Rafi lahir dari keluarga Muslim sederhana di Bandung. Ayahnya tukang servis radio, ibunya penjual kue. Sejak kecil, suara azan selalu terdengar di telinganya, tapi ketika dewasa dan pindah ke Jakarta untuk kuliah, semua berubah. Mall, kafe, dan musik K-Pop lebih sering menemaninya daripada doa dan sajadah. Ia masih hafal surah Al-Fatihah, tapi sudah jarang membaca. Shalat Jum’at pun kadang kalah oleh diskon sepatu.
Rafi tumbuh menjadi “anak kota modern” yang sibuk mengejar mimpi, tapi lupa arah spiritual. Di pikirannya, agama hanya tradisi orang tua di kampung. Ia merasa logika lebih penting daripada iman, dan mulai menganggap ibadah sebagai sesuatu yang kuno. Namun, dalam diamnya, ada kehampaan yang tidak pernah ia akui. Di balik senyum dan kopi latte, jiwanya terasa kering seperti mesin tanpa pelumas.
Puisi Spiritual Api Cintaku Kepada Tuhan Semesta Alam oleh Ibunda Rabia Al-Basri Dari Basra, Irak.
Rabia al-Basri (Rabi‘ah al-‘Adawiyyah al-Qaysiyyah, w. ±801 M) adalah sufi wanita besar dari Basra, Irak, yang dikenal sebagai tokoh pertama dalam sejarah tasawuf yang memperkenalkan konsep cinta ilahi (mahabbah ilahiyyah) — mencintai Allah bukan karena takut neraka atau mengharap surga, tetapi semata karena cinta kepada-Nya.
Puisi-puisi beliau tidak banyak tertulis langsung dalam bentuk kitab yang disusun oleh dirinya sendiri, tetapi terekam dalam karya para sufi dan sejarawan seperti Fariduddin Attar, Abu Talib al-Makki, dan Ibn al-Jawzi.
Ketika perut terasa nyeri, kembung, atau terasa panas seperti terbakar akibat asam lambung naik, kita membutuhkan solusi yang cepat dan efektif. Jus ramuan herbal kilat ini dirancang khusus untuk meredakan gejala tersebut dengan cepat. Terbuat dari campuran bahan alami seperti madu, lidah buaya, jahe, kunyit, sereh, dan daun pandan. Jus ini bekerja dengan cara menenangkan perut, mengurangi peradangan, dan menstabilkan asam lambung. Madu berfungsi melapisi dinding lambung agar tidak teriritasi, sementara lidah buaya membantu menyejukkan dan memperbaiki jaringan lambung yang meradang.
Jahe dan kunyit berperan sebagai antiinflamasi alami yang mengurangi rasa nyeri dan perih, sedangkan sereh dan pandan membantu menenangkan saraf dan mengurangi ketegangan. Selain cepat meredakan gejala, jus herbal ini juga mudah dibuat dan aman dikonsumsi saat kondisi darurat. Jika asam lambung mendadak naik atau perut tiba-tiba terasa sakit, cukup minum segelas jus herbal hangat ini untuk mendapatkan efek menenangkan dan meredakan rasa tidak nyaman. Ramuan ini tidak hanya efektif untuk mengatasi gejala GERD, tetapi juga membantu memperlancar pencernaan dan mencegah kambuhnya gangguan lambung. Dengan rutin mengonsumsinya, tubuh akan terasa lebih nyaman, dan aktivitas sehari-hari pun bisa dilanjutkan tanpa gangguan.
In ancient time in far east, there was a old man who had four sons. He wanted his sons to learn not to judge things too quickly. So he sent them each on a quest, in turn, to go and look at a pear fruit tree that was a great distance away. The first son went in the winter, the second in the spring, the third in summer, and the youngest son in the fall.
Long before steel blades and lacquered armor, the simplest weapon of humankind was the stone. In Ancient Japan, villagers and hunters relied on the hand-sling — woven from hemp, silk cord, or leather — to protect crops, frighten animals.
And hunt small birds. The term toseki (投石) means “to throw stones,” and from this grew tosekigi jutsu, the technique of stone-throwing. It was not a noble weapon, but one born from necessity.
Xeno Legendium Kisah Hikayat Senja Di Usia Tua Dan Taubat Nasuha Dari Hati Terdalam Audiobooks Podcast Edition by Muhammad Hamzah Sakura Ryuki.
Ada seorang pemuda dari kalangan Bani Israil yang beribadah kepada Allah SWT selama dua puluh tahun lamanya. Namun kemudian, ia tergelincir dalam kelalaian, dan hidup dalam kemaksiatan selama dua puluh tahun berikutnya.
Suatu hari, ketika ia menatap bayangannya di cermin, ia melihat helai-helai rambutnya telah memutih. Hatinya tertegun, dan matanya basah oleh rasa penyesalan yang tiba-tiba menyeruak. Maka ia pun berbisik dengan lirih.
“Wahai Tuhanku, wahai Allah SWT, selama dua puluh tahun aku telah taat kepada-Mu, lalu dua puluh tahun aku durhaka kepada-Mu. Kini, jika aku kembali kepada-Mu, akankah Engkau menerima aku lagi?”
Xeno Legendium Islamic Folklore Puisi Pujian Seratus Kata Bai Zizan Dari Kaisar China Hong Wu Dinasti Ming Kepada Nabi Muhammad SAW Podcast Edition oleh Muhammad Hamzah Sakura Ryuki.
Pada masa Dinasti Ming awal, Kaisar Hongwu (Zhu Yuanzhang, 1328–1398 M), pendiri dinasti tersebut, dikenal sebagai penguasa yang sangat menghargai kebijaksanaan spiritual lintas bangsa. Setelah mendengar kabar tentang ajaran Islam dari para utusan Muslim Asia Tengah dan para pelaut Arab yang datang ke pelabuhan Quanzhou dan Guangzhou, Hongwu menunjukkan rasa hormat mendalam kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Dalam catatan kuno dari arsip istana dan naskah para ulama Hui (Muslim Tionghoa), disebutkan bahwa sang kaisar menulis sebuah puisi penghormatan untuk Rasulullah ﷺ. Puisi itu menggambarkan beliau sebagai “Cahaya dari Barat yang menerangi Timur”, dan menyebut Nabi sebagai “pemimpin umat yang membawa jalan lurus bagi seluruh bangsa di bawah langit.”
Bait-bait puisi tersebut menyanjung akhlak Nabi sebagai lambang kesempurnaan moral dan keadilan yang menyeimbangkan langit dan bumi.Kaisar Hongwu kemudian memerintahkan penerjemahan ajaran Islam ke dalam bahasa Tionghoa klasik agar dapat dipelajari oleh rakyat dan pejabatnya.
Ia memuji Nabi Muhammad ﷺ sebagai “Guru Besar dari Barat” yang diutus oleh Tian (Allah Yang Maha Esa) untuk mengajarkan keadilan, kasih sayang, dan kesucian hidup. Puisi penghormatan ini menjadi simbol awal dialog spiritual antara peradaban Islam dan Tiongkok, menggambarkan hubungan saling menghargai antara iman dan kebijaksanaan. Hingga kini, salinan dan interpretasi puisinya masih ditemukan di kalangan Muslim Hui di Yunnan dan Nanjing, sering dibacakan dalam acara keagamaan sebagai tanda kehormatan seorang kaisar besar yang mengakui kemuliaan Nabi terakhir ﷺ dengan penuh hormat dan cinta.
Xeno Legendium Islamic Folklore The Tales of Al-Araf Divine Border Between Jahannam Hellfire & Jannah Paradise
by Xeno Legendium & Muhammad Hamzah Sakura Ryuki
In the time beyond time, when the Reckoning had concluded and the scales of deeds were weighed with precision, a group of souls found themselves neither among the rejoicing in Paradise nor the regretful in Hellfire. They stood upon an elevated realm — the A'rāf, the Heights. This station, described in The Noble Qur'an (Surah Al-A'rāf, 7:46–49), was neither a reward nor a punishment, but a pause between two eternal destinies.
From this vantage, they could see both realms: the radiant gardens of Paradise on one side, and the blazing torment of Hell on the other. They recognized the people of both camps, calling out to those destined for Jannah Paradise with words of peace, and turning away in dread from those suffering in Jahannam Hellfire.
The scholars of old explained that the People of Al-A'rāf were those whose deeds were evenly balanced— their good not quite enough to admit them into Paradise, their evil not enough to condemn them to Hell. Some narrations added that they were people who had fought in jihad but disobeyed their parents, or those who died before the message of Islam reached them in full. While not authenticated in the sayings of the Prophet ﷺ directly, the companions such as Ibn Abbas and Qatadah passed down deep insights about them.
These souls waited, humbled and hopeful, their eyes fixed on the Mercy of Allah SWT. They would not remain forever on the Heights. One day, they would hear the call of their Lord: "Enter Jannah Paradise. No fear will there be upon you, nor will you grieve" (The Qur'an 7:49). But before that final moment came, their story — of faith, suspense, and Divine justice — would unfold.
Xeno Legendium Islamic Folklore Kisah Kaum Al-Araf Perjalanan Ruh Di Antara Cahaya Surga Firdaus Dan Kegelapan Neraka Jahannam Podcast Edition by Muhammad Hamzah Sakura Ryuki & Xeno Legendium.
Di antara Surga Firdaus dan Neraka Jahannam, Allah SWT meletakkan sebuah batas yang tinggi bernama Al-A'raf. Ia bukan sekadar tembok pemisah, tetapi juga lambang dari ketetapan Ilahi atas mereka yang amal baik dan buruknya seimbang.
Dalam Surah Al-A'raf ayat 46, Allah SWT menggambarkan bahwa kaum ini belum masuk Surga, meski hatinya rindu kepada rahmat-Nya. Mereka berdiri di ketinggian, menyaksikan keindahan Surga dan kedahsyatan Neraka. Dada mereka penuh harap, mata mereka meneteskan air, dan hati mereka menunggu keputusan Sang Hakim Yang Maha Adil Dan Maha Penyayang
Para ulama seperti Ibnu Katsir dan Al-Qurtubi menjelaskan bahwa kaum ini adalah orang-orang yang amal kebaikan dan keburukannya sama berat. Mereka tidak cukup buruk untuk dilemparkan ke dalam Jahannam, tapi juga belum cukup baik untuk segera melangkah ke Surga.
Di sinilah letak keadilan dan kasih sayang Allah SWT dipertontonkan secara nyata. Al-A'raf menjadi tempat penantian yang mulia, bukan kehinaan. Mereka adalah pelajaran hidup bagi umat manusia: bahwa setiap amal, sekecil apapun, tidak akan sia-sia.
Xeno Medisium Jannah Paradise Herbal Medicine To Cure Diseases Caused By Black Magic Attacks (Sihr) From The Holy Quran & Al-Hadith Podcast Edition by Xeno Medisium & Jannah Firdaus Mediapro
Black Magic (Sihr), also known as sorcery or witchcraft, has a complex history in Islam. In Islamic tradition, black magic is seen as a forbidden and sinful practice. It is believed to involve the invocation of evil spirits or supernatural forces like jinn race (demon) to cause harm to others. The Holy Quran explicitly prohibits engaging in black magic and warns against its dangers.
Throughout Islamic history, there have been cases of individuals practicing black magic (sihr), often for personal gain or to harm others. These practitioners are considered deviant and are condemned by mainstream Islamic scholars and communities. Islamic scholars have written extensively on the topic, emphasizing the importance of seeking protection from black magic through prayer, recitation of specific Quranic verses, and maintaining a strong connection with Allah SWT (God).
Islamic teachings encourage believers to rely on faith, trust in Allah SWT protection, and seek refuge in His guidance to guard against the influence of black magic. In Islamic belief, there is a connection between black magic and the jinn race. The jinn race are supernatural beings created by Allah SWT (God) and are mentioned in The Holy Quran. They possess free will and can choose to follow either good or evil. Some individuals who practice black magic may seek assistance from the jinn in order to carry out their harmful intentions.
Black magic often involves invoking and seeking the help of jinn in order to cause harm to others. This can include using specific spells, rituals, or incantations to gain control over the jinn and manipulate them to carry out the practitioner's desires. However, it is important to note that engaging in black magic is strictly prohibited in Islam. It is worth mentioning that not all jinn are involved in black magic, and not all black magic involves the assistance of jinn. Black magic can also be performed without the involvement of jinn, using other means such as spells, potions, or other supernatural forces.
In a valley tucked between ancient mountains, a Prophet of Allah SWT wandered in the silence of dawn. His heart was full of remembrance (dhikr), and the air echoed with unseen praise from creation. As he sat in solitude beneath a towering rock, he heard a faint sob — soft, trembling, like a child in prayer. He looked around and found no human soul. Then he noticed a small stone, resting in the mountain’s shadow, shivering as if in pain.
Surprised, the Prophet asked, “O stone, why do you weep?” By the will of Allah SWT, the stone answered, “I cry out of fear of Jahannam Hellfires, for I heard a verse that even the stones may fall for fear of Allah SWT (God).” The Prophet, moved by this miracle, wept too. For even a lifeless stone knew what many hearts had forgotten: the awe and terror of standing before the Almighty Creator.
Xeno Legendium The Life of Hama Great Grand Son of Iblis (Lucifer) Companion of Prophet Nuh AS Podcast Edition by Xeno Legendium & Muhammad Hamzah Sakura Ryuki
Hama bin Heem bin Laheem bin Iblis was said to be a jinn of formidable lineage, tracing his ancestry directly to Iblis (Lucifer), the accursed one. Unlike his ancestor, who was cast out of the heavens for his defiance, Hama bore the burden of his lineage with a heavy heart. Living through the ages, he witnessed the rise and fall of civilizations and carried the curse of being a descendant of the one who defied Allah's command.
Despite his dark ancestry, Hama was not blind to the truth of divine guidance. From the time of Prophet Adam AS, he observed the rise of prophethood and the warnings of impending punishment for those who transgressed. When the call of Prophet Nuh AS echoed through the land, urging his people to abandon their idolatry and return to the worship of the One True God, Hama felt a stir in his heart. Though Iblis continued to sow discord among men and jinn, Hama found himself drawn to the message of Prophet Nuh AS (Noah).
Landslides are a type of natural disaster that involve the downward movement of a mass of soil, rocks, and debris on a slope or hillside. They can occur in various forms, such as rockfalls, rockslides, mudslides, or debris flows, depending on the materials involved and the velocity of movement.
Landslides are typically triggered by a combination of factors, including heavy rainfall, earthquakes, volcanic eruptions, erosion, changes in groundwater level, slope instability, or human activities such as construction and deforestation. These factors can weaken the stability of the slope, causing it to fail and result in the movement of materials downslope.
The destructive power of landslides can be significant, as they can damage or destroy structures, roads, and infrastructure in their path. They can also lead to loss of life and cause severe environmental damage, particularly when they occur in populated areas or near water bodies.
To mitigate the risks associated with landslides, various measures can be taken, including slope stabilization techniques, land-use planning to avoid vulnerable areas, early warning systems, and emergency preparedness. It is important for communities living in landslide-prone areas to be aware of the potential hazards and take appropriate precautions to minimize the impact of such events. Certain plants and trees can play a role in preventing landslides by stabilizing slopes and reducing soil erosion.
Xeno Legendium Islamic Folklore The Tale of 500 Years Muslim Sufi Worship & The Infinite Mercy of Allah SWT (God) Podcast Edition by Xeno Legendium & Muhammad Hamzah Sakura Ryuki
In a distant town nestled between hills and rivers, there lived a man known for his piety and dedication to Allah SWT (God). He was a scholar, not only in knowledge but in his devotion to worship. For years, he would rise before dawn, praying with full sincerity, fast during the long days, and spend his nights immersed in the remembrance of Allah (dhikr). His worship was not just an outward display but an inner surrender to the Divine. He became known among the people for his disciplined lifestyle, and many came to seek his guidance, hoping to emulate his deep connection with Allah SWT.
The scholar’s devotion did not go unnoticed in the heavens. As he continued in his piety, he felt the sweetness of faith settle deep in his heart. Year after year, decade after decade, he gave his every breath in worship, believing that his long years of unwavering devotion would certainly earn him a place in Jannah Firdaus Paradise. His thoughts often turned to this great reward, and he became convinced that his 500 years of worship had earned him the right to ask for his place in the afterlife.
Terapi Ayat Ruqyah Dari Kitab Suci Al-Quran Untuk Meredakan Dan Menyembuhkan Berbagai Jenis Penyakit Sakit Kepala Dalam Bahasa Arab Serta Menjadikan Sistem Syaraf Kepala Menjadi Lebih Sehat.
Ruqya Healing Verse from The Noble Quran To Relieve Toothache and Improve Dental Health In Arabic Languange
Terapi Ruqyah Ayat Dari Kitab Suci Al-Quran Untuk Menghilangkan Segala Jenis Penyakit Sakit Gigi Dan Meningkatkan Kesehatan Gigi Dalam Bahasa Arab Versi Podcast.
Sakit gigi adalah kondisi ketika bagian dalam atau sekitar gigi dan rahang terasa sakit atau nyeri. Tingkat keparahan nyeri tersebut bisa bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Sakit gigi juga dapat hilang timbul atau berlangsung secara terus-menerus.
Umumnya, sakit gigi merupakan gejala akibat penyakit pada gigi atau gusi. Namun, pada kasus tertentu, sakit gigi juga bisa menjadi tanda adanya penyakit di bagian tubuh lain yang nyerinya menjalar sampai ke sekitar gigi, misalnya gangguan pada sendi rahang, sakit telinga, sinus, atau penyakit jantung.
Nyeri pada sakit gigi umumnya memburuk di malam hari, terutama saat penderita berbaring. Nyeri juga dapat memburuk ketika penderita makan dan minum, terlebih jika mengonsumsi makanan atau minuman yang panas, dingin, terlalu manis, atau terlalu asam.
Dikutip dari buku Dasyatnya Doa & Dzikir terbitan Qultummedia, salah satu hadits doa sakit gigi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Yazid bin Nuh bin Dzakwan berikut: Diriwayatkan Abdullah bin Rawwahah datang kepada Rasulullah mengeluh giginya sakit “Ya Rasulullah gigi gerahamku sedang sakit. Hal ini membuatku merasa terganggu dan sakitnya sudah sangat parah” Rasulullah kemudian meletakkan dengan beliau pada pipi Abdullah bin Rawwahah dan berdoa dengan mengucapkan dzikir berikut “Allahumma adzib ‘anhu su-a ma yajidu wa fuhsyahu bi da wati nabiyyikal mubarakil makini indaka”
(Ya Allah, lenyapkanlah darinya keburukan yang ia rasakan, beserta kekejiannya dengan doa Nabi-Mu yang penuh berkah di siis-Mu) (HR. Baihaqi) dalam Riwayat ini, disebutkan bahwa Rasulullah membaca doa di atas sebanyak tujuh kali. Setelah itu, gigi yang di derita Abdullah bin Rawwahah sembuh.
Suara Alam Nyanyian Merdu Kicauan Burung Dan Kokok Ayam Dari Desa Pelutu Di Pulau Dewata Pada Pagi Hari...............menjadikan jiwa serta pikiran lebih fresh lebih segar
Subak is the water management (irrigation) system for the paddy fields on Bali island, Indonesia. It was developed in the 9th century. For the Balinese, irrigation is not simply providing water for the plant's roots, but water is used to construct a complex, pulsed artificial ecosystem. The system consists of five terraced rice fields and water temples covering nearly 20,000 hectares (49,000 acres). The temples are the main focus of this cooperative water management, known as subak.
Subak is a traditional ecologically sustainable irrigation system that binds Balinese agrarian society together within the village's Bale Banjar community center and Balinese temples. The water management is under the authority of the priests in water temples, who practice Tri Hita Karana Philosophy, a self-described relationship between The Humans, The Earth and The Creator.
Tri Hita Karana draws together the realm of spirit, the human world and nature. The overall subak system exemplifies this philosophical principle. Water temple rituals promote a harmonious relationship between people and their environment through the active engagement of people with ritual concepts that emphasize dependence on the life-sustaining forces of the natural world. Rice is seen as gift from The Creator of Universe, and the subak system is part of temple culture.
Subak adalah sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali yang khusus mengatur tentang manajemen atau sistem pengairan/irigasi sawah secara tradisional, keberadaan Subak merupakan manifestasi dari filosofi/konsep Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana berasal dari kata "Tri" yang artinya tiga, "Hita" yang berarti kebahagiaan/kesejahteraan dan "Karana" yang artinya penyebab. Maka dapat disimpulkan bahwa Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan”. Penerapannya didalam sistem subak yaitu:
Parahyanganyaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan.
Pawonganyaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya.
Palemahanyakni hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan lingkungannya.
Kata "Subak" merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Bali, kata tersebut pertama kali dilihat di dalam prasasti Pandak Bandung yang memiliki angka tahun 1072 M. Kata subak tersebut mengacu kepada sebuah lembaga sosial dan keagamaan yang unik, memiliki pengaturan tersendiri, asosiasi-asosiasi yang demokratis dari petani dalam menetapkan penggunaan air irigasi untuk pertumbuhan padi.
Subak bagi masyarakat Bali tidak hanya sekedar sistem irigasi, tetapi juga merupakan konsep kehidupan bagi rakyat Bali itu sendiri. Dalam pandangan rakyat Bali, Subak adalah gambaran langsung dari filosofi Tri Hita Karana tersebut.
Sebagai suatu metode penataan hidup bersama, Subak mampu bertahan selama lebih dari satu abad karena masyarakatnya taat kepada tradisi leluhur. Pembagian air dilakukan secara adil dan merata, segala masalah dibicarakan dan dipecahkan bersama, bahkan penetapan waktu menanam dan penentuan jenis padi yang ditanam pun dilakukan bersama.
Sanksi terhadap berbagai bentuk pelanggaran akan ditentukan sendiri oleh warga melalui upacara atau ritual yang dilaksanakan di pura. Harmonisasi kehidupan seperti inilah yang menjadi kunci utama lestarinya budaya Subak di pulau dewata.