Terima kasih selama ini sudah menemani dan mengapresiasi. Hal-hal yang sejatinya kecil, tapi jadi besar karena rasa yang dihadirkannya besar. Sampai jumpa segera. Tunggu kami kembali, ya.
Tidak bisa kita tenang, manakala semua praktik dan upaya kita hanya dilakukan saja tanpa tahu mengapa. Meditasi, jurnaling, dan lain-lain justru jauh dari itu, tapi prosesnya menajamkan kita. Sehingga tak pernah ada titik henti. Seumur hidup harus kita jalani.
Itulah integritas, dan itulah sebabnya kita tak boleh biarkan integritas naik-turun seiring situasi, melainkan menjaganya tetap, tak peduli bagaimanapun situasinya.
Setelah makna sukses dan jati diri dirombak dan dibentuk ulang, ujungnya adalah kebangkitan yang baru. Bedanya, tak ada ruang untuk kesombongan.
Masa depan memang menakutkan, sebab kita selalu membayangkan yang buruk-buruk berdasarkan suasana hati kita saat itu. Tapi kita lupa bahwa segala hal bisa berubah. Sebab kita tumbuh.
Hal-hal buruk ada fungsinya, selama kita tidak membawa serta kebencian pada mereka yang pernah menyakiti. Karena dari panjangnya pelajaran tentang luka, dendam bukan salah satunya.
Sebuah episode yang semoga jadi api menyala di tengah gelapnya malam dan badaimu.
Tidak selamanya mengunjungi masa lalu itu hal yang buruk, selama kita berangkat ke sana dengan misi untuk mengambil fragmen masa depan yang tertinggal.
Satu hal besar disusun dari seribu hal kecil. Jangan remehkan. Tanpa perkara kecil itu, tak akan sampai kita pada yang besar-besar yang kita impikan.
Siapapun yang merasa cinta itu mudah, sudah pasti tidak pernah jatuh cinta. Atau setidaknya, belum cukup lama untuk melihat wajah cinta yang sesungguhnya.
Kata siapa? Mengapa bisa begitu yakin akan masa depan yang bukan milik kita? Lepaskan kebahagiaan yang harus lepas. Percaya, nanti akan datang bahagia baru yang mengalahkan puncak sebelumnya.
Privilese bukan aib. Ia anugerah, dan sudah seharusnya disyukuri, dirayakan, dijadikan modal agar kebaikan berlipatganda.
Kalau 'baik' itu subjektif, haruskah kita pilih-pilih agar terhindar dari kecewa karena respons negatif orang? Sebab baik untuk satu, belum tentu baik untuk lainnya, kan?
Kita begitu mudah menilai sesuatu, terlebih ketika hal itu di luar diri sendiri. Tapi kenyataannya, belum tentu demikian ketika harus kita yang menjalani.
Kalau percaya rezeki sudah ada yang mengatur, mengapa bertanya-tanya?
Jangan karena media sosial, kita berubah jadi monster keras kepala yang hanya mengejar sensi, perhatian, dan buat kerusakan di mana-mana.
Jangan dimasukkan ke dalam hati. Ini catatan untuk diri saya sendiri. Tapi kalau relate, bantu bagikan 'jurnal harian' ini di media sosialmu, ya.
Jangan lupa apa yang menyusun kita. Semua sudah ada, semua sudah tersedia. Bumbu itu, syukur namanya.
Terkadang kita malu mengaku senang, mengaku syukur, sebab kita kira hal-hal itu terlampau 'biasa saja' untuk orang lain. Padahal, bukankah sebelum jadi 'biasa saja' semua hal pernah terasa 'baru' buat kita?
Kebebasan adalah paradoks. Sedihnya, kita terlambat paham apa maksudnya.