
Sebagai penulis sastra, saya(agung webe) sering ditantang: “Buat karya sastra yang mirip Quran! Ribuansastrawan dikumpulkan tidak akan ada yang bisa menghasilkan karya sepertiQuran! Karena Quran adalah karya Tuhan, bukan karya manusia!”
Kalimat semacam itu sering kitadengar di forum keagamaan, khutbah, bahkan media sosial. Ia diulang-ulanghingga menjadi kebenaran yang seolah tak terbantahkan: tidak ada yang bisamenandingi Alquran.
Tapi benarkah demikian? Ataujangan-jangan klaim itu lebih banyak berdiri di atas iman dan otoritas sosial,bukan pada kenyataan teknis?
Mari mulai dari hal palingdasar: bahasa.
Alquran disusun dalam bahasaArab klasik dengan gaya unik—penuh rima, repetisi, irama, dan metafora. Padaabad ke-7, ketika tradisi syair Arab hanya mengenal pola-pola tertentu,kehadiran Alquran jelas mengejutkan. Tak heran bila masyarakat kala itu menyebutnyaluar biasa, bahkan mustahil ditiru.
Tapi konteks itu penting: diabad ke-7.