
"Kawin itu bukan cita-cita, tapi sesuatu yang datang sendiri dan nggak bisa dihindari. Dia bagian tertua dari peradaban, ia bagian dari seni, dan biarlah dia datang menurut alurnya .... Iya ... sekolah itu sesuatu yang ada dalam perencanaan bagi wujud diri sebagai manusia dalam peradaban. Pendidikan adalah upaya membangun peradaban. Ia harus direncanakan dan diperjuangkan. Soal kawin lain lagi, dia ada dalam realitas yang berbeda. Dia datang ketika cinta dan kontrak untuk bersama ditemukan. Jadi, ia akan datang sendiri dan kita temukan di mana dunia peradaban yang terencana itu dijalankan."Lalu, Munir mengutip kata-kata Mahatma Gandhi tentang cinta:" ... kalau orang masih berhasil menulis lewat huruf hieroglif, maka cinta akan menulis dalam pilihan ruang kebenaran yang tidak terjamah...." Dalam alur nada Gibran, ia pun berkata: “Nah, jadi cinta dan perkawinan itu bukan soal fisik (jamah), tapi kebenaran dalam kejujuran menemukain kesesuaian. OK, jangan berdoa untuk dapat jodoh, tapi berdoalah untuk kebenaran. Karena, disitu cinta akan ditemukan.”
Testamen Munir ep. 9 menampilkan obituari karya Nono Anwar Makarim (penulis, praktisi hukum dan aktivis) yang berjudul “Munir, dari Dalam”. Obituari ini menceritakan kekaguman Nono Anwar Makarim kepada sosok Munir. Ia melihat Munir melalui perjumpaannya sebanyak tiga kali itu, sikap politik Munir yang tegas hingga pandangan Munir mengenai ‘cinta’. Baginya, Munir adalah sosok aktivis mondok di kantornya yang menolak jabatan resmi.
Obituari yang ditulis Nono Anwar Makarim dibacakan oleh Rara Sekar (penyanyi, musisi dan peneliti) yang akan menceritakan sisi keteladanan sosok Munir menurut Nono Anwar Makarim.