
Membacakan cerita yang ditulis Romo M. Dedy Vansophi
(Cerita diunggah di Instagram @vansophi pada 20 November 2019)
Bapak-Anak yang Memancing Sewaktu Hujan
Malam ini Bekasi basah kuyup oleh hujan bertama setelah kemarau.
Ingatanku menerobos ke sebuah masa silam di kampungku.
Sepasang bapak-anak berlindung di bawah satu payung, di pinggir kali, memancing ikan.
Bagi si anak, memancing ikan adalah kesenangan yang luar biasa.
Sambil menunggu tangkapan bapaknya selalu cerit hal-hal yang menarik.
Si anak paling suka cerita tentang hantu, dan pewayangan.
Itulah bonus, kesenangan ekstra selama memancing.
Bagi si Bapak, memancing adalah cara kepala keluarga menyiasati keadaan agar anak istrinya tetap makan.
Beras menipis, uang untuk lauk pauk tak ada, yang ada hanya kemurahan Tuhan.
Kadang tangkapan cukup, kadang hanya pulang membawa kangkung sawah untuk dilalap.
Keaadaan yang cukup memprihatinkan sebenarnya.
Tapi si anak tak tahu, yang ia ingat hanya kegembiraan memancing dan lahapnya makan lauk ikan hasil tangkapan.
Setelah si anak dewasa, ia baru sadar bahwa bapaknya sungguh hebat.
Dalam kondisi prihatin sekalipun si bapak tak pernah bicara tentang kemiskinan dan kekurangan.
"Kita ini miskin, Le. Harus prihatin."
"Kita ini lagi kekurangan, Le."
Tidak pernah ada kata-kata itu keluar dari mulut bapaknya.
Itulah kenapa walau kehidupan mereka pernah di titik terendah, si anak tak pernah merasa miskin.
Ia merasa baik-baik saja, cukup-cukup saja, senang-senang saja.
Dari bapaknya ia belajar bahwa miskin itu bukan kurangnya uang, tapi kurangnya rasa cukup.
***
Sugeng ndalu, Pak.
Alhamdulillah sekarang bisa makan ikan yang lahap tanpa harus memancing malam-malam, hujan-hujan.