Setelah menerima wahyu, Rasulullah pulang ke rumah dengan ketakutan. Setibanya di rumah, Nabi Muhammad meminta sang istri, Khadijah untuk menyelimutinya.
Khadijah dengan cepat melaksanakan permintaan itu dan bertanya mengapa Rasulullah terlihat sangat ketakutan. Khadijah lalu menenangkan Rasulullah. Dia sudah tahu bahwa Muhammad merupakan orang pilihan Allah yang akan diangkat menjadi Nabi.
Setelah itu, Nabi Muhammad tak lagi diberikan wahyu atau dikenal dengan masa fatrah. Baru setelah 40 hari, turun wahyu kedua.
Zaid bin Haritsah adalah salah satu pemeluk Islam paling awal dari kalangan bekas budak Nabi Muhammad SAW. Zaid menjadi satu-satunya sahabat Nabi yang disebutkan namanya dengan jelas dalam Alquran Surat Al Ahzab ayat 37.
Semasa kecil, ia diculik dan ditawan oleh satu kabilah yang menyerang desa Bani Ma'n tempatnya tinggal. Lantaran pada saat itu adalah masa perbudakan, para tawanan dijual sebagai budak di pasar 'Ukadz.
Di sana Zaid kecil dibeli oleh Hakim bin Hizam, yang kemudian dihadiahkan untuk bibinya, Khadijah. Selanjutnya, Khadijah menghadiahkan Zaid kepada sang suami, Rasulullah, untuk dimerdekakan hingga diangkat sebagai anak.
Reputasi Muhammad membuat Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.
Akhirnya, Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah kemudian mereka menikah. Pada saat itu Muhammad berusia 25 tahun. sedangkan Khadijah mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih memiliki kecantikan yang menawan.
Perbedaan umur yang sangat jauh dan status janda yang dimiliki oleh Khadijah, tidak menjadi halangan bagi mereka, karena pada saat itu suku Quraisy memiliki adat dan budaya yang lebih menekankan perkawinan dengan gadis ketimbang janda. Walaupun harta kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap sebagai orang yang memiliki gaya hidup sederhana, ia lebih memilih untuk mendistribusikan keuangannya kepada hal-hal yang lebih penting.
Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah, begitu pula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil.
Muhammad menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan secepatnya tentang kejujuran dan sifat dapat dipercaya Muhammad dalam membawa bisnis perdagangan telah meluas, membuatnya dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Mekkah.
Seseorang yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab.
Ketika Muhammad berusia 12 tahun, Abu Thalib mengajaknya pergi ke Syam (sekarang meliputi Suriah, Palestina, Yordania dan Lebanon) untuk berbisnis.
Tatkala kafilahnya sampai di Bushra, mereka berjumpa dengan seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Dia mulai memperhatikan Muhammad, menghampiri dan berbicara dengannya. Tak lama, ia menengok ke Abu Thalib dan bertanya “Apa hubunganmu dengan anak kecil ini ?” “Ia anakku,” jawabnya. “Ia bukan anakmu, dan semestinya anak itu tidak memiliki ayah yang masih hidup,” kata Buhaira.
Abu Thalib pun mengakui bahwa dia adalah keponakannya. Pendeta itu lalu meminta kepada Abu Thalib untuk membawanya pulang kembali, takut akan orang-orang Yahudi yang hendak menyakitinya. Lantas ia pun membawanya kembali ke Mekkah.
Dalam khazanah Islam, tahun kelahiran Nabi Muhammad dikenal dengan "Tahun Gajah" yang menandai momen penting ketika raja vasal Ethiopia di Yaman, Abrahah bermaksud meratakan bangunan Ka'bah. Pasukan ini bertolak menuju Makkah dengan membawa gajah. Ka'bah nyatanya tak pernah runtuh, dan pasukan Abrahah dihujani batu yang dilempar burung ababil, demikian dikisahkan dalam sumber-sumber resmi Islam.
Peristiwa penyerangan Ka'bah ini juga diabadikan dalam Alquran surah Al-Fiil. Di "Tahun Gajah" itulah, bayi Muhammad lahir dari rahim Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf bin Zuhra sebagai anak yatim. Ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib meninggal dalam perjalanan niaga dari Syam. Abdullah meninggal ketika singgah ke tempat saudara ibunya di Yatsrib. Selepas Aminah melahirkan, Abdul Muthalib amat gembira dan membawa bayi yang baru lahir itu ke Ka'bah, serta memberinya nama Muhammad. Nama "Muhammad" yang dipilihkan Abdul Muthalib menimbulkan pertanyaan di kalangan kaum Arab Makkah.
Saad bin Rabi adalah salah seorang sahabat Nabi yang berani, teguh imannya, dan sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya, dengan semangat yang berkobar, ia berperang di medan Perang Badar dan Perang Uhud.
Haritsah bin Suraqah adalah seorang pemuda dari kalangan sahabat Anshar. Suatu pagi ia bertemu dengan Rasulullah SAW dan beliau bersabda, “Wahai Haritsah, bagaimana keadaanmu pagi ini?”
“Pagi hari ini saya benar-benar menjadi seorang mukmin, Ya Rasulullah!” Kata Haritsah.
“Perhatikanlah perkataanmu, wahai Haritsah,” kata Rasulullah SAW, “Setiap kata yang engkau ucapkan itu harus ada bukti sebenarnya…!!”
Maka Haritsah berkata menjelaskan, “Wahai Rasulullah, jiwaku jemu dengan dunia, sehingga saya bangun di malam hari (untuk ibadah) dan puasa di siang harinya. Sekarang ini saya seolah-olah berhadapan dengan Arsy Allah, dan saya melihat ahli surga saling kunjung-mengunjungi satu sama lainnya, dan juga ahli neraka sedang menjerit-jerit di dalamnya…!!”
Halimah as-Sa’diyah adalah salah satu wujud nyata ‘bidadari’ yang ada di bumi. Ia berasal dari Thaif, kabilah bani Sa’ad yang bertempat di kampung.
Orang-orang Arab mempunyai tradisi untuk menyusukan anaknya kepada para perempuan kampung. Selain perempuan kampung dapat menjamin gizi yang bagus, nilai sastra dan bahasa orang perkampungan Arab juga tinggi.
Di masa kenabian Nabi Muhammad saw, dulu ada seorang lelaki bernama Alqomah. Dia seorang yang rajin dalam masalah ibadah shalat, puasa dan sedekah. Namun suatu waktu dia jatuh sakit yang teramat parah—tepatnya dalam keadaan sakaratul maut. Namun entah kenapa Alqomah yang taat itu kesulitan untuk melafalkan kalimah “La ilaaha illallah”. Hingga sang istri meminta tolong pada seseorang untuk menemui Rasulullah saw, untuk menyampaikan pesan tentang keadaan suaminya pada Rasulullah saw.
Nabi pun mengutus Bilal, Ali, Salman dan Ammar r.a untuk datang ke rumah Alqomah. Di sana mereka menyaksikan betapa Alqomah dalam keadaan yang memprihatikan. Mereka bertanya-tanya bagaimana mungkin seorang yang taat pada Allah dan Rasulnya itu kesulitan dalam melafalkan kalimat “La ilaaha illallah”. Lidah Al-Qomah seperti terkunci ketika akan melafalkan kalimat itu.
Ammar bin Yasir atau dikenal juga sebagai Abul Yaqzan merupakan golongan pertama yang memeluk agama Islam. Ia adalah sahabat nabi yang setia dan dicintai Nabi Muhammad SAW berkat pengabdian dan dedikasinya dalam memperjuangkan agama Islam.
Ammar terlahir dari orang tua kalangan budak, Yasir bin Amir dan Sumayyah binti Khayath. Keluarga Ammar telah memeluk Islam lebih dulu sebagaimana orang-orang yang mendapat hidayah dari Allah.
Nama lengkapnya adalah Hind binti Abu Umayyah bin al-Mughirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum. Ia merupakan salah satu istri Rasulullah SAW yang pertama kali masuk ke Madinah. Ummu Salamah adalah teladan bagi para istri, karena kemuliaan akhlak dan kesalehannya. Dia digambarkan sebagai sosok yang cantik parasnya, tinggi kedudukannya, dan cerdas.
Masa dakwah Rasulullah, Kala itu Rasulullah sangat gencar diburu oleh Kaum Kafir Quraisy, karena kebencian yang sangat mendalam kepada Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran yang disampaikannya. Namun banyaknya cacian dan makian yang diterima, tidak membuat Rasulullah lantas menyerah.
Karena pada masa itu, Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam paham. Bahwasanya disepanjang perjalanannya dalam berdakwah, akan ada para sahabat-sahabat yang terus mendukung dan melindunginya. Seperti yang tertuang dalam kisah Amir bin Fuhairah ini. Amir Bin Fuhairah, merupakan budak (hamba sahaya) milik Abu Bakar. Karena Abu Bakar kala itu memutuskan untuk mengikuti Rasulullah dan memeluk agama Islam, Amir Bin Fuhairah pun juga ikut mendapat pengetahuan lebih banyak perihal keislaman.
Hingga pada akhirnya, Amir bin Fuhairah menjadi salah satu sahabat Nabi yang membantu dalam mengajarkan ajaran Islam. Betapa Allah yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana. Hidup Amir Bin Fuhairah dinaikkan derajatnya dari seorang budak menjadi seorang Hafidz
Al-Mughirah bin Syu'bah bin Abi Amir ats-Tsaqafi juga berjuluk Mughirah ar-Ra'yi (Mughirah yang cerdik), adalah salah seorang Sahabat Nabi yang berasal dari Bani Tsaqif di Thaif. Pada masa jahiliyah ia pernah menjadi perampok, namun ia menemui Nabi Muhammad SAW untuk masuk Islam dan berhijrah pada saat Perang Khandaq.
Mughirah menyertai Nabi Muhammad SAW dalam beberapa peristiwa, antara lain Baiat Ridwan dan Hudaibiyah, serta penaklukkan Bani Tsaqif. Ia juga menjadi salah seorang juru tulis Nabi Muhammad, dan periwayat beberapa hadits.
Muhammad bin Al-Munkadir adalah orang yang sholeh dan ahli ibadah dan sangatdikenal karena doanya mudah dikabulkan Allah Swt.
Muhammad bin Al-Munkadir masih berkerabat dekat dengan Rasulullah Saw, karena ia adalah paman Bunda Aisyah, salah seorang istri Rasulullah.
Muhammad bin Al-Munkadir dikenal amat miskin sehingga hanya memiliki pakaian yang dipakainya saja, dan sebuah tempat tidur usang. Tapi kemiskinannya itu tak menghalanginya untuk menjadi seorang ahli ibadah yang khusuk, bahkan Muhammad bin Al-Munkadir sering menangis setiap kali membaca Al-Quran.
Ubadah bin Shamit yang awalnya hanya menjadi wakil kaum keluarganya dari suku Khazraj, tapi akhirnya meningkat menjadi salah seorang pelopor Islam, dan salah seorang pemimpin kaum Muslimin.
Atha’ bin Abi Rabah merupakan seorang ulama besar yang hidup di masa beberapa orang Khalifah dari Dinasti Bani Umayyah. Atha’ merupakan seorang berkulit hitam, berambut keriting dan mempunyai sedikit kekurangan fisik pada kaki dan matanya. Semasa tinggal di Mekah, dia menjadi budak dari seorang wanita bernama Habibah binti Maisarah bin Abu Hutsaim.
Tatkala melihat semangat Atha’ dalam menuntut ilmu dan berkhidmat pada agama Allah, maka sang tuanpun berinisiatif membebaskannya dan mengharap balasan pahala disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Setelah menjadi seorang yang merdeka, Atha’ tidak menyianyiakannya, dia menghabiskan waktu-waktunya untuk menuntut ilmu dari para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Abul Ash bin Rabi' Al-Absyami Al-Quraisyi mewarisi dari kaum Quraiys bakat dan keterampilan berdagang pada dua musim; musim dingin dan musim panas. Kendaraannya tidak pernah berhenti pergi dan pulang antara Makkah dan Syam. Kafilahnya mencapai 200 orang personil dan 100 ekor unta. Masyarakat menyerahkan harta mereka kepadanya untuk diperdagangkan.
Khadijah binti Khuwailid, isti Rasulullah, adalah bibi Abul Ash. Khadijah menganggapnya seperti anak kandung sendiri. Ia ditempatkan di rumahnya dengan penuh kasih sayang. Begitu juga kasih sayang Rasulullah tidak kurang dari sayang Khadijah.
Syuraih bin Al-Harits Al-Qadhi adalah seorang hakim, ahli fiqih, periwayat hadits, serta tabi'in dari Hadhramaut. Ia masuk Islam di Hadhramaut pada zaman Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan pindah dari Hadhramaut pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq. Syuraih meriwayatkan hadits dari sahabat-sahabat utama Nabi.
Tsabit bin Qais pandai bertutur kata. Dari kemampuannya itu, Tsabit menjadi juru bicara Rasulullah sekaligus juru bicara Islam. Kalimat dan kata-kata yang dikemukakannya kuat, padat, tegas dan mempesona.
Rasulullah sendiri pernah menguji ketangkasannya dalam bertutur kata. Pada saat itu, serombongan orang dari Bani Tamim datang menghadap Rasul dengan maksud ingin menunjukkan kebolehan juru bicara mereka.