Hi, teman-teman.
Masih sama saya Tedi Irawan di Teira Humaniora, sebuah podcast yang ngebahasa apa aja yang ada hubungannya sama manusia.
Dan di episode ke29 ini saya mau ngomongin soal perjuangan. Jadi, saya tuh akhir-akhir ini suka mikir, yang namanya manusia kok gak berenti2 harus melakukan sebuah tindakan yang namanya struggle, atau berjuang. Emang kayanya itu ya salah satu karakter yang melekat di manusia dan gak akan pernah hilang.
Sehabis bikin episode ke-27 tentang melihat manusia, saya kok ngerasa ada yang kurang. Ada satu elemen yang perlu ditambahin ke pemahaman kita ketika sedang ngelihat manusia masa kini. Elemen itu, pasti temen-temen udah pada familiar, namanya media sosial.
Melihat manusia berarti memahami semua nilai yang membentuk setiap individu. Banyak sekali tatanan hidup orang lain yang tidak sesuai dengan apa yang kita percayai.
Sebagian orang mengatakan, itulah indahnya kehidupan. Keberagaman yang penuh warna. Sehingga mereka membuka diri untuk menerima keberlainan yang unik dari semua orang. Tetapi Ferdian Paleka dan beberapa temannya melakukan sebuah kekejaman pada transpuan. Dengan alasan bahwa transpuan tidak boleh seenaknya berkeliaran di jalanan, Ferdian cs melakukan aksi pura-pura memberikan sumbangan paket pada Ramadhan 2020. Ke dalam sebuah kardus mie instan mereka menaruh batu dan sampah. Para transpuan yang menjadi korban menerima kardus itu dengan senang hati, menyangka isinya sembako. Ketika membuka bingkisan itu di rumah, bayangkan perasaan mereka yang campur-aduk antara marah, kesal, malu, sakit hati, kecewa, direndahkan, dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan adalah: bisakah kita ikut merasakan apa yang dirasakan oleh para transpuan itu?
Hi, teman-teman. Minggu lalu saya baru saja mengajar pelatihan online dengan topik Zero Ego Neutral Emotion. Kebetulan temanya tentang ego dan keputusan pemimpin, dan salah satu materi spesifiknya adalah tentang blind reliance & mindless outsource of thinking. Bahwa sekarang ini banyak gejala di mana orang-orang mendasarkan keputusannya secara instan hanya berdasarkan sebuah kepingan informasi yang belum ditelaah dalam-dalam.
Hi, teman-teman. Sudah cukup lama saya absen di Teira Humaniora ini. Kebetulan saya sedang mencoba bangkit lagi melalui online training, dan akhirnya sebulan terakhir saya sibuk di sana. Ada sebuah hikmah besar dari kesibukan itu. Tentang malas dan kesuksesan.
Gosip menjadi semacam pelumas kehidupan manusia yang kualitas kekuatan fisiknya begitu kasar kalau ditakar. Sebenarnya kita tidak begitu berdaya secara fisik. Maka salah satu yang memuluskan jalan kita dalam proses evolusi adalah bergosip. Untuk membangun kekuatan bahkan dengan sesama manusia yang kita tidak saling kenal dan jaraknya berjauhan dengan kita.
Kita semua pasti pernah mengalami hal-hal getir dalam hidup ini. Sesuatu yang sulit dihadapi, membuat kita seperti kehilangan sebagian dari tubuh kita.
Kenapa orang lain melakukan kekerasan pada orang yang lainnya? Saya teringat isi buka karangan Thomas Hidya Tjaya yang berjudul Enigma Wajah Orang Lain, sebuah penggalian akan pemikiran Emmanuel Levinas, seorang filsuf dari Lithuania.
