Dalam kisah kecelakaan pangeran ini, kita bertemu dengan tiga bersaudara dengan prioritas yang salah. Si sulung, yang diliputi oleh kesombongan, mencari air kehidupan untuk mengamankan posisi kerajaannya. Dia akhirnya terjebak di jurang, dan belajar bahwa kesombongan dan kemampuan membaca peta tidak cocok. Tak mau kalah, putra kedua pun menempuh jalan yang sama, hanya untuk menemui nasib yang sama dengan saudaranya, terjebak oleh kurcaci yang sama. Sebuah pelajaran tentang mengikuti arahan dan berbagi pelajaran etiket. Kemudian masuklah si bungsu, satu-satunya yang memiliki sopan santun dan akal sehat. Dia berteman dengan kurcaci, menyelamatkan seorang gadis, dan mengambil air kehidupan, tidur siang tepat sebelum saat-saat genting. Kakak beradik bersatu, menukar air dengan air asin, dan menyelamatkan kerajaan. Mereka bahkan mencoba menembak si bungsu secara diam-diam, yang diatur oleh ayah mereka, tetapi seorang pemburu dan penukar pakaian menyelamatkan hari itu. Pahlawan sejati mengendarai jalan emas langsung menuju kemenangan dan memenangkan sang gadis, kerajaan, dan pengampunan. Kakak beradik ini berlayar menuju ketidakjelasan, mungkin masih bingung dengan jalan emas. Sebuah kisah tentang ironi, dinamika keluarga, dan pentingnya hidrasi yang tepat.