya alam di darat adalah adanya pembagian pengelolaan tanah berdasarkan pemanfaatannya sebagai berikut :
1. Futa nu Sara yakni tanah-tanah yang dikelola dan diawasi oleh Sara Barata Kahedupa sebagai hak komunal masyarakat adat Barata Kahedupa yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum berdasarkaan mekanisme adat yang telah ditentukan. Fitu nu Sara merupakan wilayah-wilayah lindung seperti hutan adat, hutan bakau juga situs-situs keramat bagi masyarakat adat.
2. Futa nu limbo adalah tanah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian bagi masyarakat adat di suatu Limbo atau wilayah adat.
3. Futa Nu Walaka / Kaomu adalah tanah yang dikelola atau dimanfaatkan oleh suatu kumpulan keluarga tertentu.
Kerajaan BARATA KAHEDUPA adalah bagian dari kerajaan Buton yang berumur lebih dari lima abad, berakhir pada masa pemerintahan sultan ke -38, La Ode Muhamamad Fahili (1938-1960). Barata Kahedupa dipimpin oleh Lakina Kahedupa yang biasa dipanggil Waopu. Setiap Limbo atau wilayah adat dipimpin oleh seorang Bonto.
Sebelumnya, jauh sebelum menjadi Kerajaan Kahedupa yang kemudian berubah menjadi Barata Kahedupa, di Pulau Kahedupa (Kaledupa) telah ada kerajaan-kerajaan kecil yang bermukim di bukit-bukit yang ada di pulau ini. Kerajaan-kerajaan ini dikenal dengan nama Sara-sara Fungka.
Pada tahun 1056 H (1635 M) berdasarkan atas suatu kesepakatan bersama antara Raja Kahedupa XI bernama La Ode Asiwadi, La Ode Battini (Mia Dao), Sultan Buton VI bernama La Buke dan Sapati Balluwu yang bernama La Ode Arafani pada akhirnya Kerajaan Kahedupa bergabung dengan Kesultanan Buton. Kerajaan Kahedupa kemudian menjadi Barata Kahedupa dengan wilayah yang meliputi Kepulauan Tukang Besi (Wakatobi) yang berpusat di Keraton Bente Togo. Bergabungnya Kerajaan Kahedupa dengan Kesultanan Buton adalah untuk memperluas penyebaran agama islam dan sebagai bagian untuk membangun kekuatan pertahanan Wilaayah Timur Kesultanan Buton dari ancaman Kerajaan Ternate, Kerajaan Gowa dan ancaman Belanda (VOC). WILAYAH BARATA KAHEDUPA DI PULAU KALEDUPA
Wilayah Barata Kahedupa di Pulau Kaledupa dibagi dalam 2 Kadie dan 7Limbo (wilayah adat) yang kemudian dibagi dalam 2 wilayah besar yakni ;
1. Wilayah Umbosa (Timur) yang meliputi:
a. Limbo Tombuluruha
b. Limbo Kiwolu
c. Limbo Tapa’a
d. KadieLangge
e. Limbo Tampara
2. Wilayah Siofa (Barat) yang meliputi:
a. Limbo Watole
b. Lombo Ollo
c. Kadie Laulua
d. Limbo Lefuto
Teknik cubang air tradisional sebagai solusi adaptif ramah lingkungan sudah mulai ditinggalkan yang mulai tergantikan oleh teknik modern dan instan yang tidak ramah lingkungan sekitarnya. - (Robert Hutabarat - Konsultan dan Peneliti bidang Pertanian & Permakultur)
Fungsi tanah di Semau yang mulai bergeser dari fungsi sosial ke fungsi ekonomi.
Podcast ini bercerita tentang pembagian wilayah kekuasaan atas tanah di Pulau Semau.
Pulau Semau ini pulau kecil terletak di Kabupaten Kupang, bisa ditempuh pakai kapal atau feri selama setengah jam dari pelabuhan Tenau, Kota Kupang.
Fungsi tanah di Semau yang mulai bergeser dari fungsi sosial ke fungsi ekonomi.
Podcast ini bercerita tentang pembagian wilayah kekuasaan atas tanah di Pulau Semau.
Pulau Semau ini pulau kecil terletak di Kabupaten Kupang, bisa ditempuh pakai kapal atau feri selama setengah jam dari pelabuhan Tenau, Kota Kupang.