Seseorang yang sering di-bully dalam pergaulan dapat membentuk gambar diri negatif.
Bullying ada banyak ragam, mulai dari tekanan ujaran hingga perundungan fisik. Seseorang yang selalu me- nerima perlakuan berbentuk kebencian lama-lama akan mengendapkan ujaran negatif itu dalam pikirannya.
Ketika seorang anak hidup dalam ejekan, hinaan, menjadi korban gosip, disisihkan, dilecehkan karena kekurangan fisiknya, dipermalukan di depan umum hingga mengalami ketakutan akut, dan hilang percaya diri, bisa dibayangkan gambaran diri seperti apa yang akan dibuatnya.
“Aku memang jelek.”
“Aku memang pantas dihina.” “Aku tidak punya bakat.”
“Aku memang suka disuruh-suruh.”
Lama-kelamaan hinaan itu akan diterimanya sebagai kebenaran. Semua hal buruk yang dia terima dianggapnya sebagai kewajaran. Kesalahan orang lain dia terima sebagai akibat kekurangan dirinya. Dia pun tumbuh menjadi dewasa namun rapuh dan memiliki konsep diri negatif.
Para pengusaha sirkus sudah lama tahu rahasia mem- buat gajah agar tetap jinak dan mudah dikendalikan, yaitu dengan mengikat kakinya dengan seutas tali sejak mereka berusia beberapa bulan dan masih lemah. Bagi gajah dewasa, seutas tali sebenarnya tidak dapat menahan kekuatan fisiknya. Hanya dengan sekali langkah, tali akan terputus. Bahkan, pohon tempat tali itu diikatkan juga akan tercabut. Karenanya, para pelatih gajah mulai mengikat kaki gajah sejak mereka masih kecil, kanak-kanak, dan lemah. Pada waktu itu, apabila mereka berusaha mendobrak tali, mereka justru akan kesakitan. Mengapa? Karena tenaganya masih kurang kuat untuk menjebol tali pengikatnya.
Tali pengikat itu lama-lama akan membentuk gambar diri gajah berupa “saya adalah seekor gajah yang selamanya tidak bisa melepaskan tali ini”. Pengalaman kakinya diikat akan membentuk pola pikir bahwa dia tidak bisa mela- wan tali itu sehingga sekeras apa pun mencoba, yang terlintas di pikirannya hanyalah rasa sakit.
Kelak ketika gajah ini tumbuh dewasa, berbadan raksasa, dan memiliki gading yang runcing, gambar diri seperti itu akan tetap ada dan melekat dalam pikirannya. Akibatnya, dia tetap tidak mau susah-susah mendobrak tali yang mengikat kakinya meskipun sudah memiliki kekuatan yang cukup besar untuk memutus ratusan tali sekaligus dalam satu sentakan.
Kegagalan kita di masa lalu dapat mengikat kita seperti seutas tali yang mengikat si gajah.
Seorang lulusan SMK mesin akhirnya menghapus rencananya untuk membuka bengkel bubut besi karena beberapa kali ditipu pelanggan. Aku tidak cocok buka bisnis, katanya.
Seorang anak muda berhenti melamar pekerjaan karena lima kali mendaftar di perusahaan, tak satu pun yang membalas.
Itulah gambaran diri yang terbentuk dari beberapa kegagalan masa lalu. Pengalaman buruk itu seperti tali kekang yang mengikat kaki-kaki gajah. Mereka gagal sekali dua kali dan menganggap bahwa kali ketiga pasti juga akan gagal.
Anda dapat belajar percaya diri dan membangun gambaran diri yang lebih positif dari sosok Jack Ma. Pendiri dan CEO Alibaba Group ini pun sama seperti Anda, pernah gagal dan berkali-kali ditolak.
Orangtua berperan paling besar dalam membentuk gambar diri seseorang. Merekalah yang paling banyak berinteraksi dengan diri kita dalam masa-masa pem- bentukan kepribadian. Ingat! Sebanyak 80% gambar diri seseorang dibentuk pada usia 0–5 tahun. Jika seorang anak pada usia tersebut sering menerima kritikan, kurang kasih sayang, kurang pujian, dimarahi secara berlebihan, dibanding-bandingkan dengan kakak adiknya, dan merasa tertolak, gambar diri anak tersebut bisa terluka. Sekali saja mereka memberikan label diri negatif pada seorang anak, maka anak tersebut akan menyerapnya dan membawa gambar diri itu hingga dewasa, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Perkataan-perkataan negatif dari orangtua sangatlah memengaruhi gambar diri seorang anak. Contoh perkataan negatif yang sering diucapkan orangtua adalah:
“Kamu sangat bodoh. Anak sial!”
“Kamu nakal sekali. Kalau sudah besar kamu pasti gagal.” “Kenapa kamu tidak pintar seperti adikmu?”
“Nilai kamu paling buruk di sekolah. Bikin orangtua malu saja!”
“Memang dasar anak tidak tahu diri!” “Bodoh banget, matematika saja tidak bisa!”
“Papa Mama tidak mau urusan lagi sama kamu. Kamu nakal!”
“Di antara semua anak Papa, kakakmu yang paling gan- teng dan kamu paling jelek.”
Jika pada usia pertumbuhan anak menerima perkataan- perkataan pedas seperti di atas, gambar dirinya bisa rusak. Dia akan merasa tertolak, minder, dan kurang percaya diri. Walaupun terdengar sepele, perkataan negatif dapat memengaruhi karier pekerjaannya saat beranjak dewasa.
Jika Anda pernah menerima perkataan itu dan merasa memiliki gambar diri negatif, jangan khawatir! Gambar diri negatif bisa diubah. Ada solusi untuk menyembuhkannya di akhir bab ini.
Sebelum kita melacak bagaimana sebuah gambar diri terbentuk, seperti apakah gambaran diri Anda?
Apakah Anda melihat diri Anda sebagai orang yang dilahirkan untuk gagal, berantakan, di bawah rata-rata, dan tak memiliki kesempatan untuk berhasil dalam hidup ini?
Ingat! Cara Anda memandang diri sendiri sama dengan cara orang lain memandang diri Anda. Mungkin tidak semua orang, namun kebanyakan orang akan memandang Anda sama seperti cara Anda memandang diri Anda sendiri.
Jika Anda selalu memandang diri negatif, orang di sekitar Anda juga akan cenderung melihat Anda sebagai orang yang negatif. Jika Anda memandang diri sebagai seorang yang lemah, begitulah umumnya orang-orang di sekitar Anda memandang diri Anda.
Sangat susah bagi orang lain untuk melihat diri Anda secara positif jika Anda tidak memandang diri Anda demikian. Biasanya, hanya orang-orang tertentu, seperti pelatih, pemimpin, mentor, atau sahabat baik yang dapat melihat masa depan Anda secara optimis di tengah rasa pesimis Anda terhadap diri sendiri.
Cara pandang Anda terhadap diri sendiri adalah cara musuh-musuh Anda memandang diri Anda.
Dari situ, kita bisa menarik sebuah benang merah yang dapat diurai dengan jelas sehingga terlihat ujung- ujungnya. Ketika seseorang memandang diri kita secara negatif, misalnya dengan lirikan sinis, gaya bicara nyinyir, atau sikap yang mengibas-ngibas supaya kita segera pergi, maka bisa jadi itu karena kita terlebih dulu memandang diri sendiri secara buruk. Maka, kadang-kadang sumber masalahnya memang ada di dalam diri sendiri, bukan karena kedengkian, kesalahan, atau kekurangajaran orang lain.
Mungkin Anda bertanya, “Mengapa saya memandang diri sendiri secara negatif? Dari mana gambar diri negatif itu datang?”
Apakah Anda pernah diperlakukan buruk oleh kedua orangtua Anda? Apakah orangtua Anda jarang memuji Anda saat kecil? Apakah Anda pernah dihajar oleh ayah Anda?
Pernahkah teman-teman satu kelas tidak mengajak Anda ke pesta ulang tahun? Apakah tidak seorang pun yang sudi duduk di samping Anda waktu di sekolah? Pernahkah seseorang menolak dan menghina pendapat Anda ketika Anda memberikan masukan?
Ingat! Jika diizinkan, perlakuan buruk orang-orang sekitar dapat merusak gambar diri kita. Namun, jangan khawatir. Anda tidak sendirian. Ada begitu banyak orang di Bumi ini yang punya penilaian buruk terhadap dirinya sendiri.
Munculnya citra diri tidak terjadi tiba-tiba dan terbentuk begitu saja. Gambar diri telah diproses dan dibentuk saat seseorang baru lahir hingga berusia lima tahun. Pada masa-masa ini, 80% kehidupannya membentuk citra diri seperti pahatan tembikar yang semakin terlihat bentuknya, entah indah atau berantakan. Selanjutnya pada usia 5–25 tahun, citra diri itu diperkuat lewat berbagai momen perjalanan hidup. Jika pada masa kecil sudah tertanam benih citra diri negatif, benih ini akan bertumbuh, membesar, dan kadang-kadang mengakar kuat ketika seseorang telah mencapai usia 25 tahun ke atas.
Jadi, kembali ke pertanyaan semula. Bagaimana gambar diri itu dibentuk? Proses gambar diri terbentuk secara perlahan seperti kecambah yang dimulai saat kita masih kecil. Pembentuk gambaran diri minimal tiga sumber, yaitu:
1. Orang Tua
2. Pergaulan
3. Kegagalan Masa Lalu
Ikuti terus untuk mengupas lebih dalam.
Contohnya, banyak orang Indonesia yang berpikir bahwa orang bule selalu lebih pintar, lebih sukses, dan lebih kaya dari orang Indonesia. Orang Indonesia selalu merasa kalah bersaing, baik karya maupun rupa, dari orang bule, baik bule Amerika maupun Eropa, sehingga dari sini muncul istilah mental inlander.
Akibat penilaian subjektif seperti ini, pekerjaan yang orang Indonesia tekuni sehari-hari sering kali kalah dari orang bule.
Pola pikir yang mengatakan bahwa orang bule lebih pintar dari orang Indonesia membatasi rakyat Indonesia untuk menghasilkan karya yang dapat mengalahkan hasil karya negara bagian barat.
Jika pola pikir ini tidak diubah, seberapa disiplin pun orang tersebut bekerja, akan sangat susah untuk mengalahkan
penghasilan orang bule. Padahal, banyak orang Indonesia yang pintar, kreatif, dan tidak kalah dari orang bule. Namun, karena pola pikir yang salah, sampai saat ini sangat sedikit atau hampir tidak ada orang Indonesia yang masuk top 10 orang terkaya dunia.
Jika kita berpikir orang Indonesia tidak bisa mengalahkan penghasilan orang bule, itulah yang akan terjadi dalam hidup kita. Cara untuk membuat penghasilan kita lebih dari orang bule bukanlah dengan bekerja sepuluh kali lipat lebih keras, melainkan dengan membuang kebohongan- kebohongan yang ada dalam pikiran kita.
Dalam kehidupan bisnis, cara kita bersikap terhadap orang lain menentukan level kesuksesan kita. Kita sering mendengar para ahli bisnis mengatakan “Your attitude will determine your altitude”, yang dalam bahasa Indonesia- nya “Sikap Anda menentukan seberapa tinggi kesukses- an Anda”.
Ya, orang yang ingin berhubungan bisnis dengan orang yang memiliki sikap kurang baik memang jarang. Kita lebih suka berbisnis atau membeli barang dari orang yang bersikap baik, memiliki karakter menyenangkan, dan penuh kasih. Masalahnya, bagaimana cara untuk dapat bersikap baik kepada orang lain?
Mengapa di sekeliling kita ada orang-orang yang me- numpahkan kritik dan kata-kata keras kepada orang lain? Mengapa ada orang yang walaupun niatnya baik, selalu memperlakukan orang lain dengan buruk? Sebenarnya, manusia memperlakukan orang lain sama seperti dia memperlakukan dirinya sendiri.
Orang yang suka mengkritik orang lain adalah orang yang suka mengkritik dirinya sendiri. Orang yang menuntut ekspektasi sangat tinggi hingga tidak realistis terhadap orang lain adalah orang yang juga menuntut ekspektasi “gila” terhadap dirinya sendiri. Orang yang benci kepada orang lain adalah orang yang juga benci kepada kehidupannya sendiri. Kita tidak bisa bersikap baik kepada orang lain jika kita tidak bersikap baik kepada diri kita sendiri. Kita tidak dapat berlaku kasih kepada orang lain jika kita tidak berlaku kasih kepada diri kita sendiri. Kita tidak dapat memberikan kepada orang lain sesuatu yang kita sendiri tidak punya.
Mengapa sebagian orang berbuat jahat dan berperilaku buruk kepada orang lain? Itu karena mereka memiliki gambar diri yang terluka. Mereka melihat dirinya sebagai orang yang gagal, orang yang tidak bisa apa-apa, dan benci pada kehidupannya. Mereka tidak bisa menerima dirinya apa adanya. Akibatnya, mereka sering menghukum dirinya sendiri karena ekspektasi-ekspektasinya yang tidak tercapai. Akhirnya, mereka pun memperlakukan orang lain dengan buruk untuk melampiaskan apa yang ada dalam dirinya.
Banyak orang yang sadar bahwa dirinya bersikap kurang baik, namun tidak tahu harus berbuat apa. Banyak orang yang sadar bahwa dirinya harus berubah, namun susah untuk berubah. Banyak orang yang ingin berniat baik, namun selalu gagal. Mereka tahu bahwa sikapnya sangat menentukan tingkat kesuksesan pekerjaannya. Bersikap baik kepada orang lain sangat susah dilakukan jika kita memiliki gambar diri negatif. Bagaimana mungkin kita dapat memperlakukan orang lain dengan baik jika kita memperlakukan diri sendiri dengan buruk?
Jika selama ini Anda selalu bersikap buruk terhadap orang lain walaupun niat Anda baik, mungkinkah Anda juga memperlakukan diri sendiri dengan buruk? Apakah Anda memandang diri sendiri secara negatif? Jika ya, mari kita sama-sama membuang gambar diri negatif itu dan mulai membangun gambar diri yang positif dan sehat dalam diri kita.
Ingat! Seberapa tinggi kita akan terbang ditentukan oleh sikap kita terhadap orang lain, dan sikap kita terhadap orang lain otomatis akan berubah baik dimulai dari gambar diri yang sehat.
Menyebut nama Albert Einstein sama artinya mengeja nama orang paling cerdas sedunia. Tahukah Anda bahwa masa kecil si Einstein tidak seindah namanya saat ini?
Einstein lebih sering membolos untuk pelajaran yang tidak disukainya. Dia hanya rajin saat pelajaran matematika dan sains. Selebihnya, dia suka musik dan berlayar.
Ujungnya, pihak sekolah angkat tangan. Einstein dikeluarkan dari sekolah dan diminta mencari tempat belajar lain. Para guru tidak sanggup mendidiknya dan harus memberi tahu ibu Einstein bahwa anaknya terlalu bodoh dan terpaksa dikeluarkan.
“Mengapa saya harus pindah sekolah?” tanya Einstein kepada ibunya.
“Karena sekolah itu tidak mampu dan tidak cocok untuk mendidik anak cerdas sepertimu,” kata ibunya membangun gambar diri positif untuk si Einstein.
Perkataan ibu Einstein sangatlah bijaksana dan menanamkan gambar diri yang sehat pada diri Einstein. Einstein tidak melihat dirinya sebagai orang bodoh, tetapi sebagai orang pintar bahkan sangat pintar hingga harus pindah ke sekolah lain. Saat beranjak dewasa, Einstein terus meroket dan dikenal sebagai fisikawan terbesar abad ke-20. Gambar dirinya yang sehat menggerakkan Einstein untuk menciptakan hal-hal besar. Teori relativitasnya telah mengubah dan memberikan sumbangan besar untuk menjawab misteri alam semesta, melengkapi deretan teori yang disumbangkan ilmuwan lain, seperti Thomas Alva Edison dan Darwin.
Pelajaran penting apa yang Anda peroleh dari sukses Einstein? Ibunya menanamkan gambar diri sehat yang sangat kuat pada diri Einstein. Lantas, gambaran diri itu menarik Einstein menjadi seperti yang dia pikirkan tentang dirinya. Gambar dirinya yang sehat berkata, “Saya adalah Einstein. Saya adalah orang yang pintar, bahkan sangat pintar hingga harus pindah sekolah.” Pikiran itulah yang benar-benar terjadi dalam kehidupannya.
Bagaimana dengan Anda? Sudahkah gambaran diri yang sehat itu terbentuk dalam kepala Anda? Jika belum, ambil waktu lima menit untuk merancangnya sebelum melanjut- kan membaca buku ini.
Mengapa Bill Gates bisa memiliki kekayaan yang fenomenal? Demikian pula Mark si pencipta Facebook bisa menghasilkan media sosial yang pasti ditengok miliaran orang setiap menitnya? Jawabannya, karena mereka memasang tesmostatnya dengan sangat tinggi. Hal itu hanya bisa terjadi ketika Bill Gates dan Mark terlebih dahulu memiliki gambar diri yang positif sebelum melangkah.
Jadi, jangan Anda balik bahwa gambar diri yang baik dari Bill Gates muncul setelah mereka sukses. Sama sekali tidak begitu. Mereka menciptakan lebih dulu gambaran diri yang sehat jauh sebelum meraih ketenaran dan kekayaan seperti sekarang. Gambar diri sukses itulah yang menjadi jalan tol bagi mereka menuju titik kemakmuran.
Suatu ketika Donald Trump pernah marah pada sebuah kantor berita. Pasalnya, salah seorang wartawannya menulis sebuah berita yang mengatakan bahwa ia ada- lah seorang millionaire (USD). Donald Trump segera me- nuntut surat kabar itu dan berkata, “Saya bukan millionaire. Saya billionaire! (USD).”
Donald Trump selalu melihat dirinya sebagai billionaire. Ia memiliki gambar diri positif yang sangat kuat. Trump tidak membiarkan orang lain ataupun kritikan menurunkan rasa percaya dirinya. Terbukti, orang ini sukses luar biasa dan menjadi presiden Amerika Serikat. Walaupun perjalanan bisnisnya penuh gonjang-ganjing dan sem- pat turun, keuangan Trump selalu kembali naik ke level billionaire. Apa rahasianya? Rahasianya, “termostat ke- uangan” Trump sudah di-set di angka billionaire, bukan millionaire.
Sebaliknya, jika “termostat keuangan” seseorang di-set di angka jutawan, sangat susah bagi orang tersebut untuk menjadi miliarder. Mungkin orang ini sangat pintar dan bekerja keras setiap hari. Mungkin keuangannya bisa mencapai Rp50.000.000 atau Rp500.000.000. Namun, akan sangat susah baginya menembus 1 M atau 100 M jika termostat keuangannya tidak dinaikkan menjadi miliarder. Lalu, adakah power yang mampu meningkatkan termostat keuangan kita ke level yang lebih tinggi? Ada, yaitu dengan memulai dari gambar diri yang sehat.
Cara kerja gambar diri ini menyerupai termostat yang ada pada pendingin ruangan (AC). Termostat berfungsi untuk mengontrol suhu ruangan. Apabila kita mengatur suhu dalam ruangan berada di angka 20oC, termostat akan memerintah mesin AC untuk bekerja sekuat tenaga mendinginkan ruangan hingga suhu ruangan tersebut berubah menjadi 20oC. Jika sudah tercapai, mesin AC tidak akan terus mendinginkan ruangan hingga 16oC sebab sudah diatur hanya pada suhu 20oC.
Sekarang, coba Anda buka pintu atau jendela, dan diamkan beberapa saat. Biarkan suhu udara luar masuk dan menghangatkan ruangan. Apa yang terjadi? Suhu dalam ruangan akan merangkak naik, mungkin menjadi 25oC. Bahkan bisa lebih, bergantung apakah Anda tinggal di Dubai atau Pegunungan Menoreh. Nah, termostat akan
memaksa AC untuk berembus lebih keras sampai suhu di dalam ruangan kembali ke angka 20oC. Pendingin ruangan terus berusaha kembali ke setelan termostat untuk menstabilkan suhu menjadi 20oC, namun tidak mencapai 16oC.
Jika kita lihat realitas dalam kehidupan ini, setiap orang mempunyai “termostat keuangan” dalam hati dan pikir- annya. Sayang, orang yang memiliki gambar diri negatif memasang termostat keuangannya pada angka yang cenderung lebih rendah dibanding seharusnya.
Katakanlah orang dengan gambar diri negatif ini mengatur “termostat keuangannya” pada angka mak- simal Rp3.000.000 tiap bulan. Ia berkata, “Saya bisa mendapatkan penghasilan tiga juta rupiah tiap bulan, tetapi tidak mungkin bagi saya untuk mendapatkan peng- hasilan lebih dari tiga juta rupiah tiap bulan.” Maka, sama seperti fungsi termostat AC, orang ini akan bekerja terus sekuat tenaga hingga angka tiga juta itu tercapai. Jika pada minggu pertama ia baru mendapatkan lima ratus ribu rupiah, “termostat keuangannya” akan terus memicu orang ini untuk berpikir dan bekerja keras hingga angka tiga juta rupiah tercapai. Jika mendekati akhir bulan orang ini berhasil mendapatkan Rp2.900.000, “termostat keuangan” akan memerintahkan orang ini untuk lebih santai sebab target Rp3.000.000 hampir tercapai. Yak, dan betul, ternyata orang ini berhasil mencapai Rp3.000.000 pada akhir bulan!
Karena “termostat keuangan” orang ini hanya di-set pada angka Rp3.000.000, orang ini sulit sekali mencapai penghasilan Rp30.000.000 tiap bulan. Termostat keuang- an orang ini akan menggerakkannya untuk memikirkan rencana dan strategi bisnis yang dapat membawanya ke angka Rp3.000.000, tetapi bukan ke angka Rp30.000.000.
Keadaan ekonomi yang sedang tidak baik bisa jadi membuat penghasilan orang ini turun menjadi Rp2.000.000. Penurunan ini langsung mengirimkan sinyal ke “termostat keuangan” untuk segera memikirkan strategi baru dan bekerja lebih keras untuk kembali mencapai angka Rp3.000.000, tetapi tetap bukan Rp30.000.000.
Bagaimana caranya agar “termostat keuangan” orang ini bisa naik dari Rp3.000.000 menjadi Rp30.000.000 tiap bulan? Mudah sekali. Bukan dengan bekerja lebih keras, melainkan dengan mengubah termostat keuangannya. Orang ini perlu membuang kebohongan dalam pikiran- nya yang mengatakan “saya tidak mungkin mempunyai penghasilan lebih dari Rp3.000.000 tiap bulan” dan memelihara pola pikir baru yang mengatakan “Tuhan bisa membuat penghasilanku lebih dari Rp3.000.000 tiap bulan. Tuhan bisa membuat penghasilanku Rp30.000.000 atau lebih dari itu.” (Catatan: Saya mengawali dengan “Tuhan” sebab percaya bahwa semua penghasilan yang kita dapatkan berasal dari sang Pencipta).
Jika termostat keuangan Anda sudah dinaikkan ke angka Rp30.000.000, temostat keuangan itu akan memungkinkan dan menggerakkan Anda untuk mencapai angka tersebut. Sebaliknya, seseorang yang menang lotre 1 miliar rupiah namun termostat keuangannya hanya 1 juta rupiah, maka dalam waktu singkat keuangannya bisa turun menjadi 1 juta rupiah.
MENGAPA GAMBAR DIRI YANG SEHAT BERKAITAN DENGAN TINGKAT KESUKSESAN SESEORANG?
Persepsi buruk kepada diri sendiri ataupun kepada orang lain dapat menghambat perjalanan seseorang untuk berhasil. Sebagai contoh, mengapa sebagian rakyat Indonesia susah berhasil dalam sisi keuangan?
Sebut saja ada seorang wanita Indonesia bernama Annisa. Annisa adalah seorang yang baik, rajin bekerja, dan taat beragama. Setiap pagi Annisa bangun untuk beribadah dan bersiap menjalankan bisnisnya. Persis kebiasaan orang Indonesia kebanyakan.
Anehnya, dengan kebiasaan baiknya itu, bisnisnya tidak pernah mencapai hasil maksimal. Dibilang gagal tidak, dibilang berhasil juga tidak.
Setelah selesai bekerja, Annisa selalu istirahat di rumah sambil menonton sinetron Indonesia. Akhirnya, Annisa sadar bahwa penyebab bisnisnya tidak bisa maksimal adalah karena persepsinya yang salah terhadap orang kaya.
Sebagian besar sinetron Indonesia sering menggunakan orang kaya sebagai pemeran jahat atau pemain antagonis. Dalam dunia sinetron Indonesia, orang kaya selalu menyiksa orang lain dan berbuat jahat dengan semena- mena. Annisa yang setiap hari menyaksikan sinetron Indonesia mulai membentuk persepsi bahwa orang kaya adalah orang jahat. Dia berpikir bahwa semua orang kaya itu jahat. Artinya, tidak ada orang kaya yang baik. Secara tidak sadar Annisa menyimpan pemikiran “Saya beragama. Saya ingin menjadi orang baik. Saya tidak mau menjadi orang jahat. Oleh sebab itu, saya tidak boleh menjadi orang kaya karena saya bisa menjadi jahat!”
Anda sudah menemukan benang merahnya? Ternyata persepsi salah inilah yang menghambat bisnis Annisa sehingga dia tidak bisa mencapai hasil maksimal. Annisa merasa dirinya akan menjadi jahat jika bisnisnya semakin sukses. Persepsi ini sangat memengaruhi pikiran bawah sadarnya. Penelitian menunjukkan bahwa 80% keputusan dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar, bukan pikiran sadar.
Tanpa disadari, Annisa sering mengambil keputusan- keputusan bisnis yang mengarahkan dirinya untuk tidak menjadi terlalu kaya. Persepsinya yang salah mencegah Annisa untuk menjadi orang sukses.
Bagaimana solusinya? Annisa harus membuang kebo- hongan dalam pikirannya yang mengatakan bahwa “se- mua orang kaya adalah orang jahat” dan menggantinya dengan “saya bisa menjadi orang yang sukses, saleh, dan beragama”. Dengan demikian, kebohongan yang ada dalam pikirannya tidak lagi menghalanginya untuk menjadi orang yang sangat sukses. Annisa pun tidak takut lagi menjadi orang sukses sebab sadar bahwa tidak semua orang sukses adalah orang jahat. Setelah itu, bisnis Annisa mulai berkembang dengan dahsyat.
Sangatlah penting bagi kita untuk menyadari semua ke- bohongan dan persepsi yang tidak benar dalam pikiran kita, khususnya tentang gambar diri kita. Jika tidak di- benahi, hal itu dapat memengaruhi keputusan-keputusan bisnis yang akan kita ambil. Jika kita membuang semua akar pikiran yang salah dan memasukkan pikiran yang benar, perjalanan bisnis kita akan lebih lancar dan menyenangkan.
Sir Roger Gilbert Bannister CH CBE FRCP (23 Maret 1929– 3 Maret 2018), kenalkah Anda dengan sosok ini? Nama dia tidak sefamiliar atlet Muhammad Ali atau Maradona. Namun, di dunia olahraga lari, dia adalah legenda.
Bannister adalah seorang atlet jarak menengah sekaligus dokter ahli saraf Inggris yang berlari menembus waktu psikologis di bawah empat menit. Artinya, persepsi orang saat itu adalah tidak mungkin ada pelari yang sanggup memecahkan rekor di bawah angka itu.
Pada Olimpiade 1952 di Helsinki, Bannister mencetak rekor Inggris di cabang lari 1500 meter. Prestasi ini memperkuat tekadnya untuk menjadi atlet pertama yang menyelesaikan lari dalam waktu kurang dari empat menit. Dia mencapai prestasi ini pada 6 Mei 1954 di lintasan Road Iffley di Oxford. Ketika penyiar Norris McWhirter menyatakan, “Waktunya tiga ...”, sorak-sorai kerumunan penonton meledak ketika melihat catatan waktu Bannister yang sebenarnya, yaitu 3 menit dan 59,4 detik. Dia telah mencapai rekor ini dengan pelatihan minimal sambil berlatih sebagai dokter junior.
Pecahlah anggapan orang bahwa tak mungkin berlari 1500 meter dalam waktu kurang dari 4 menit. Hal yang luar biasa, rekor Bannister hanya bertahan 46 hari. Atlet lari pun “mudah” untuk menjebol rekor baru itu.
Anda pernah meragukan diri Anda sendiri? Menilai diri Anda tidak sehebat kapasitas Anda? Tengoklah keberhasilan orang lain.
“Kalau orang lain bisa, saya juga bisa!” Itulah pola pikir yang perlu kita miliki. Maka, ketika Anda ingin berhasil, mau melangkah maju, ubah pola pikir Anda dan lihat diri Anda sebagai hasil karya Tuhan yang sangat sempurna. Masterpiece-Nya. Tidak ada negative self-image. Kalau orang lain berhasil, Anda pun bisa.
Karena itu, dalam bab ini, saya ajak Anda untuk berfokus membahas tiga hal, yaitu:
• Mengapa gambar diri yang sehat berkaitan dengan
tingkat kesuksesan seseorang?
• Mengapa seseorang dapat memiliki gambar diri
negatif?
• Bagaimana cara membentuk gambar diri yang sehat
jika gambar diri sudah rusak?
Kita bahas lebih detail bagian per bagian berikut ini.
Gambar diri adalah faktor yang menentukan tingkat kesuksesan Anda. Sebelum Edmund Hillary dan Tenzing Norgay menaklukkan Puncak Everest tahun 1953, tidak ada seorang pun yang percaya bahwa puncak gunung tertinggi di dunia ini bisa dipanjat sampai titik yang paling tinggi. Mengapa? Ya, karena tantangan untuk sampai di puncak benar-benar membuat merinding. Selain karena ketinggi- annya yang teramat sangat, mendekati jangkauan mak- simal pesawat terbang, medan menuju puncak Gunung Everest bersalju, licin, berbahaya, berjurang-jurang, dan hanya mengandung sedikit oksigen. Oleh karena itu, izin mendaki Gunung Everest bagaikan membeli one-way ticket. Pernah menonton film “Everest”? Mereka berhasil mendaki sampai ke puncak, tetapi beberapa anggota tim yang terlibat dalam pendakian tidak berhasil turun dengan selamat.
Setelah penaklukan gunung tersebut, mendaki dan mengibarkan bendera di Puncak Everest tiba-tiba menjadi sesuatu yang tidak lagi luar biasa. Terbukti, banyak orang yang berhasil menembus rute sampai puncak gunung yang tertinggi. Bahkan, salah satu orang Indonesia ada yang sudah berhasil mencapai puncaknya. Mengapa? Karena mental kita terbuka setelah melihat atau mendengar keberhasilan orang lain.
Jebol-lah persepsi orang bahwa puncak bersalju abadi itu tertutup untuk manusia. Ya, selama ini orang selalu melihat memanjat Gunung Everest adalah hal mustahil. Mereka melihat dirinya sendiri sebagai seorang yang tidak mungkin bisa memanjat gunung itu. Namun, ketika ada satu orang yang berhasil memanjatnya, gambar diri pun berubah. Mereka melihat dirinya bukan lagi sebagai orang yang tidak mampu menaklukkan gunung itu, tetapi sebagai manusia yang mampu menaklukkannya.
“Kalau orang lain bisa, berarti saya bisa!” dan gambar diri mereka pun berubah. Kini, mendaki Gunung Everest adalah wisata petualangan yang sangat memikat. Asalkan Anda cukup uang dan sehat secara fisik, tidak mustahil untuk mendaki sampai Puncak Everest.
Melihat keberhasilan orang lain bisa menjadi salah satu cara mengembalikan self-image negatif dan membentuknya menjadi positif. Selain penaklukan Everest, ada lagi cerita lain.
Sir Roger Gilbert Bannister CH CBE FRCP (23 Maret 1929– 3 Maret 2018), kenalkah Anda dengan sosok ini? Nama dia tidak sefamiliar atlet Muhammad Ali atau Maradona. Namun, di dunia olahraga lari, dia adalah legenda.
Bannister adalah seorang atlet jarak menengah sekaligus dokter ahli saraf Inggris yang berlari menembus waktu psikologis di bawah empat menit. Artinya, persepsi orang saat itu adalah tidak mungkin ada pelari yang sanggup memecahkan rekor di bawah angka itu.
Seperti ada hitam dan ada putih, demikian pula ada orang yang dengan santai berjalan menuju kesuksesan dan ada pula yang berusaha mati-matian untuk sukses namun tidak pernah mencapai kesuksesan tersebut. Ingat, kerja keras memanglah penting, namun jangan lupa, berkat Tuhan-lah yang menjadikan kaya. Boleh dibilang, susah payah tidak menambahinya.
Ada tipe orang yang tidak perlu mati-matian untuk memperoleh sukses. Walaupun bukan lulusan S2 dengan IQ supertinggi, apa pun pekerjaan yang dikerjakannya, bisnis yang dibukanya, dan rencana yang dirancangnya selalu berhasil sesuai harapan. Kehidupannya pun tampak harmonis bersama keluarga dan rekan kerja.
Namun, di tempat lain ada orang yang sudah mati-matian bekerja keras, menyusun banyak rencana bisnis, bahkan bersekolah sampai S2, pekerjaannya selalu gagal. Dia mungkin pernah sesekali memperoleh keberhasilan kecil. Bisa jadi juga dia sudah berjalan beberapa langkah menuju kesuksesan, namun ujung-ujungnya selalu bertemu kegagalan.
Jika Anda termasuk tipe seperti ini, ada kabar baik untuk Anda! Anda bisa berubah menjadi orang yang dengan santai diikuti kesuksesan. Ada banyak sekali kunci ke- uksesan yang dapat mengubah keadaan keuangan Anda, namun Anda perlu memiliki kunci kesuksesan pertama dan paling dasar, yaitu gambar diri yang sehat.
Kepintaran dan kerja keras saja tidak cukup. Kita umpamakan gambar diri negatif seperti rantai sepanjang lima meter yang mengikatkan Anda pada tiang besi. Tidak peduli sekuat apa pun berusaha, Anda hanya bisa lari sejauh lima meter dari tiang itu. Sekalipun dengan IQ sangat tinggi, keuangan Anda hanya bisa berlari sejauh lima meter dari tiang besi. Hanya setelah lepas dari rantai itu, Anda bisa lari sejauh yang Anda inginkan. Hanya jika Anda lepas dari gambar diri negatif, keuangan Anda bisa berlari tanpa batas.
Ya, gambar diri sehat adalah langkah awal menuju kesuksesan. Gambar diri adalah cara kita memandang diri sendiri.
Bagaimana Anda memandang diri Anda sendiri? Apakah Anda memandang diri Anda sebagai orang sukses atau gagal? Sudahkah Anda melihat diri Anda sebagai ciptaan Tuhan yang dilahirkan untuk berhasil? Ataukah Anda melihat diri Anda sebagai orang yang gagal?
Budi dikenal sebagai sosok yang sangat rajin bekerja. Setiap hari, dia bangun pagi sekali untuk bersiap- siap memulai pekerjaannya. Motivasinya dalam
bekerja benar-benar tidak terkalahkan. Tidak hanya rajin, Budi juga pintar, berpengetahuan luas, dan menguasai pekerjaannya.
Namun, ada yang aneh. Sekeras apa pun Budi berusaha untuk sukses, hasilnya selalu gagal. Walaupun terus mencoba bekerja lebih keras dan membaca lebih banyak buku, ujung-ujungnya kegagalan juga yang dia dapati.
Pada akhirnya, Budi merasa lelah. Dia mulai bertanya- tanya dalam hati. “Bukankah saya ini orang yang rajin dan pintar? Mengapa segala usaha saya tidak berhasil?” Merenung dan mengevaluasi dirinya, Budi teringat ke- jadian sewaktu dia berumur tujuh tahun. Waktu itu, Budi berbuat salah dan mendapat marah ayahnya. Ayahnya sangat emosi dan tidak sengaja melontarkan perkataan pedas kepadanya.
“Budi! Kamu sangat nakal! Kamu anak sial. Besar nanti pasti kamu jadi orang yang gagal!”
Perkataan pedas itu masuk ke dalam pikiran Budi, yang lantas memahat gambar dirinya. Aku anak nakal, anak sial, anak gagal. Sejak saat itu, Budi mulai melihat dirinya sesuai citra itu. Gambar dirinya tidak lagi sehat dan berubah menjadi negatif. Budi tidak pernah melihat dirinya sebagai orang yang sukses, tetapi sebagai orang yang gagal.
Gambar diri Budi yang terlukai ini sangat memengaruhi kehidupan pekerjaannya. Walaupun pintar dan pekerja keras, gambar diri yang rusak ini selalu membawa arah hidupnya pada kegagalan, bukan pada titik keberhasilan.
Bagaimana dengan diri Anda? Bagaimanakah cara Anda memandang diri Anda? Apakah Anda memiliki pengalaman yang buruk seperti Budi? Atau, apakah sudah melihat diri Anda sebagai orang yang gagal?
Raja Salomo pernah berkata: “For as he think in his heart, so is he.” Sebuah pesan yang sangat bagus. Apa yang di- pikirkan seseorang dalam hatinya tentang dirinya sendiri, begitulah dia. Salah satu penyebab kegagalan yang sering dialami seorang pekerja keras adalah gambar diri yang terluka. Walaupun suka bekerja dan sangat ingin sukses, jika tidak melihat dirinya sebagai orang sukses, pekerjaannya akan sering berujung pada kegagalan.
GAMBAR DIRI YANG SEHAT. Berhentilah melihat diri Anda sebagai orang gagal dan mulailah melihat diri Anda sebagai orang sukses.
Hal-hal yang tidak kelihatan sering kali lebih kuat (power- ful) daripada hal-hal yang kelihatan. Tidak percaya? Ber- ikut bukti yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari- hari.
• Listrik tidak kelihatan, namun mempunyai tegangan
yang dapat menghidupkan lampu rumah Anda.
• Angin tidak kelihatan, namun dapat dirasakan dan bisa menghasilkan angin topan yang cukup kuat untuk menghancurkan satu kota.
• Keangkuhan tidak kelihatan, namun dapat dirasakan.
• Kerendahan hati tidak kelihatan, namun menimbulkan rasa nyaman.
• Cinta tidak kelihatan, namun dapat membuat seseorang melakukan hal-hal yang mustahil.
“Tapi Eric, saya tidak percaya dengan hal-hal yang tidak kelihatan.”
Apakah Anda dapat melihat oksigen? Tentu tidak. Namun, bagaimana jika hidup Anda tanpa oksigen?
Apakah Anda dapat bernapas?
Apakah Anda dapat hidup selama satu jam, bahkan lima menit saja tanpa oksigen? Saya yakin, tidak.
Oleh sebab itu, hal-hal yang tidak bisa dilogikakan, tidak bisa dipahami, atau tidak kelihatan bisa jadi adalah hal- hal yang dibutuhkan untuk mengubah keadaan Anda saat ini.
Ada IQ. Ada juga EQ. Bagaimana dengan SQ? SQ adalah kependekan dari Spiritual Quotient atau kecerdasan spiritual. SQ inilah yang dapat menembus batasan- batasan yang selama ini menghalangi keuangan Anda. SQ inilah yang bisa mengubah faktor “X” atau nasib buruk dalam kehidupan Anda. Ingat, “orang pintar” bisa meramal nasib Anda (walaupun tidak sepenuhnya benar), namun tidak bisa mengubah nasib Anda. Hanya Tuhan yang bisa mengubah nasib seseorang. Oleh sebab itu, kita membutuhkan SQ untuk melibatkan Tuhan untuk melepas batasan-batasan kita, membuang semua faktor “X”, dan mengubah nasib kita.
Kunci-kunci kesuksesan yang saya berikan tidak hanya membahas IQ dan EQ, tetapi juga SQ. Saya berharap kunci-kunci kesuksesan ini dapat mengubah kehidupan keuangan Anda sepenuhnya. Jika selama ini Anda terlilit utang, saya berharap utang itu bisa lunas dalam waktu cepat. Jika bisnis Anda selama ini hanya sampai pada kondisi hampir berhasil, saya berharap bisnis Anda bisa benar-benar berhasil. Jika omzet bisnis Anda mengalami stagnasi selama bertahun-tahun, saya berharap batasan-batasan yang “mengerangkeng” bisnis Anda dapat di- hancurkan.
Mari kita gunakan semua kunci kesuksesan Anda dalam hidup ini. Bukan untuk cinta uang, bukan untuk keegoisan pribadi, melainkan untuk mengubah kegagalan Anda menjadi kesuksesan, mengusir belalang-belalang pela- hap yang memakan butir-butir rezeki Anda, dan menjadi manfaat untuk orang-orang sekitar.
Salam sukses!
Singa adalah raja hutan yang sangat kuat. Jika dirantai dengan rantai besi sepanjang 5 meter, singa itu tidak akan bisa berjalan lebih dari 5 meter. Walaupun otot-ototnya sangat kuat, dia tetap tidak bisa melewati batas 5 meter. Dia hanya akan bergerak bebas atau berputar- putar seluas 5 meter, namun tidak bisa lebih dari 5 meter.
Dalam hidup pun ada yang namanya batasan. Biasanya, penghasilan seseorang akan terus naik sampai terbentur batasan keuangan. Anda mungkin pernah menjumpai seseorang yang bisnisnya naik dengan sangat cepat. Hanya dalam waktu enam bulan sejak bisnisnya didirikan, omzet perusahaannya sudah mencapai 300 juta rupiah per bulan! Setelah menembus angka 300 juta, omzet perusahaannya mulai berhenti dan itu berlanjut dalam waktu sangat lama. Orang ini terbentur batasan keuangan di angka 300 juta. Perusahaannya tidak gagal, tidak mengalami kerugian bahkan terbilang cukup “lumayan”, tetapi perkembangannya mengalami stagnasi batasan keuangan sehingga jika tidak ditembus bisa berhenti dalam waktu 5 tahun, 10 tahun, atau seumur hidup.
Ada lagi keanehan lain. Ada tipe orang yang awal bisnisnya sangat baik, namun ketika hampir mencapai titik tersuksesnya, tiba-tiba mengalami permasalahan yang menyebabkan bisnisnya tutup dan bangkrut. Orang
ini kembali memulai usaha di bidang lain dan sedikit lagi panen keuntungan besar, tiba-tiba ada saja kendala yang menyebabkan bisnisnya gagal.
Ada juga tipe orang yang selalu dikejar-kejar utang. Orang ini bisa jadi bukan orang yang malas atau bodoh. Namun, sekeras apa pun bekerja, utang selalu mengikuti ke mana pun ia pergi. Jika tidak diubah, faktor “X” ini bisa terus berlangsung seumur hidup hingga ke anak cucunya.
Penting!
Ada batasan, faktor “X”, atau nasib buruk yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan kerja keras dan kepintaran. Namun, ada kunci kesuksesan yang dapat mengubah batasan-batasan, faktor “X”, atau nasib buruk itu.
Dalam bab berikut, Anda akan menerima kunci-kunci kesuksesan yang dapat membuka pintu-pintu keuangan Anda yang selama ini tertutup dan menutup pintu-pintu yang selama ini menyebabkan kerugian. Ingat, kunci-kunci kesuksesan dalam buku ini sering kali tidak diajarkan dan tidak disadari oleh banyak orang. Kunci-kunci kesuksesan itu juga tidak sepenuhnya bisa dipahami oleh otak manusia secara logika dan tidak semuanya dapat dilihat dengan mata, Anda hanya dapat merasakan dampaknya.
EQ adalah nilai kecerdasan emosi seseorang. EQ berbicara tentang seberapa tinggi disiplin Anda, seberapa keras kerja Anda, seberapa tangguh mental Anda, seberapa sering Anda tidak menyerah, dan seberapa pintar Anda berkomunikasi dengan orang lain.
Apakah EQ dapat membantu Anda menuju kesuksesan? Saya jawab bisa, namun terbatas.
Orang yang hanya mengandalkan IQ dan EQ tinggi akan kesulitan mengatasi nasib buruk, faktor “X” yang menghalangi kesuksesan, atau “batasan-batasan” level keuangan.
Seseorang memang dapat bekerja sekuat tenaga, punya rencana bagus, dan punya tingkat kepintaran otak yang sangat dahsyat. Namun, jika ada faktor “X” atau nasib buruk yang tidak mendukung, seperti kecelakaan, lampu mati, tiba-tiba macet total di jalan ketika akan meeting penting, atau ada faktor lain yang menghalangi bisnis untuk maju, sesempurna apa pun rencana bisnisnya bisa gagal.
Ada juga orang yang sebenarnya hanya sedang jalan-jalan di mal dan tidak sedang merencanakan bisnis apa pun, lalu tiba-tiba bertemu seorang investor bisnis. Sambil makan bersama, mereka berdiskusi tentang dunia bisnis.
Dan, akhirnya, orang itu malah mendapatkan investasi yang sangat besar dalam bentuk uang!
Anda kenal penyanyi Justin Bieber? Awal mulanya, Justin merekam dirinya ketika bernyanyi dan mengunggahnya ke YouTube. Saya yakin saat itu Justin tidak punya rencana apa pun apakah akan menjalankan sebuah bisnis besar atau bagaimana. Namun, ternyata video itu meledak dan sekarang Justin malah menjadi superstar dengan kesuksesan maksimal.
Mengapa ada orang yang sepertinya terlihat santai malah sukses tanpa harus jungkir balik mencari uang?
Orang yang hanya mengandalkan EQ akan sangat susah menembus batasan. Dalam sebuah keluarga besar kita akan sering menemui batasan keuangan. Contohnya, jika kakek buyutnya adalah orang terkaya di keluarganya dengan penghasilan maksimal 50 juta tiap bulan, akan sangat susah bagi anak cucunya untuk menembus omzet senilai sama setiap bulannya! Tidak mudah juga bagi keturunannya untuk menembus angka 500 juta atau 5 miliar rupiah setiap bulan. Padahal, orang sukses yang kakek buyutnya berpenghasilan 50 miliar tiap bulannya, anak cucunya akan sangat mudah menembus omzet 50 miliar tiap bulan. Ini yang namanya batasan dalam keluarga.