
Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinilai jauh dari prinsip keadilan, tidak menjamin perlindungan hak-hak dasar warga negara, serta membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum. Hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan kelompok rentan seperti perempuan serta penyandang disabilitas tampak hanya hadir sebagai daftar formal tanpa kejelasan cara mengakses, mengadu, dan memperoleh pemulihan jika hak-hak itu dilanggar. Di sisi lain, pengaturan tentang upaya paksa seperti penangkapan dan penyelidikan justru sangat minim kepastian hukum dan cenderung diserahkan pada diskresi subjektif aparat.
Apakah revisi KUHAP ini merupakan langkah maju dalam modernisasi hukum pidana? Atau justru membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum?
Simak selengkapnya di Suara Oposisi#15!